Benalu Nangka (Macrosolen cochinchinensis)
Tumbuhan Benalu Nangka (Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh)
a. Morfologi tumbuhan
M. cochinchinensis merupakan perdu yang bercabang banyak. Ranting dengan ruas yang membesar. Daun bertangkai pendek, eliptis sampai bentuk lanset, kadang-kadang bulat telur, gundul 3,5-17 kali 1,5-7 dengan ujung yang agak meruncing, serupa kulit, mengkilat. Karangan bunga berbunga 5-7 di ketiak, kadang-kadang dalam berkas pada ruas yang tua. Tangkai bunga pendek. Tabung kelopak elipsoid, panjang lingkaran 3 mm, pinggiran mahkota sangat pendek. Mahkota sebagai tunas dewasa 1-1,5 cm panjangnya separo bagian bawah melebar, di tengah dengan 6 sayap, di atas menyempit menjadi buluh sempit, berakhir ke dalam gada tumpul, kuning atau hijau kekuningan, coklat tua di atas sayap, kuning sampai merah pada ujung. Taju mahkota pada akhirnya melengkung jauh kembali dan terpuntir. Bagian yang bebas dari benang sari panjangnya 3-5 mm. Kepala putik bentuk gada. Buah bulat peluru, panjang 6 mm, akhirnya coklat violet tua (Gambar 5). Tumbuh di atas berbagai jenis pohon (Van Steenis, 1975).
Benalu merupakan tumbuhan parasit yang menempel pada pohon sebagai inang. Tumbuh di dataran menengah sampai pegunungan dari ketinggian 800-2300 meter di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan Juni-September. Waktu panen pada bulan April-Mei. Bagian yang digunakan adalah daun atau seluruh bagian tumbuhan dalam keadaan segar atau setelah dikeringkan (Hutapea, 1999).
b. Klasifikasi tumbuhan
Sistematika :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Santalales
Suku : Loranthaceae
Marga : Macrosolen
Jenis : Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh.
(Backer and Van Den Brink, 1965)
c. Kandungan kimia
Daun dan batang benalu mengandung alkaloida, saponin, flavonoid dan tanin (Hutapea, 1999). Senyawa utama murni yang diisolasi dari benalu (M. cochinchinensis) adalah quersitrin suatu senyawa flavonol glikosida yang merupakan marker taksonomi dari suku Loranthaceae (Artanti, 2004).
d. Kegunaan dan khasiat
Beberapa spesies benalu sejak zaman dahulu telah digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Benalu digunakan di masyarakat sebagai obat cacar air, diare, cacing tambang dan gabag, selain itu benalu dipakai sebagai obat penyakit hati dan kanker . Benalu dari spesies Viscum album L var lutecens Makino digunakan untuk mengobati sakit pinggang dan jamu pasca melahirkan para ibu di Jepang, V. album L digunakan untuk mengobati kanker di Korea dan Cina.
Herba benalu secara umum berkhasiat antiradang, antibakteri dan antibengkak. Penelitian lain menyebutkan bahwa benalu digunakan sebagai obat batuk, diuretik, pemeliharaan kesehatan ibu pasca persalinan, penghilang rasa nyeri, luka atau infeksi kapang (Hargono, 1995 cit Sasmito et al., 2001). Pemakaian benalu bersama beberapa bahan lain juga berkhasiat dalam pengobatan kanker, amandel dan penyakit campak (Thomas, 1999).
Hasil penelitian menunjukkan pada dosis 2,44 mg/0,2 ml, isolat flavonoid herba benalu mangga (Dendropthoe petandra) mampu menghambat pertumbuhan kanker pada mencit (Sukardiman et al., 1999). Benalu dari spesies yang sama dapat menghasilkan senyawa aktif yang berbeda-beda, hal ini sangat dipengaruhi oleh inang tempat tumbuhnya.
Ekstrak air dan etanol daun M. cochinchinensis yang tumbuh pada inang belimbing telah terbukti memiliki sifat antikanker atau pencegah kanker dengan cukup tingginya potensi sebagai antioksidan (IC50 20 g/ml dengan metode DPPH). Hasil uji DPPH menunjukkan bahwa ekstrak air benalu ini menunjukkan aktivitas antioksidan 95,7% pada konsentrasi 50 ppm. Uji toksisitas ekstrak air daun M. cochinchinensis dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) tidak menunjukkan sifat toksik sedangkan ekstrak etanol relatif lebih toksik. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan senyawa yang aktif sebagai antioksidan tidak selalu bersifat toksik terhadap brine shrimp (Artanti, 2004).
Hasil uji antikanker in vitro menunjukkan bahwa ekstrak air M. cochinchinensis inang nangka mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D dengan IC50 57 g/ml (Meiyanto and Rahmi, 2006). Uji anti kanker in vitro ekstrak air M. cochinchinensis inang belimbing juga telah dilakukan pada sel kanker leukemia L1210 (IC50 41,0 ppm), sel kanker kolon HCT116 (IC50 20 ppm), dan sel kanker payudara A431 (IC50 20 ppm). Hasil uji viabilitas pada sel kanker B16 menunjukkan ekstrak ini pada konsentrasi 100 ppm tidak menunjukkan toksisitas (viabilitas 93%), tetapi pada konsentrasi 200 ppm dan 400 ppm menunjukkan sifat toksik (viabilitas 26% dan 9%) (Artanti, 2004).
Tumbuhan Benalu Nangka (Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh)
a. Morfologi tumbuhan
M. cochinchinensis merupakan perdu yang bercabang banyak. Ranting dengan ruas yang membesar. Daun bertangkai pendek, eliptis sampai bentuk lanset, kadang-kadang bulat telur, gundul 3,5-17 kali 1,5-7 dengan ujung yang agak meruncing, serupa kulit, mengkilat. Karangan bunga berbunga 5-7 di ketiak, kadang-kadang dalam berkas pada ruas yang tua. Tangkai bunga pendek. Tabung kelopak elipsoid, panjang lingkaran 3 mm, pinggiran mahkota sangat pendek. Mahkota sebagai tunas dewasa 1-1,5 cm panjangnya separo bagian bawah melebar, di tengah dengan 6 sayap, di atas menyempit menjadi buluh sempit, berakhir ke dalam gada tumpul, kuning atau hijau kekuningan, coklat tua di atas sayap, kuning sampai merah pada ujung. Taju mahkota pada akhirnya melengkung jauh kembali dan terpuntir. Bagian yang bebas dari benang sari panjangnya 3-5 mm. Kepala putik bentuk gada. Buah bulat peluru, panjang 6 mm, akhirnya coklat violet tua (Gambar 5). Tumbuh di atas berbagai jenis pohon (Van Steenis, 1975).
Benalu merupakan tumbuhan parasit yang menempel pada pohon sebagai inang. Tumbuh di dataran menengah sampai pegunungan dari ketinggian 800-2300 meter di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan Juni-September. Waktu panen pada bulan April-Mei. Bagian yang digunakan adalah daun atau seluruh bagian tumbuhan dalam keadaan segar atau setelah dikeringkan (Hutapea, 1999).
b. Klasifikasi tumbuhan
Sistematika :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Santalales
Suku : Loranthaceae
Marga : Macrosolen
Jenis : Macrosolen cochinchinensis (Lour.) van Tiegh.
(Backer and Van Den Brink, 1965)
c. Kandungan kimia
Daun dan batang benalu mengandung alkaloida, saponin, flavonoid dan tanin (Hutapea, 1999). Senyawa utama murni yang diisolasi dari benalu (M. cochinchinensis) adalah quersitrin suatu senyawa flavonol glikosida yang merupakan marker taksonomi dari suku Loranthaceae (Artanti, 2004).
d. Kegunaan dan khasiat
Beberapa spesies benalu sejak zaman dahulu telah digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Benalu digunakan di masyarakat sebagai obat cacar air, diare, cacing tambang dan gabag, selain itu benalu dipakai sebagai obat penyakit hati dan kanker . Benalu dari spesies Viscum album L var lutecens Makino digunakan untuk mengobati sakit pinggang dan jamu pasca melahirkan para ibu di Jepang, V. album L digunakan untuk mengobati kanker di Korea dan Cina.
Herba benalu secara umum berkhasiat antiradang, antibakteri dan antibengkak. Penelitian lain menyebutkan bahwa benalu digunakan sebagai obat batuk, diuretik, pemeliharaan kesehatan ibu pasca persalinan, penghilang rasa nyeri, luka atau infeksi kapang (Hargono, 1995 cit Sasmito et al., 2001). Pemakaian benalu bersama beberapa bahan lain juga berkhasiat dalam pengobatan kanker, amandel dan penyakit campak (Thomas, 1999).
Hasil penelitian menunjukkan pada dosis 2,44 mg/0,2 ml, isolat flavonoid herba benalu mangga (Dendropthoe petandra) mampu menghambat pertumbuhan kanker pada mencit (Sukardiman et al., 1999). Benalu dari spesies yang sama dapat menghasilkan senyawa aktif yang berbeda-beda, hal ini sangat dipengaruhi oleh inang tempat tumbuhnya.
Ekstrak air dan etanol daun M. cochinchinensis yang tumbuh pada inang belimbing telah terbukti memiliki sifat antikanker atau pencegah kanker dengan cukup tingginya potensi sebagai antioksidan (IC50 20 g/ml dengan metode DPPH). Hasil uji DPPH menunjukkan bahwa ekstrak air benalu ini menunjukkan aktivitas antioksidan 95,7% pada konsentrasi 50 ppm. Uji toksisitas ekstrak air daun M. cochinchinensis dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) tidak menunjukkan sifat toksik sedangkan ekstrak etanol relatif lebih toksik. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan senyawa yang aktif sebagai antioksidan tidak selalu bersifat toksik terhadap brine shrimp (Artanti, 2004).
Hasil uji antikanker in vitro menunjukkan bahwa ekstrak air M. cochinchinensis inang nangka mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D dengan IC50 57 g/ml (Meiyanto and Rahmi, 2006). Uji anti kanker in vitro ekstrak air M. cochinchinensis inang belimbing juga telah dilakukan pada sel kanker leukemia L1210 (IC50 41,0 ppm), sel kanker kolon HCT116 (IC50 20 ppm), dan sel kanker payudara A431 (IC50 20 ppm). Hasil uji viabilitas pada sel kanker B16 menunjukkan ekstrak ini pada konsentrasi 100 ppm tidak menunjukkan toksisitas (viabilitas 93%), tetapi pada konsentrasi 200 ppm dan 400 ppm menunjukkan sifat toksik (viabilitas 26% dan 9%) (Artanti, 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar