Kamis, 14 Januari 2010

CARA PENGAMBILAN SAMPEL PENELITIAN


Pengertian sampel
Arikunto (1998) mengatakan bahwa “ sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.

Sugiyono (1997) sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa; Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti.

Penggunaan sampel ini mengandung berbagai keuntungan, di antaranya adalah:
1. Lebih murah
Dengan hanya meneliti sebagian populasi, maka biaya yang diperlukan untuk penelitian menjadi jauh lebih murah dibandingkan apabila penelitian dilakukan pada seluruh populasi.
2. Lebih mudah
Dengan mengambil sebagian dari populasi, maka pelaksanaan penelitian menjadi lebih mudah.
3. Lebih cepat
Dengan meneliti lebih sedikit subyek, maka hasil yang diharapkan lebih sedikit diperoleh.
4. Lebih akurat
Dalam banyak hal pemeriksaan terhadap sedikit subyek penelitian akan memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti bila dibandingkan dengan pemeriksaan terhadap seluruh populasi.
5. Mewakili populasi
Apabila dilakukan dengan baik, maka sampel dapat mewakili populasi, dan inferensi kesimpulan dapat dengan tepat dilakukan dengan probabilitas.
6. Lebih spesifik
Sebagian penyakit mempunyai manivestasi yang amat bervariasi. Dengan seleksi sampel, maka diperoleh pasien dengan karakteristik tertentu sehingga dapat diperoleh data pada kelompok pasien yang lebih homogen daripada pemeriksaan pasien dengan manisfestasi klinis yang heterogen.

Cara pemilihan sampel
1. Probability sampling
Teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Berbagai jenis probability sampling antara lain:
a. Simple random sampling
Cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.

Dua cara dapat dilakukan dalam menarik simple random sample:
1. Cara undian
Misalnya, kita ingin memilih sebuah sampel yang besarnya dua dari sebuah populasi yang terdiri dari lima tenaga ahli. Kita tulis nama tenaga ahli tadi masing-masing pada secarik kertas, dan kertas tersebut kita gulung. Lalu kita masukkan ke dalam kotak dan dikocok. Kemudian tarik satu gulungan kertas lain tanpa memasukkan kembali gulungan kertas pertama. Nama-nama pada kedua gulungan kertas tadi merupakan anggota dari sampel yang kita tarik secara undian.

2. Cara random/acak.
Cara kedua dengan menggunakan tabel angka random . Gunakanlah tabel, di mana telah dikumpulkan angka-angka secara random, yang dinamakan tabel angka random. Misalnya, dalam sebuah kampung terdapat 900 petani. Kita ingin menarik sebuah sampel keperluan. Jika kita menggunakan sistem undian, maka kita menyediakan 900 gulungan kertas dan masing-masing kertas kita tuliskan nama petani. Tentu kerja ini melelahkan. Tapi jika digunakan tabel angka random, maka dapat menghemat waktu. Caranya; karena N=900, maka bilangan harus terdiri dari tiga angka (digit). Pertama-tama nomorilah tiap satu elementer populasi (petani) dari 001 sampai 900, yaitu;
001, 002, 003, 004, ......., 898, 899, 900
Kemudian bukalah tabel angka random. Dengan menutup mata tusuklah sebuah angka dengan pensil, dan catatlah angka tersebut pada baris berapa dan kolom berapa.

Simple random sampling hanya dapat digunakan bila:
1. Teknik lain yang lebih efisien tidak ada atau tidak memungkinkan untuk dilakukan.
2. Keterangan-keterangan atau nama-nama dari semua unsur elementer telah diketahui lebih dahulu.

b. Systematic sampling
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Pada cara ini ditentukan bahwa tiap subyek nomor ke sekian dimasukkan dalam sampel. Bila kita ingin mengambil 1/n dari populasi, maka setiap pasien nomor n dimasukkan ke dalam sampel.

Contoh;
Ingin dipilih 20 dari 200 pasien yang ada dengan cara sampling sistematik. Dengan demikian diperlukan 20/200=1/10 bagian dari populasi yang akan diikutsertakan sebagai sampel, karenanya maka setiap pasien nomor 10 akan dipilih. Mula-mula tiap subyek diberi nomor, dari 1 sampai dengan 200. Tiap pasien ke-10 diambil sebagai sampel, sehingga pada akhirnya yang diikutsertakan dalam sampel adalah pasien bernomor 10,20,30,40,s/d 200.

c. Stratified random sampling
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak.

Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.

Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

d. Cluster Sampling
Proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misalnya berdasarkan wilayah (kodya, kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat efisien bila populasi tersebar luas sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar seluruh populasi tersebut.

Contohnya; Kita ingin meneliti karakteristik bayi dengan atresia billier di rumah sakit pendidikan diseluruh Indonesia. Bila diinginkan hanya sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit tersebut, dilakukan cluster sampling yaitu dengan melakukan random sampling pada tiap rumah sakit tanpa berusaha menjumlahkan pasien yang terdaftar pada seluruh rumah sakit.

Contoh berikutnya; Dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja.

e. Area Sampling
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya : Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?). Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

2. Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak

1. Convenience Sampling
Sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

Contohnya:
Ingin diketahui kadar imunoglobulinpasien yang menderita penyakit jantung bawaan. Ditetapkan besar sampel 40 kasus. Peneliti, demi mudahnya, suatu hari mengambil kasus di Poliklinik Jantung sebanyak 9 kasus. Kemudian peneliti cuti, dan waktu masuk kembali ia mengambil lagi sampai terkumpul pasien sejumlah 40. Cara ini jelas sangat mudah, tidak memerlukan metode tertentu, namun sulit dapat dikatakan bahwa subyek yang terkumpul dapat dianggap mewakili semua pasien Penyakit Jantung Bawaan. Yang berobat di Poliklinik tersebut.

2. Consecutive sampling
Consecutive sampling ini merupakan jenis non probability terbaik, dan seringkali merupakan cara yang paling mudah. Pada consecutive sampling, setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi. Agar consecutive sampling dapat menyerupai probability sampling, maka jangka waktu pemilihan pasien tidak terlalu pendek, khususnya apabila suatu penyakit bersifat musiman. Contohnya; pengambilan pasien demam berdarah dengue selama bualn Agustus dan September mungkin tidak menggambarkan karakteristik pasien demam berdarah secara keseluruhan, mengingat puncak insidens demam berdarah dengue biasanya pada bulan April-Juni.

3. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.

Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Misalnya; untuk meneliti pendapat ibu tentang perbandingan pemberian ASI dan susu botol, dipilih ibu-ibu yang pernah memberikan ASI dan pernah pula memberi susu formula kepada bayinya. Atau yang pendidikannya cukup sehingga dapat memberikan keterangan yang akurat.

Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).

Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau bisa saja secara kebetulan

Misalnya; Peneliti ingin mengetahui informasi tentang penempatan karyawan yang tinggal di perumahan Pondok Hijau, dalam kategori jabatan tertentu dan pendapatannya termasuk kelas tertentu pula. Dalam pemilihan orangnya (pengambilan sampel) akan ditentukan pertimbangan oleh peneliti sendiri atau petugas yang diserahkan mandat..

Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

4. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)

Sumber
Nazir M. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia;Bogor;2005.
Budiarto E. Metodologi penelitian kedokteran. EGC; Jakarta;2004.
Riyanto Y. Metodologi penelitian pendidikan. SIC; Surabaya; 2001.
Riduwan. Metode dan teknik menyusun tesis. Alfabeta; Bandung;2008.
sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Binarupa aksara;Jakarta;1995.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar