Kamis, 17 Maret 2011

Lima Pilihan Posisi Melahirkan Selain Berbaring

Selama ini banyak ibu hamil yang beranggapan posisi melahirkan hanya berbaring (litotomi) atau setengah duduk. Padahal nenek moyang dengan segala kearifan lokalnya mempunyai kebiasaan melahirkan dengan cara jongkok atau berdiri. Semua posisi ada kelebihan dan kekurangannya. Anda yang sedang bersiap melahirkan bisa memilih salah satu di antaranya, dengan mengonsultasikannya terlebih dulu pada dokter yang akan membantu persalinan.

Berikut adalah lima pilihan posisi melahirkan (selain berbaring), disarikan dari buku 9 Bulan yang Penuh Keajaiban, karya Annia Kissanti:

1. Setengah duduk. Posisi setengah duduk juga posisi melahirkan yang umum diterapkan di berbagai rumah sakit atau klinik bersalin di Indonesia. Posisi ini mengharuskan ibu duduk dengan punggung bersandar bantal, kaki ditekuk dan paha dibuka ke arah samping.

Keuntungan: Posisi ini membuat ibu merasa nyaman. Sumbu jalan lahir yang perlu ditempuh untuk bisa keluar lebih pendek. Suplai oksigen dari ibu ke janin berlangsung optimal.

Kekurangan: Posisi ini bisa menyebabkan keluhan pegal di punggung dan kelelahan, apalagi kalau proses persalinannya lama.

2. Lateral (miring). Posisi ini mengharuskan ibu berbaring miring ke kiri atau ke kanan. Salah satu kaki diangkat sedangkan kaki lainnya dalam keadaan lurus. Biasa dilakukan bila posisi kepala bayi belum tepat. Normalnya posisi ubun-ubun bayi berada di depan jalan lahir, menjadi tidak normal bila posisi ubun-ubun berada di belakang atau samping. Miring ke kiri atau ke kanan tergantung posisi ubun-ubun bayi. Jika di kanan, ibu diminta miring ke kanan dengan harapan bayinya akan memutar. Posisi ini juga bisa digunakan bila persalinan berlangsung lama dan ibu sudah kelelahan dengan posisi lainnya.

Keuntungan: Peredaran darah balik ibu mengalir lancar. Pengiriman oksigen dalam darah ibu ke janin melalui plasenta tidak terganggu. Karena tidak terlalu menekan, proses pembukaan berlangsung perlahan-lahan sehingga persalinan relatif lebih nyaman.

Kekurangan: Posisi ini membuat dokter atau bidan sedikit kesulitan membantu proses persalinan. Kepala bayi lebih sulit dipegang atau diarahkan. Bila harus melakukan episiotomi pun posisinya lebih sulit.

3. Berdiri/Setengah jongkok. Dalam satu kesempatan, dr Judi J. Endjun, SpOG, ahli kebidanan dan kandungan bercerita, saat PTT di Timor-Timur (sekarang Timor Leste), ia dibuat tertegun dengan cara wanita sana melahirkan. Ia menyaksikan, sang suami yang istrinya akan melahirkan membakar kayu hingga menjadi bubuk abu, lalu abu itu ditabur di atas lantai rumah. Kemudian dua buah kain digantungkan di atas rumah, tepat di atas abu yang ditebar tadi. Si ibu berpegangan pada kain, dan tak perlu menunggu lama, si bayi langsung lahir dan "mendarat" di atas abu hangat yang steril. Sebuah kearifan lokal yang membuatnya geleng-geleng kepala. Tak hanya di Timor, beberapa suku di China pun ternyata mempunyai kebiasaan yang sama, yakni melahirkan dengan berdiri.

Keuntungan: Posisi ini selaras dengan gaya gravitasi bumi. Sehingga, kekuatan mengejan ibu jauh lebih kuat. Memang, pada posisi berdiri jalan lahir langsung lurus dengan tanah. Seolah-olah ibu menekan tanah dengan kekuatan seluruh tubuhnya. Sehingga dibutuhkan kesiapan semua pihak yang membantu persalinan, jangan sampai bayi "meluncur" terlalu cepat hingga cedera. Supaya hal ini tidak terjadi, biasanya sudah disiapkan bantalan yang empuk dan steril untuk menahan kepala dan tubuh bayi.

Kekurangan: Dokter atau bidan sedikit kesulitan bila harus membantu persalinan melalui episiotomi atau memantau perkembangan pembukaan.

4. Jongkok. Beberapa suku di Indonesia Timur, mulai Lombok Timur hingga Papua, wanitanya mempunyai kebiasaan melahirkan dengan cara jongkok.

Keuntungan: Posisi ini menguntungkan karena pengaruh gravitasi tubuh, ibu tak harus bersusah-payah mengejan. Bayi akan keluar lewat jalan lahir dengan sendirinya.

Kekurangan: Bila tidak disiapkan dengan baik, posisi jongkok amat berpeluang membuat kepala bayi cedera, sebab bayi bisa "meluncur" dengan cepat. Supaya hal ini tidak terjadi, biasanya sudah disiapkan bantalan yang empuk dan steril untuk menahan kepala dan tubuh bayi. Dokter atau bidan pun sedikit kesulitan bila harus membantu persalinan melalui episiotomi atau memantau perkembangan pembukaan.

5. Dalam air. Bisa jadi di Indoensia melahirkan dalam air termasuk hal baru, tetapi di Eropa Timur, terutama di Rusia, cara melahirkan seperti ini sudah sangat lazim. Sampai-sampai muncul anekdot, keunggulan atlet renang Eropa Timur antara lain terbentuk karena sejak lahir bayi-bayi di sana sudah "dipaksa" latihan berenang.

Ketika ibu hamil sudah masuk bukaan 5-6, dengan dibantu dokter atau perawat, ibu hamil dimasukkan ke kolam khusus yang dipastikan kebersihan dan sterilisasinya. Temperatur air harus sesuai dengan suhu tubuh ibu, tidak kurang atau lebih, untuk mencegah terjadinya temperature shock saat bayi meluncur ke air.

Keuntungan: Kelebihan utama melahirkan di air adalah ibu sangat rileks, karena adanya rileksasi semua otot tubuh, terutama otot-otot yang terkait dengan proses persalinan. Mengejan menjadi lebih mudah dan tidak merasakan sakit seperti proses persalinan lainnya. Jangan khawatir bayi akan "tenggelam" begitu lahir, sebab selama dalam kandungan pun sejatinya bayi hidup di dalam air ketuban ibu.

Kekurangan: Risiko air tertelan oleh bayi sangat besar, karena itu proses ini membutuhkan kesiapan semua pihak, baik peralatan yang digunakan maupun dokter kandungan, perawat, atau dokter anak yang langsung mengecek keadaan bayi begitu lahir. Bila prosesnya berlangsung terlalu lama, ibu bisa mengalami hipotermia atau suhu tubuh terlalu rendah.

(kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar