Tampilkan postingan dengan label Step. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Step. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Desember 2009

Kejang Demam ( Febrile Convulsions ) Pada Anak

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun.

Tidak ada nilai ambang suhu untuk dapat terjadinya kejang demam (2). Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan kaki, atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya. Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu (1,2):

  • Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung <>
  • Complex febrile seizures / complex partial seizures : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

Risiko berulangnya kejang demam

Simple febrile seizures tidak meningkatkan risiko kematian, kelumpuhan, atau retardasi mental. Risiko epilepsi pada golongan ini adalah 1%, hanya sedikit lebih besar daripada populasi umum. Risiko yang dimiliki hanyalah berulangnya kejang demam tersebut pada 1/3 anak yang mengalaminya. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1,2):

  • Usia <>
  • Riwayat kejang demam dalam keluarga
  • Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal
  • Riwayat demam yang sering
  • Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan ≥ 3 faktor risiko.

Penanganan kejang demam

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut (2,3):

  • Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.
  • Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
  • Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
  • Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
  • Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit (4).
  • Setelah kejang berakhir (jika <>

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut (3,4):

  • Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
  • Pemberian oksigen melalui face mask
  • Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
  • Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
  • Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan (1).

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

Terapi awal dengan diazepam
Usia Dosis IV (infus) (0.2mg/kg) Dosis per rectal (0.5mg/kg)
< 1 tahun 1–2 mg 2.5–5 mg
1–5 tahun 3 mg 7.5 mg
5–10 tahun 5 mg 10 mg
> 10 years 5–10 mg 10–15 mg

Jika kejang masih berlanjut :

    • Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
    • Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

    • Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.
    • Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

Perlu tidaknya pemeriksaan lanjutan

Setelah penanganan akut kejang demam, sumber demam perlu diteliti. Dalam sebuah penelitian, sumber demam pada kejang demam antara lain infeksi virus (tersering), otitis media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis, infeksi paru2 (saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi.

Beberapa pemeriksaan lanjutan hanya diperlukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak.

Pungsi lumbar (1)

Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia <>

  • Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
  • Mengalami complex partial seizure
  • Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)
  • Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
  • Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
  • Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.

EEG (electroencephalogram) (1)

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

Pemeriksaan laboratorium (1)

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.

Neuroimaging (1)

Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.

Risiko dan keuntungan penanganan jangka panjang

Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang demam jarang sekali dibutuhkan dan hanya dapat diresepkan setelah pemeriksaan teliti oleh spesialis (2). Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah sebagai berikut.

Antipiretik

Antipiretik tidak mencegah kejang demam (5,6). Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.

Diazepam

Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten (berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan risiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat (2,6). Namun, edukasi orang tua merupakan syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan (5). Efek sedasi (menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.

Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutan

Efektivitas profilaksis dengan fenobarbital hanya minimal, dan risiko efek sampingnya (hiperaktivitas, hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin diperoleh (5). Profilaksis dengan carbamazepine atau fenitoin tidak terbukti efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam. Asam valproat dapat mencegah berulangnya kejang demam, namun efek samping berupa hepatotoksisitas (kerusakan hati, terutama pada anak berusia <>

Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat dipertimbangkan sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah pemberian diazepam secara berkala pada saat onset demam, dengan dibekali edukasi yang cukup pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat meniadakan risiko epilepsi di masa yang akan datang (6).

Imunisasi dan kejang demam

Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut (2):

  • DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.
  • MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.

Sumber

http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;103/6/e86

dr. Nurul Itqiyah H

diambil dari (http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=3)

Kejang Pada Balita

KEJANG PADA BALITA, WASPADAI !!
Kejang, baik yang disertai demam atau tidak, bisa berdampak fatal. Itulah sebabnya, setelah memberi pertolongan pertama, bawa segera si kecil ke rumah sakit. Tutty, bukan nama sebenarnya, panik bukan main demi mendapati buah hatinya demam disertai kejang. Seluruh badannya menggigil namun kaku seperti kayu, tangannya mengepal erat dan matanya mendelik ke atas. Sebagai ibu, Tutty amat mengkhawatirkan anaknya akan mengalami gangguan otak. Untunglah Tutty sigap dengan segera membawanya ke dokter anak terdekat. Kini, setelah sekian waktu berlalu, si kecil sudah aktif bermain kembali. Memang, ibu mana yang sih yang tak panik melihat anaknya yang masih berusia balita mengalami kejang-demam. “Rasanya serbasalah sekaligus bingung, enggak tahu harus berbuat apa,” celoteh seorang ibu lainnya.

“Sebenarnya wajar saja orang tua bingung, tapi tak perlu kelewat panik. Sebab kejang demam memang kerap menimpa anak-anak balita, umumnya anak usia 6 bulan hingga 5 tahun,” jelas dr. Adi Tagor, Sp.A, DPH. Menurut Adi, kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step. Masalahnya, toleransi masing-masing anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39 C atau lebih.

GANGGUAN METABOLISME OTAK
Lalu mengapa bisa terjadi kejang ? “Suhu badan yang tinggi akan menyebabkan gangguan metabolisme basal. Padahal kenaikan suhu tubuh sebesar 1 C saja sudah bisa menyebabkan peningkatan metabolisme basal (yakni jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10-15%. Pada kondisi ini, kebutuhan oksigen pada otak naik sebesar 20%. Masalahnya, di usia balita, aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran seluruh tubuh. Bandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Itulah sebabnya, jelas dokter spesialis anak yang antara lain berpraktek di RS Pondok Indah ini, kenaikan suhu tubuh lebih mudah menimbulkan gangguan pada metabolisme otak. Konsekuensinya, keseimbangan sel otak pun akan terganggu. Gangguan tersebut akan menimbulkan terjadinya pelepasan muatan listrik yang menyebar ke seluruh jaringan otak. Akibatnya, terjadilah kekakuan otot yang menyebabkan kejang di sekujur tubuh tadi. Kejang demam, jelas Adi, mengindikasikan si kecil memiliki penyakit yang memicu demam seperti tuberkolusa (TBC). Bisa juga penyakit-penyakit infeksi lainnya seperti flu, radang tenggorok, gondongan, campak, demam berdarah, tipus, dan sebagainya. Demam yang menjadi pemicu kejang pun bisa muncul akibat reaksi tubuh terhadap kondisi yang ada. Seperti anak yang tersengat sinar matahari dalam jangka waktu yang lama, sedang tumbuh gigi, atau setelah mendapat imunisasi. “Makanya banyak dokter yang memberi obat penurun panas setelah si kecil diimunisasi. Berikan segera obat penurun panas ini pada anak,” saran Adi.

PUNYA “RIWAYAT” KEJANG
Selain karena demam, ada pula kejang yang mucul tanpa disertai demam. Salah satu penyebab kejang semacam ini adalah adanya gangguan pada fungsi otak. Bisa akibat alergi, cacat bawaan, trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah ataupun karena keracunan. Jangan salah, diare dan muntah pun bisa menyebabkan kejang pada anak. Penyebabnya adalah gangguan keseimbangan elektrolit darah akibat muntah dan diare tadi yang menyebabkan banyak cairan tubuh terbuang. Penyebab lainnya yaitu sakit dalam jangka waktu lama yang menyebabkan kadar gula darah rendah, asupan makan yang kurang, atau yang bersangkutan sudah lama menderita kejang akibat gangguan epilepsi. “Kejang akibat epilepsi biasanya mudah dideteksi dengan melihat riwayat kejang demam pada keluarga. Sebab itu, orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang serupa.”

Kejang semacam ini umumnya berlangsung lebih dari 15 menit. Setelah mengalami kejang, biasanya anak akan terlihat lemas, mengantuk lalu tertidur pulas. Saat terbangun, bila kejang tadi tidak berdampak pada fungsi otak, anak bisa pulih kembali. Sementara jika sempat mengenai otak, biasanya anak akan mengalami gangguan perilaku. Bisa juga si kecil jadi sering terkena mengalami kejang.

SEGERA BAWA KE DOKTER !! (jangan menjadi orang tua yang pelit…)

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Adi menyarankan agar orang tua sesegera mungkin memberi pertolongan pertama begitu tahu si kecil mengalami kejang demam. Setelah itu, jangan tunggu waktu lagi bawa segera si kecil ke dokter atau klinik terdekat. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang, entah cuma beberapa detik atau sekian menit. Dengan begitu, si kecil akan mendapat penanganan lebih lanjut yang tepat dari para ahli. Biasanya dokter juga akan memberikan obat penurun panas, sekaligus membekali obat untuk mengatasi kejang dan antikejang. “Sebagai pertolongan pertama, tak usah membawanya langsung ke rumah sakit lengkap yang letaknya relatif lebih jauh karena bisa-bisa si kecil mendapat risiko yang lebih berbahaya akibat lambat mendapat pertolongan pertama,” tukas Adi pula.

Selain itu, jika kejang demam tidak segera mendapat penanganan semestinya, si kecil pun terancam bakal terkena retardasi mental. Pasalnya, kejang demam bisa menyebabkan rusaknya sel-sel otak anak. Jadi, kalau kejang itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan sel-sel yang rusak pun akan semakin banyak. Bukan tidak mungkin tingkat kecerdasan anak akan menurun drastis dan tidak bisa lagi berkembang secara optimal. Bahkan beberapa kasus kejang demam bisa menyebabkan epilepsi pada anak. Yang tak kalah penting, begitu anaknya terkena kejang demam, orang tua pun mesti ekstrahati-hati. Soalnya, dalam setahun pertama setelah kejadian, kejang serupa atau malah yang lebih hebat berpeluang terulang kembali. Untuk mengantisipasinya, sediakanlah obat penurun panas dan obat antikejang yang telah diresep-kan dokter anak. Meski begitu, orang tua jangan kelewat khawatir. Karena dengan penanganan yang tepat dan segera, kejang demam yang berlangsung beberapa saat umumnya tak menimbulkan gangguan fungsi otak.

CIRI-CIRI KEJANG
Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang terkena kejang demam. Di antaranya:

- kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang selama 5 menit .
- bola mata berbalik ke atas
- gigi terkatup
- muntah
- tak jarang si anak berhenti napas sejenak.
- pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.
- pada kasus berat, si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.

TIPS ATASI KEJANG DEMAM
Berikut beberapa penjelasan dari Adi tentang kejang dan demam pada anak: . Suhu tubuh normal anak berkisar antara 36-37 C. Si kecil dinyatakan demam bila temperatur tubuhnya yang diukur melalui mulut/telinga menunjukkan angka 37,8 C; melalui rektum 38 C, dan 37,2 C melalui ketiak. Sebelum semakin tinggi, segera beri obat penurun panas. . Orang tua jangan begitu gampang mengatakan seorang anak demam atau tidak hanya dengan menempelkan punggung tangannya di dahi anak. Cara ini jelas tidak akurat karena amat dipengaruhi oleh kepekaan dan suhu badan orang tua sendiri. . Termometer air raksa diyakini merupakan cara yang paling tepat untuk mengukur suhu tubuh. Pengukuran suhu tubuh akan lebih akurat bila termometer tersebut ditempatkan di rongga mulut atau rektum/anus dibanding ketiak. Saat menghadapi si kecil yang sedang kejang demam, sedapat mungkin cobalah bersikap tenang. Sikap panik hanya akan membuat kita tak tahu harus berbuat apa yang mungkin saja akan membuat penderitaan anak tambah parah.

Jangan gunakan alkohol atau air dingin untuk menurunkan suhu tubuh anak yang sedang demam. Penggunaan alkohol amat berpeluang menyebabkan iritasi pada mata dan intoksikasi/keracunan. Lebih aman gunakan kompres air biasa yang diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres ini bertujuan menurunkan suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu ini diharapkan terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Penurunan suhu yang drastis justru tidak disarankan. Jangan coba-coba memberikan aspirin atau jenis obat lainnya yang mengandung salisilat karena diduga dapat memicu sindroma Reye, sejenis penyakit yang tergolong langka dan mempengaruhi kerja lever, darah, dan otak.

Setelah anak benar-benar sadar, bujuklah ia untuk banyak minum dan makan makanan berkuah atau buah-buahan yang banyak mengandung air. Bisa berupa jus, susu, teh, dan minuman lainnya. Dengan demikian, cairan tubuh yang menguap akibat suhu tinggi bisa cepat tergantikan. . Jangan selimuti si kecil dengan selimut tebal. Selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. Pakaian ketat atau yang mengikat terlalu kencang sebaiknya ditanggalkan saja.

YANG BISA DILAKUKAN ORANG TUA
Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melewati angka 37,5 C.

Kompres dengan lap hangat (yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan si kecil). Jangan kompres dengan air dingin, karena dapat menyebabkan “korsleting”/benturan kuat di otak antara suhu panas tubuh si kecil dengan kompres dingin tadi.
Agar si kecil tidak cedera, pindahkan benda-benda keras atau tajam yang berada dekat anak. Tak perlu menahan mulut si kecil agar tetap terbuka dengan mengganjal/menggigitkan sesuatu di antara giginya. Miringkan posisi tubuh si kecil agar penderita tidak menelan cairan muntahnya sendiri yang bisa mengganggu pernapasannya.
Jangan memberi minuman/makanan segera setelah berhenti kejang karena hanya akan berpeluang membuat anak tersedak.

KEJANG TANPA DEMAM
Penyebabnya bermacam-macam. Yang penting, jangan sampai berulang dan berlangsung lama karena dapat merusak sel-sel otak. Menurut dr. Merry C. Siboro, Sp.A, dari RS Metro Medical Centre, Jakarta, kejang adalah kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak. “Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.” Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.

BISA DIALAMI SEMUA ANAK
Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir. “Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau kecil,” tutur Merry.

Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan). “Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah, Red.). Dengan demikian, enggak demam pun, dia bisa kejang.” Selanjutnya, si bayi dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap kejang. “Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang.” Uniknya, tambah Merry, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang. “Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang belum sempurna.”

JANGAN SAMPAI TERULANG
Penting diperhatikan, bila anak pernah kejang, ada kemungkinan dia bisa kejang lagi. Padahal, kejang tak boleh dibiarkan berulang selain juga tak boleh berlangsung lama atau lebih dari 5 menit. Bila terjadi dapat membahayakan anak. Masalahnya, setiap kali kejang anak mengalami asfiksi atau kekurangan oksigen dalam darah. “Setiap menit, kejang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel pada otak, karena terhambatnya aliran oksigen ke otak. Bayangkan apa yang terjadi bila anak bolak-balik kejang, berapa ribu sel yang bakal rusak? Tak adanya aliran oksigen ke otak ini bisa menyebakan sebagian sel-sel otak mengalami kerusakan.

”Kerusakan di otak ini dapat menyebabkan epilepsi, kelumpuhan, bahkan retardasi mental. Oleh karenanya, pada anak yang pernah kejang atau berbakat kejang, hendaknya orang tua terus memantau agar jangan terjadi kejang berulang.

DIMONITOR TIGA TAHUN
Risiko berulangnya kejang pada anak-anak, umumnya tergantung pada jenis kejang serta ada atau tidaknya kelainan neurologis berdasarkan hasil EEG (elektroensefalografi). Di antara bayi yang mengalami kejang neonatal (tanpa demam), akan terjadi bangkitan tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25% kasus. Tujuh puluh lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejang tersebut akan menjadi epilepsi.”Harus diusahakan, dalam tiga tahun sesudah kejang pertama, jangan ada kejang berikut,” bilang Merry. Dokter akan mengawasi selama tiga tahun sesudahnya, setelah kejang pertama datang. Bila dalam tiga tahun itu tak ada kejang lagi, meski cuma dalam beberapa detik, maka untuk selanjutnya anak tersebut mempunyai prognosis baik. Artinya, tak terjadi kelainan neurologis dan mental.

Tapi, bagaimana jika setelah diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi? “Hitungannya harus dimulai lagi dari tahun pertama. ”Pokoknya, jangka waktu yang dianggap aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun setelah kejang. Jadi, selama tiga tahun setelah kejang pertama itu, si anak harus bebas kejang. Anak-anak yang bebas kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya akan baik dan sembuh. Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah memiliki kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar (makrosefali), serta jika ada tumor di otak.

RAGAM PENYEBAB

“Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan,” kata Merry yang lalu menjabarkannya satu per satu di bawah ini. * Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang. Contoh, akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).* Bukan neurologis Bisa disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia, alergi dan cacat bawaan.

Faktor keturunan Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.

WASPADAI DI BAWAH 6 BULAN
Orang tua harus waspada bila anak sering kejang tanpa demam, terutama di bawah usia 6 bulan, “Karena kemungkinannya untuk menderita epilepsi besar,” kata Merry. Masalahnya, kejang pada anak di bawah 6 bulan, terutama pada masa neonatal itu bersifat khas. “Bukan hanya seperti toniklonik yang selama ini kita kenal, tapi juga dalam bentuk gerakan-gerakan lain. Misal, matanya juling ke atas lalu bergerak-gerak, bibirnya kedutan atau tangannya seperti tremor. Dokter biasanya waspada, tapi kalau kejangnya terjadi di rumah, biasanya jarang ibu yang ngeh.” Itulah sebabnya, orang tua harus memperhatikan betul kondisi bayinya.

MENOLONG ANAK KEJANG
Jangan panik, segera longgarkan pakaiannya dan lepas atau buang semua yang menghambat saluran pernapasannya. “Jadi kalau sedang makan tiba-tiba anak kejang, atau ada sesuatu di mulutnya saat kejang, segera keluarkan,” tutur Merry.

Miringkan tubuh anak karena umumnya anak yang sedang kejang mengeluarkan cairan-cairan dari mulutnya. “Ini sebetulnya air liur yang banyak jumlahnya karena saraf yang mengatur kelenjar air liur tak terkontrol lagi. Kalau sedang kejang, kan, saraf pusatnya terganggu. Bukan cuma air liur, air mata pun bisa keluar.” Guna memiringkan tubuh adalah supaya cairan-cairan ini langsung keluar, tidak menetap di mulut yang malah berisiko menyumbat saluran napas dan memperparah keadaan.

Jangan mudah percaya bahwa meminumkan kopi pada anak yang sedang kejang bisa langsung menghentikan kejang tersebut.
“Secara medis, kopi tak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan saat anak mengalami kejang, yang malah bisa menyebabkan kematian.”
Segera bawa anak ke rumah sakit terdekat, jangan sampai otak kelamaan tak mendapat oksigen. “Usahakan lama kejang tak lebih dari tiga menit. Siapkan obat antikejang yang disarankan dokter bila anak memang pernah kejang atau punya riwayat kejang.”

Mengatasi Kejang / Step pada Bayi

Kejang, baik yang disertai demam atau tidak, bisa berdampak fatal. Itulah sebabnya, setelah memberi pertolongan pertama, bawa segera si kecil ke rumah sakit.

Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step.

Masalahnya, toleransi masing-masing anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39 C atau lebih.

SEGERA BAWA KE DOKTER

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, disarankan agar orang tua sesegera mungkin memberi pertolongan pertama begitu tahu si kecil mengalami kejang demam.

Setelah itu,jangan tunggu waktu lagi bawa segera si kecil ke dokter atau klinik terdekat. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang, entah cuma beberapa detik atau sekian menit. Dengan begitu, si kecil akan mendapat penanganan lebih lanjut yang tepat dari para ahli. Biasanya dokter juga akan memberikan obat penurun panas, sekaligus membekali obat untuk mengatasi kejang dan antikejang. “Sebagai pertolongan pertama, tak usah membawanya langsung ke rumah sakit lengkap yang letaknya relatif lebih jauh karena bisa-bisa si kecil mendapat risiko yang lebih berbahaya akibat lambat mendapat pertolongan pertama.”

Selain itu, jika kejang demam tidak segera mendapat penanganan semestinya, si kecil pun terancam bakal terkena retardasi mental. Pasalnya, kejang demam bisa menyebabkan rusaknya sel-sel otak anak. Jadi, kalau kejang itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan sel-sel yang rusak pun akan semakin banyak. Bukan tidak mungkin tingkat kecerdasan anak akan menurun drastis dan tidak bisa lagi berkembang secara optimal.

Bahkan beberapa kasus kejang demam bisa menyebabkan epilepsi pada anak. Yang tak kalah penting, begitu anaknya terkena kejang demam, orang tua pun mesti ekstra hati-hati. Soalnya, dalam setahun pertama setelah kejadian, kejang serupa atau malah yang lebih hebat berpeluang terulang kembali.

Untuk mengantisipasinya, sediakanlah obat penurun panas dan obat antikejang yang telah diresep-kan dokter anak. Meski begitu, orang tua jangan kelewat khawatir. Karena dengan penanganan yang tepat dan segera, kejang demam yang berlangsung beberapa saat umumnya tak menimbulkan gangguan fungsi otak.

CIRI-CIRI KEJANG

Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang terkena kejang demam. Di antaranya:

* kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang selama 5 menit . bola mata berbalik ke atas

* gigi terkatup

* muntah

* tak jarang si anak berhenti napas sejenak.

* pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.

* pada kasus berat, si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.

TIPS ATASI KEJANG DEMAM

Berikut beberapa penjelasan tentang kejang dan demam pada anak: . Suhu tubuh normal anak berkisar antara 36-37 C. Si kecil dinyatakan demam bila temperatur tubuhnya yang diukur melalui mulut/telinga menunjukkan angka 37,8 C; melalui rektum 38 C, dan 37,2 C melalui ketiak.Sebelum semakin tinggi, segera beri obat penurun panas. .

Orang tua jangan begitu gampang mengatakan seorang anak demam atau tidak hanya dengan menempelkan punggung tangannya di dahi anak. Cara ini jelas tidak akurat karena amat dipengaruhi oleh kepekaan dan suhu badan orang tua sendiri.

Termometer air raksa diyakini merupakan cara yang paling tepat untuk mengukur suhu tubuh. Pengukuran suhu tubuh akan lebih akurat bila termometer tersebut ditempatkan di rongga mulut atau rektum/anus dibanding ketiak.

Saat menghadapi si kecil yang sedang kejang demam, sedapat mungkin cobalah bersikap tenang. Sikap panik hanya akan membuat kita tak tahu harus berbuat apa yang mungkin saja akan membuat penderitaan anak tambah parah.

Jangan gunakan alkohol atau air dingin untuk menurunkan suhu tubuh anak yang sedang demam. Penggunaan alkohol amat berpeluang menyebabkan iritasi pada mata dan intoksikasi/keracunan.

Lebih aman gunakan kompres air biasa yang diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres ini bertujuan menurunkan suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu ini diharapkan terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Penurunan suhu yang drastis justru tidak disarankan.

Jangan coba-coba memberikan aspirin atau jenis obat lainnya yang mengandung salisilat karena diduga dapat memicu sindroma Reye, sejenis penyakit yang tergolong langka dan mempengaruhi kerja lever, darah, dan otak.

Setelah anak benar-benar sadar, bujuklah ia untuk banyak minum dan makan makanan berkuah atau buah-buahan yang banyak mengandung air. Bisa berupa jus, susu, teh, dan minuman lainnya. Dengan demikian, cairan tubuh yang menguap akibat suhu tinggi bisa cepat tergantikan.

Jangan selimuti si kecil dengan selimut tebal. Selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. Pakaian ketat atau yang mengikat terlalu kencang sebaiknya ditanggalkan saja.

YANG BISA DILAKUKAN ORANG TUA

*Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melewati angka 37,5 C.

* Kompres dengan lap hangat (yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan si kecil). Jangan kompres dengan air dingin, karena dapat menyebabkan “korsleting”/benturan kuat di otak antara suhu panas tubuh si kecil dengan kompres dingin tadi.

* Agar si kecil tidak cedera, pindahkan benda-benda keras atau tajam yang berada dekat anak. . Tak perlu menahan mulut si kecil agar tetap terbuka dengan mengganjal/menggigitkan sesuatu di antara giginya. . Miringkan posisi tubuh si kecil agar penderita tidak menelan cairan muntahnya sendiri yang bisa mengganggu pernapasannya.

* Jangan memberi minuman/makanan segera setelah berhenti kejang karena hanya akan berpeluang membuat anak tersedak.

KEJANG TANPA DEMAM

Penyebabnya bermacam-macam. Yang penting, jangan sampai berulang dan berlangsung lama karena dapat merusak sel-sel otak. Menurut dr. Merry C. Siboro, Sp.A, dari RS Metro Medical Centre, Jakarta, kejang adalah kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak.

“Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.”

Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.

BISA DIALAMI SEMUA ANAK

Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir.

Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau kecil.

Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan).

“Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah). Dengan demikian, enggak demam pun, dia bisa kejang.”

Selanjutnya, si bayi dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap kejang. “Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang.” Uniknya, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang. “Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang belum sempurna.”

JANGAN SAMPAI TERULANG

Penting diperhatikan, bila anak pernah kejang, ada kemungkinan dia bisa kejang lagi. Padahal, kejang tak boleh dibiarkan berulang selain juga tak boleh berlangsung lama atau lebih dari 5 menit. Bila terjadi dapat membahayakan anak.

Masalahnya, setiap kali kejang anak mengalami asfiksi atau kekurangan oksigen dalam darah. “Setiap menit, kejang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel pada otak, karena terhambatnya aliran oksigen ke otak.

Bayangkan apa yang terjadi bila anak bolak-balik kejang, berapa ribu sel yang bakal rusak? Tak adanya aliran oksigen ke otak ini bisa menyebakan sebagian sel-sel otak mengalami kerusakan.

”Kerusakan di otak ini dapat menyebabkan epilepsi, kelumpuhan, bahkan retardasi mental. Oleh karenanya, pada anak yang pernah kejang atau berbakat kejang, hendaknya orang tua terus memantau agar jangan terjadi kejang berulang.

DIMONITOR TIGA TAHUN

Risiko berulangnya kejang pada anak-anak, umumnya tergantung pada jenis kejang serta ada atau tidaknya kelainan neurologis berdasarkan hasil EEG (elektroensefalografi). Di antara bayi yang mengalami kejang neonatal (tanpa demam), akan terjadi bangkitan tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25% kasus. Tujuh puluh lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejang tersebut akan menjadi epilepsi.

Harus diusahakan, dalam tiga tahun sesudah kejang pertama, jangan ada kejang berikut.

Dokter akan mengawasi selama tiga tahun sesudahnya, setelah kejang pertama datang. Bila dalam tiga tahun itu tak ada kejang lagi, meski cuma dalam beberapa detik, maka untuk selanjutnya anak tersebut mempunyai prognosis baik.Artinya, tak terjadi kelainan neurologis dan mental.

Tapi, bagaimana jika setelah diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi? “Hitungannya harus dimulai lagi dari tahun pertama.”Pokoknya, jangka waktu yang dianggap aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun setelah kejang.

Jadi, selama tiga tahun setelah kejang pertama itu, si anak harus bebas kejang. Anak-anak yang bebas kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya akan baik dan sembuh. Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah memiliki kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar (makrosefali), serta jika ada tumor di otak.

RAGAM PENYEBAB

“Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan,” penjabarannya satu per satu di bawah ini.

* Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang.

Contoh, akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).

* Bukan neurologis Bisa disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia, alergi dan cacat bawaan.

* Faktor keturunan Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.

WASPADAI DI BAWAH 6 BULAN

Orang tua harus waspada bila anak sering kejang tanpa demam, terutama di bawah usia 6 bulan, Karena kemungkinannya untuk menderita epilepsi besar.

Masalahnya, kejang pada anak di bawah 6 bulan, terutama pada masa neonatal itu bersifat khas. “Bukan hanya seperti toniklonik yang selama ini kita kenal, tapi juga dalam bentuk gerakan-gerakan lain. Misal, matanya juling ke atas lalu bergerak-gerak, bibirnya kedutan atau tangannya seperti tremor.

Dokter biasanya waspada, tapi kalau kejangnya terjadi di rumah, biasanya jarang ibu yang ngeh.” Itulah sebabnya, orang tua harus memperhatikan betul kondisi bayinya.

MENOLONG ANAK KEJANG

1. Jangan panik, segera longgarkan pakaiannya dan lepas atau buang semua yang menghambat saluran pernapasannya. Jadi kalau sedang makan tiba-tiba anak kejang, atau ada sesuatu di mulutnya saat kejang, segera keluarkan.

2. Miringkan tubuh anak karena umumnya anak yang sedang kejang mengeluarkan cairan-cairan dari mulutnya. “Ini sebetulnya air liur yang banyak jumlahnya karena saraf yang mengatur kelenjar air liur tak terkontrol lagi. Kalau sedang kejang, kan, saraf pusatnya terganggu. Bukan cuma air liur, air mata pun bisa keluar.” Guna memiringkan tubuh adalah supaya cairan-cairan ini langsung keluar, tidak menetap di mulut yang malah berisiko menyumbat saluran napas dan memperparah keadaan.

3. Jangan mudah percaya bahwa meminumkan kopi pada anak yang sedang kejang bisa langsung menghentikan kejang tersebut. “Secara medis, kopi tak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan saat anak mengalami kejang, yang malah bisa menyebabkan kematian.”

4. Segera bawa anak ke rumah sakit terdekat, jangan sampai otak kelamaan tak mendapat oksigen. “Usahakan lama kejang tak lebih dari tiga menit. Siapkan obat antikejang yang disarankan dokter bila anak memang pernah kejang atau punya riwayat kejang.”

PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan kejang meliputi :

1. Penanganan saat kejang

* Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis IV (Suntikan Intra Vena) (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

* Turunkan demam :

Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) diberikan 3-4 kali sehari.

Kompres ; suhu >39º C dengan air hangat, suhu > 38º C dengan air biasa.

* Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.

* Penanganan sportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, memberikan keseimbangan air dan elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan darah.

2. Pencegahan Kejang

* Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam.

* Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40 mg/KgBB/dosis PO (per oral / lewat mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.

ANAK EPILEPSI HARUS KONTROL SETIAP 3 BULAN

Mereka yang berisiko menderita epilepsi adalah anak-anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi. Selain juga anak-anak dengan kelainan neurologis sebelum kejang pertama datang, baik dengan atau tanpa demam.

Anak yang sering kejang memang berpotensi menderita epilepsi. Tapi jangan khawatir, anak yang menderita epilepsi, kecuali yang lahir dengan kelainan atau gangguan pertumbuhan, bisa tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya. Prestasi belajar mereka tidak kalah dengan anak yang normal.

Jadi, kita tak perlu mengucilkan anak epilepsi karena dia bisa berkembang normal seperti anak-anak lainnya. “Yang penting, ia tertangani dengan baik. Biasanya kalau anak itu sering kejang, dokter akan memberi obat yang bisa menjaganya supaya jangan sampai kejang lagi.

Pada anak epilepsi, fokus perawatannya adalah jangan sampai terjadi kejang lagi. Untuk itu, perlu kontrol, paling tidak setiap 3 bulan agar monitoring dari dokter berjalan terus.”

Kejang Demam Pada Anak

Kejang demam, atau sering kita sebut step (mungkin berasal dari bahasa Inggris: stiff), adalah kejang yang biasa terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan anak di luar rentang usia ini juga terkena.

Kejang demam timbul akibat naiknya suhu tubuh secara tiba-tiba. Biasanya akibat demam di atas 38 derajat Celsius. Ada berbagai macam penyebab kenaikan suhu tubuh yang tiba-tiba. Paling sering karena infeksi, baik infeksi bakteri maupun virus. Misalnya radang amandel (tonsilitis) atau radang tenggorok (faringits).

Kejang demam biasanya berlangsung beberapa detik atau menit. Kadang-kadang sampai 15 menit. Tetapi kebanyakan hanya berlangsung hanya dua atau tiga menit.

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :

  1. Anak hilang kesadaran
  2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
  3. Sulit bernapas
  4. Busa di mulut
  5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
  6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

Setelah kejang, anak akan mulai berangsur sadar. Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini, anak agak sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.

Saat terjadi kejang demam, orang tua tidak perlu panik. Beberapa hal yang perlu diingat atau tindakan yang perlu diambil adalah :

  1. Letakkan anak ditempat yang aman, misalnya di lantai atau kasur. Pindahkan dari sekitar anak, semua benda yang mungkin berbahaya atau dapat menimbulkan luka.
  2. Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut anak, misalnya jari tangan, sendok, atau kayu.
  3. Jangan mengguncang-guncang atau berusaha membangunkan anak.
  4. Jangan menahan tubuh anak yang kejang. Biarkan gerakan kejang berlangsung apa adanya.
  5. Jika anak sudah berhenti kejang, miringkan anak.
  6. Catat lamanya kejang dan apa yang dialami anak selama kejang. Catatan ini penting bagi dokter atau praktisi medis untuk menilai kejang demam anak.
  7. Setelah kejang berhenti, segera bawa anak ke dokter, puskesmas, atau rumah sakit terdekat.
  8. Jika kejang berlangsung lebih dari lima menit, penanganan gawat darurat harus dilakukan segera untuk menghentikan kejang. Jika memungkinkan, panggil segera petugas medis untuk memberikan penanganan tersebut.

Penting diketahui orang tua bahwa :

  1. Anak tidak merasakan nyeri atau tidak nyaman selama kejang.
  2. Kejang demam bukanlah epilepsi atau ayan, sehingga tidak perlu minum obat secara teratur seperti halnya pada epilepsi.
  3. Kejang yang berlangsung singkat tidak menyebabkan kerusakan otak. Bahkan kejang yang berlangsung agak lama hampir tidak pernah membahayakan.
  4. Anak yang pernah menderita kejang demam tumbuh sehat seperti halnya anak lainnya.
  5. Kadang-kadang, jika anak pernah mengalami kejang yang lama, perlu orang tua perlu menyediakan diazepam rektal (diberikan lewat anus) di rumah untuk mengantisipasi kejadian serupa di waktu mendatang. Diskusikan dengan dokter atau praktisi medis lainnya mengenai hal ini.

Kejang Demam ( Febrile Convulsions )

Saat duduk di depan lobi sebuah rumah sakit negeri di Denpasar, saya melihat seorang bapak dengan tergopoh gopoh menggendong anaknya menuju ke ruang UGD. Penasaran, saya beranikan diri menanyakan ke bapak itu apa yang terjadi dengan anaknya, dengan suara yang masih terengah engah bapak itu menceritakan bahwa anaknya terkena step.

Step atau Kejang Demam masih sangat umum terjadi pada anak anak. Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 – 5%. Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya tidak membahayakan. Orang tua akan panik begitu mendapatkan anaknya menderita kejang demam.

Apa yang dimaksud dengan Kejang Demam?, Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.

Secara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
- Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana) : kejang menyeluruh yang berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
- Complex febrile seizures / complex partial seizures (Kejang Demam Kompleks) : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

Lalu apa yang membedakan kejang demam ini dengan epilepsi? Walaupun gejalanya sama yaitu kejang dan berulang, namun pada anak yang menderita epilepsi, episode kejang tidak disertai dengan demam.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain:
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal
- Riwayat demam yang sering
- Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh relatif rendah, maka besar kemungkinannya akan terjadi kembali kejang demam. Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan = 3 faktor risiko.

Bagaimana jika anak anda demam yang disebabkan oleh imunisasi?Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut :

· DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.

· MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.

Sebenarnya, apa sih yang terjadi dalam tubuh saat anak mengalami kejang demam? Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik.

Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi saluran pernafasan lainnya.

Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.

Melihat paparan kejadian dalam tubuh diatas, saya tarik benang merah gejala yang bisa anda lihat saat anak mengalami Kejang Demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.

Saat anak mengalami Kejang Demam, hal hal penting yang harus kita lakukan antara lain :

- Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk mencegah luka.
- Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang keras atau tajam
- Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat mengalir keluar dari mulut
- Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan lidahnya sendiri.
- Hubungi dokter anak anda

Akhirnya timbul pertanyaan bagaimana cara mencegah agar anak tidak mengalami Kejang Demam, seperti yang saya tulis diatas kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam, tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.

Pada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka menderita demam bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, perjalanan penyakitnya baik dan tidak menimbulkan kematian.


Sumber : Blog Dokter

Cara Tepat Mengatasi Kejang Pada Anak

Jangan pernah menyepelekan kejadian kejang pada anak. Penanganan yang tidak tepat dapat mempengaruhi tingkat kecerdasannya, apalagi sampai terlambat diobati. Anak bisa menderita penyakit epilepsi, bahkan keterbelakangan mental. Bila hal itu terjadi, Anda akan menyesal seumur hidup!
Sebelum kejang biasanya anak akan menderita demam yang tinggi sekitar 38 - 40 derajat Celcius. Pada saat demam ini, kekejangan yang terjadi, tergantung kekuatan tubuh si anak. Banyak anak demam tinggi dan kejang setelah melakukan imunisasi. Biasanya setelah imunisasi, dokter memberi resep obat penurun panas untuk segera diminumkan ke si kecil.
Kejang yang sering terjadi pada anak adalah kejang kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak. Kejang semacam itu terjadi saat suhu tubuh meningkat. Kejang ini disebut kejang demam atau mengejangnya otot-otot pangkal tenggorok sebagai akibat menyempitnya jalan napas yang disebut kejang laring. Penyakit yang di manifestasikan kejang yaitu penyakit kejang demam, epilepsi atau tuberkolusis intrakranial atau orang awam menyebutnya TBC otak.
Kejang demam dapat berjalan singkat dan tidak berbahaya. Tapi bila kejang mencapai 15 menit dapat membahayakan si kecil, karena bisa menyebabkan kerusakan otak sehingga dapat menyebabkan epilepsi, kelumpuhan bahkan bisa menyebabkan retardasi atau keterbelakangan mental. Kejang demam dialami 2-3 persen anak-anak.
Kejang demam terbagi dua, yaitu kejang demam yang sederhana dan kejang demam yang akibat penyakit lain atau gangguan dalam tengkorak kepala. Kejang sederhana dengan ciri-ciri menyerang anak usia 4 bulan sampai 4 tahun, kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit, kejang timbul dalam 16 jam demam pertama, frekuensi demam kurang dari 4 kali dalam setahun.
Kejang dapat timbul pula ketika si kecil menderita muntah dan diare. Kejang bisa pula timbul tanpa demam, yaitu disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, sakit lama yang menyebabkan gula darah rendah, asupan makan yang kurang, atau menderita kejang yang sudah lama dialami akibat epilepsi. Kejang akibat kelainan neurologis atau gangguan perkembangan, berlangsung lebih dari 15 menit.
Keturunan

Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada, karena si kecil berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.
Selain faktor keturunan, setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak dapat pula menyebabkan kejang. Bisa akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), gangguan elektrolit, gangguan metabolisme, gangguan peredarah darah, keracunan, alergi dan cacat bawaan.
Anak yang pernah menderita kejang demam, sebesar 50 persen berisiko terkena kejang demam kembali dalam setahun pertama setelah kejang. Anak yang menderita kejang demam kemudian diikuti dengan kejang tanpa demam berisiko lima kali lebih besar menderita retardasi mental.
Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan sang bayi atau anak terlalu tinggi. Dimana pada saat kejang badannya menjadi kaku, bola mata berbalik keatas, kondisi ini biasa disebut "step". Bila si kecil mengalami keadaan ini, segeralah bawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat. Karena jika keadaan kejang seperti ini dibiarkan terlalu lama, dapat menbahayakan si kecil.
Jangan mudah percaya bahwa minum kopi bisa menghindari dari kejang atau step. Secara medis, sebetulnya kopi tidak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan pada saat anak Anda mengalami kejang, yang akhirnya mengantarkan pada kematian.
Kasus kejang kopi ini pernah terjadi di Balikpapan, seorang bocah laki-laki berusia 5 tahun yang mengalami sakit muntaber. Setelah diberi pengobatan di sebuah rumah sakit, kondisi bocah tersebut mulai membaik. Namun ketika sampai di rumah, bocah bernama Andika tersebut mengalami kejang-kejang.
Bermaksud menghentikan kejang si bocah, ibu bocah itu kemudian memberikan sesendok cairan kopi yang kebetulan ada didekatnya pada si Andika yang sedang kejang. Kejangnya bukan berkurang, seluruh badannya mengalami kejang semakin hebat dan selanjutnya Andika tidak bergerak lagi.
Cara penanganan masalah demam kejang pada anak, yang penting jangan panik. Kemudian, kompres bagian kening kepala dan ketiak si kecil dengan kain handuk dari air hangat agar panas cepat terserap. Lakukan hal ini berulang kali.
Kenakan pakaian yang longgar, dan hindari pakaian tebal pada si kecil. Usahakan pula kondisi kamar si kecil yang selalu nyaman agar rasa panas tubuh tidak bertambah. Bila panas tubuh tak kunjung mereda, secepat mungkin bawalah ke rumah sakit, klinik atau dokter terdekat.
Jangan melakukan pengkompresan dengan lap yang dingin, karena dapat menyebabkan korslet di otak --akan terjadi benturan kuat karena atara suhu panas tubuh si kecil dengan lap pres dingin. Kalau dinyatakan epilepsi, segera minum obat resep dokter secara teratur.
Sediakan obat anti kejang lewat dubur di rumah jika kejang membuat anak tidak mungkin meminum obat. Selain itu, sediakan pula obat penurun panas di rumah seperti parasetamol. (Kentos/Berbagai sumber)
sumber : Suara Karya

Mengatasi Kejang / Step pada Balita

Kejang, baik yang disertai demam atau tidak, bisa berdampak fatal. Itulah sebabnya, setelah memberi pertolongan pertama, bawa segera si kecil ke rumah sakit.Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step. Masalahnya, toleransi masing-masing anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39 C atau lebih.
SEGERA BAWA KE DOKTER
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Adi menyarankan agar orang tua sesegera mungkin memberi pertolongan pertama begitu tahu si kecil mengalami kejang demam. Setelah itu,jangan tunggu waktu lagi bawa segera si kecil ke dokter atau klinik terdekat. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang, entah cuma beberapa detik atau sekian menit. Dengan begitu, si kecil akan mendapat penanganan lebih lanjut yang tepat dari para ahli. Biasanya dokter juga akan memberikan obat penurun panas, sekaligus membekali obat untuk mengatasi kejang dan antikejang. “Sebagai pertolongan pertama, tak usah membawanya langsung ke rumah sakit lengkap yang letaknya relatif lebih jauh karena bisa-bisa si kecil mendapat risiko yang lebih berbahaya akibat lambat mendapat pertolongan pertama,” tukas Adi pula. Selain itu, jika kejang demam tidak segera mendapat penanganan semestinya, si kecil pun terancam bakal terkena retardasi mental. Pasalnya, kejang demam bisa menyebabkan rusaknya sel-sel otak anak. Jadi, kalau kejang itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan sel-sel yang rusak pun akan semakin banyak. Bukan tidak mungkin tingkat kecerdasan anak akan menurun drastis dan tidak bisa lagi berkembang secara optimal. Bahkan beberapa kasus kejang demam bisa menyebabkan epilepsi pada anak. Yang tak kalah penting, begitu anaknya terkena kejang demam, orang tua pun mesti ekstrahati-hati. Soalnya, dalam setahun pertama setelah kejadian, kejang serupa atau malah yang lebih hebat berpeluang terulang kembali. Untuk mengantisipasinya, sediakanlah obat penurun panas dan obat antikejang yang telah diresep-kan dokter anak. Meski begitu, orang tua jangan kelewat khawatir. Karena dengan penanganan yang tepat dan segera, kejang demam yang berlangsung beberapa saat umumnya tak menimbulkan gangguan fungsi otak.
CIRI-CIRI KEJANG
Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang terkena kejang demam. Di antaranya:

* kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang selama 5 menit . bola mata berbalik ke atas
* gigi terkatup
* muntah
* tak jarang si anak berhenti napas sejenak.
* pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.
* pada kasus berat, si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.

TIPS ATASI KEJANG DEMAM
Berikut beberapa penjelasan dari Adi tentang kejang dan demam pada anak: . Suhu tubuh normal anak berkisar antara 36-37 C. Si kecil dinyatakan demam bila temperatur tubuhnya yang diukur melalui mulut/telinga menunjukkan angka 37,8 C; melalui rektum 38 C, dan 37,2 C melalui ketiak. Sebelum semakin tinggi, segera beri obat penurun panas. . Orang tua jangan begitu gampang mengatakan seorang anak demam atau tidak hanya dengan menempelkan punggung tangannya di dahi anak. Cara ini jelas tidak akurat karena amat dipengaruhi oleh kepekaan dan suhu badan orang tua sendiri. . Termometer air raksa diyakini merupakan cara yang paling tepat untuk mengukur suhu tubuh. Pengukuran suhu tubuh akan lebih akurat bila termometer tersebut ditempatkan di rongga mulut atau rektum/anus dibanding ketiak. . Saat menghadapi si kecil yang sedang kejang demam, sedapat mungkin cobalah bersikap tenang. Sikap panik hanya akan membuat kita tak tahu harus berbuat apa yang mungkin saja akan membuat penderitaan anak tambah parah. . Jangan gunakan alkohol atau air dingin untuk menurunkan suhu tubuh anak yang sedang demam. Penggunaan alkohol amat berpeluang menyebabkan iritasi pada mata dan intoksikasi/keracunan. . Lebih aman gunakan kompres air biasa yang diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres ini bertujuan menurunkan suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu ini diharapkan terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Penurunan suhu yang drastis justru tidak disarankan. Jangan coba-coba memberikan aspirin atau jenis obat lainnya yang mengandung salisilat karena diduga dapat memicu sindroma Reye, sejenis penyakit yang tergolong langka dan mempengaruhi kerja lever, darah, dan otak. . Setelah anak benar-benar sadar, bujuklah ia untuk banyak minum dan makan makanan berkuah atau buah-buahan yang banyak mengandung air. Bisa berupa jus, susu, teh, dan minuman lainnya. Dengan demikian, cairan tubuh yang menguap akibat suhu tinggi bisa cepat tergantikan. . Jangan selimuti si kecil dengan selimut tebal. Selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. Pakaian ketat atau yang mengikat terlalu kencang sebaiknya ditanggalkan saja.
YANG BISA DILAKUKAN ORANG TUA
Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melewati angka 37,5 C.

* Kompres dengan lap hangat (yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan si kecil). Jangan kompres dengan air dingin, karena dapat menyebabkan “korsleting”/benturan kuat di otak antara suhu panas tubuh si kecil dengan kompres dingin tadi.
* Agar si kecil tidak cedera, pindahkan benda-benda keras atau tajam yang berada dekat anak. . Tak perlu menahan mulut si kecil agar tetap terbuka dengan mengganjal/menggigitkan sesuatu di antara giginya. . Miringkan posisi tubuh si kecil agar penderita tidak menelan cairan muntahnya sendiri yang bisa mengganggu [ernapasannya.
* Jangan memberi minuman/makanan segera setelah berhenti kejang karena hanya akan berpeluang membuat anak tersedak.

KEJANG TANPA DEMAM
Penyebabnya bermacam-macam. Yang penting, jangan sampai berulang dan berlangsung lama karena dapat merusak sel-sel otak. Menurut dr. Merry C. Siboro, Sp.A, dari RS Metro Medical Centre, Jakarta, kejang adalah kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak. “Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.” Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.
BISA DIALAMI SEMUA ANAK
Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir. “Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau kecil,” tutur Merry.Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan). “Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah, Red.). Dengan demikian, enggak demam pun, dia bisa kejang.” Selanjutnya, si bayi dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap kejang. “Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang.” Uniknya, tambah Merry, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang. “Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang belum sempurna.”
JANGAN SAMPAI TERULANG
Penting diperhatikan, bila anak pernah kejang, ada kemungkinan dia bisa kejang lagi. Padahal, kejang tak boleh dibiarkan berulang selain juga tak boleh berlangsung lama atau lebih dari 5 menit. Bila terjadi dapat membahayakan anak. Masalahnya, setiap kali kejang anak mengalami asfiksi atau kekurangan oksigen dalam darah. “Setiap menit, kejang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel pada otak, karena terhambatnya aliran oksigen ke otak. Bayangkan apa yang terjadi bila anak bolak-balik kejang, berapa ribu sel yang bakal rusak? Tak adanya aliran oksigen ke otak ini bisa menyebakan sebagian sel-sel otak mengalami kerusakan.”Kerusakan di otak ini dapat menyebabkan epilepsi, kelumpuhan, bahkan retardasi mental. Oleh karenanya, pada anak yang pernah kejang atau berbakat kejang, hendaknya orang tua terus memantau agar jangan terjadi kejang berulang.
DIMONITOR TIGA TAHUN
Risiko berulangnya kejang pada anak-anak, umumnya tergantung pada jenis kejang serta ada atau tidaknya kelainan neurologis berdasarkan hasil EEG (elektroensefalografi). Di antara bayi yang mengalami kejang neonatal (tanpa demam), akan terjadi bangkitan tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25% kasus. Tujuh puluh lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejang tersebut akan menjadi epilepsi.”Harus diusahakan, dalam tiga tahun sesudah kejang pertama, jangan ada kejang berikut,” bilang Merry. Dokter akan mengawasi selama tiga tahun sesudahnya, setelah kejang pertama datang. Bila dalam tiga tahun itu tak ada kejang lagi, meski cuma dalam beberapa detik, maka untuk selanjutnya anak tersebut mempunyai prognosis baik. Artinya, tak terjadi kelainan neurologis dan mental. Tapi, bagaimana jika setelah diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi? “Hitungannya harus dimulai lagi dari tahun pertama.”Pokoknya, jangka waktu yang dianggap aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun setelah kejang. Jadi, selama tiga tahun setelah kejang pertama itu, si anak harus bebas kejang. Anak-anak yang bebas kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya akan baik dan sembuh. Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah memiliki kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar (makrosefali), serta jika ada tumor di otak.
RAGAM PENYEBAB
“Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan,” kata Merry yang lalu menjabarkannya satu per satu di bawah ini. * Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang. Contoh, akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).* Bukan neurologis Bisa disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia, alergi dan cacat bawaan.* Faktor keturunan Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.
WASPADAI DI BAWAH 6 BULAN
Orang tua harus waspada bila anak sering kejang tanpa demam, terutama di bawah usia 6 bulan, “Karena kemungkinannya untuk menderita epilepsi besar,” kata Merry. Masalahnya, kejang pada anak di bawah 6 bulan, terutama pada masa neonatal itu bersifat khas. “Bukan hanya seperti toniklonik yang selama ini kita kenal, tapi juga dalam bentuk gerakan-gerakan lain. Misal, matanya juling ke atas lalu bergerak-gerak, bibirnya kedutan atau tangannya seperti tremor. Dokter biasanya waspada, tapi kalau kejangnya terjadi di rumah, biasanya jarang ibu yang ngeh.” Itulah sebabnya, orang tua harus memperhatikan betul kondisi bayinya.
MENOLONG ANAK KEJANG

1. Jangan panik, segera longgarkan pakaiannya dan lepas atau buang semua yang menghambat saluran pernapasannya. “Jadi kalau sedang makan tiba-tiba anak kejang, atau ada sesuatu di mulutnya saat kejang, segera keluarkan,” tutur Merry.
2. Miringkan tubuh anak karena umumnya anak yang sedang kejang mengeluarkan cairan-cairan dari mulutnya. “Ini sebetulnya air liur yang banyak jumlahnya karena saraf yang mengatur kelenjar air liur tak terkontrol lagi. Kalau sedang kejang, kan, saraf pusatnya terganggu. Bukan cuma air liur, air mata pun bisa keluar.” Guna memiringkan tubuh adalah supaya cairan-cairan ini langsung keluar, tidak menetap di mulut yang malah berisiko menyumbat saluran napas dan memperparah keadaan.
3. Jangan mudah percaya bahwa meminumkan kopi pada anak yang sedang kejang bisa langsung menghentikan kejang tersebut. “Secara medis, kopi tak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan saat anak mengalami kejang, yang malah bisa menyebabkan kematian.”
4. Segera bawa anak ke rumah sakit terdekat, jangan sampai otak kelamaan tak mendapat oksigen. “Usahakan lama kejang tak lebih dari tiga menit. Siapkan obat antikejang yang disarankan dokter bila anak memang pernah kejang atau punya riwayat kejang.”

ANAK EPILEPSI HARUS KONTROL SETIAP 3 BULAN
Mereka yang berisiko menderita epilepsi adalah anak-anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi. Selain juga anak-anak dengan kelainan neurologis sebelum kejang pertama datang, baik dengan atau tanpa demam. Anak yang sering kejang memang berpotensi menderita epilepsi. “Tapi jangan khawatir, anak yang menderita epilepsi, kecuali yang lahir dengan kelainan atau gangguan pertumbuhan, bisa tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya. Prestasi belajar mereka tidak kalah dengan anak yang normal,” kata Merry. Jadi, kita tak perlu mengucilkan anak epilepsi karena dia bisa berkembang normal seperti anak-anak lainnya. “Yang penting, ia tertangani dengan baik. Biasanya kalau anak itu sering kejang, dokter akan memberi obat yang bisa menjaganya supaya jangan sampai kejang lagi. Pada anak epilepsi, fokus perawatannya adalah jangan sampai terjadi kejang lagi. Untuk itu, perlu kontrol, paling tidak setiap 3 bulan agar monitoring dari dokter berjalan terus.

Kejang Demam ( Febrile Convulsions )

Kejang demam / Step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium ( = di luar rongga tengkorak). Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi ( demam ). Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang paling utama adalah infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam.

Siapa saja yang dapat menderita Kejang Demam ?

Merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Biasanya terjadi pada umur 6 bulan – 5 tahun. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan bukan termasuk dalam kejang demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Dari berbagai penelitian di dapatkan bahwa kejang demam agak lebih sering dijumpai pada anak laki – laki daripada perempuan.

Apa saja Klasifikasi dari kejang demam ?
1.Kejang Demam sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
2.Kejang Demam kompleks
Berlangsung lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial (sebagian). Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Apa Kejang demam dapat berulang?
Pada sebagian kasus, kejang demam akan terjadi kembali. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :
1.Riwayat kejang demam dalam keluarga
2.Usia kurang dari 15 bulan
3.Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulang 80%, sedangkan bila tidak,maka kemungkinan akan berulang 10 – 15 %. Kemungkinan paling besar pada tahun pertama.

Hal – hal apa saja yang harus dilakukan bila terjadi kejang?

1.Tetap tenang dan tidak panik
2.Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
3.Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
4.Ukur suhu tubuh, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5.Tetap bersama pasien selama kejang
6.Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7.Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Hal – hal apa saja yang perlu diketahui oleh orang tua?

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara mengetahui beberapa hal di bawah ini :
1.Mengetahui bahwa kejang demam umumnya ”Benign” dan tidak berbahaya
2.Mengetahui cara penanganan kejang
3.Mengetahui bahwa kemungkinan kejang kembali, sehingga selalu menyediakan obat penurun panas (antipiretik) atau bahkan menyediakan obat anti kejang (antikonvulsan, berupa diazepam rektal) di rumah.

dokterku.net