Sabtu, 23 Januari 2010
KEHAMILAN DENGAN MOLA/HAMIL ANGGUR
Insidensi mola hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis
Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di negara-negara Timur Jauh beberapa sumber memperkirakan insidensi mola lebih tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan
Mola Hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Pada kebanyakan kasus, mola tidak berkembang menjadi keganasan, namun sekitar 2-3 kasus per 1000 wanita, mola dapat berubah menjadi ganas dan disebut koriokarsinoma. Kemungkinan terjadinya mola berulang berkisar 1 dari 1000 wanita. Kadar hormon yang dihasilkan oleh mola hidatidosa lebih tinggi dari kehamilan biasa.
Pengertian
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Uterus dan berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian buah anggur.
Mola hidatidosa sering disebut hamil anggur yang merupakan kelainan di dalam kehamilan dimana jaringan plasenta (ari-ari) berkembang dan membelah terus menerus dalam jumlah yang berlebihan. Mola dapat mengandung janin (mola parsial) atau tidak terdapat janin di dalamnya (mola komplit).
Etiologi
Belum diketahui pasti, ada yang menyatakan akibat infeksi, defisiensi makanan dan genetic, gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola.
Faktor risiko
1. Faktor umur
Risiko Mola Hidatidosa paling rendah pada kelompok umur 20-35 tahun. Risiko Mola Hidatidosa naik pada kehamilan remaja <> 40 tahun, kenaikan sangat mencolok pada umur = 45 tahun
2. Faktor riwayat kehamilan sebelumnya
Wanita yang mempunyai riwayat Mola Hidatidosa sebelumnya, punya risiko lebih besar naiknya kejadian berikutnya
3. Faktor kehamilan ganda
Mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya Mola Hidatidosa
4. Faktor graviditas
Risiko kejadian Mola Hidatidosa makin naik,dengan meningkatnya graviditas.
5. Faktor kebangsaan/ etnik
Wanita kulit hitam meningkat,dibanding wanita lainnya.
6. Faktor genetika
Frekuensi Balance Tranlocation, wanita dengan Mola hidatidosa komplit lebih banyak dibandingkan dengan yang didapatkan pada populasi normal
7. Faktor makanan dan minuman
Angka kejadian Mola Hidatidosa tinggi diantara wanita miskin, diet yang kurang protein ,kelainan genetik pada kromosom.(kontroversi)
8. Faktor sosial ekonomi
Risiko MH tinggi pada sosial ekonomi rendah (kontroversi)
9. Faktor lain
Faktor hubungan keluarga/consanguinity, Faktor merokok, Faktor toksoplasmosis.
Pembagian
a. Mola hidatidosa klasik / komplet : tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin. Ciri histologik, ada gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidropik villi chorialis dan berkurangnya vaskularisasi /
kapiler dalam stroma. Sering disertai pembentukan kista lutein (25-30%).
b. Mola hidatidosa parsial / inkomplet : terdapat janin atau bagian tubuh janin. Ciri histologik, terdapat jaringan plasenta yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas. Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya mati pada trimester pertama.
Patogenesis
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih biasanya tidak ada janin, hanya pada molapartialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploid dan hampir pada semua kasus mola susunan sek chromatin adalah wanita. Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein. Kadang-kadang hanya pada satu ovarium kadang pada keduanya.
Manifestasi klinis
1. Amenore dan tanda – tanda kehamilan
2. Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, karena perdarahan ini pasien biasanya anemis.
3. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
4. Tidak teraba adanya janin, tidak adanya balloment, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada rotgen foto.
Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat di ketemukan janin
5. Hiperemisis lebih sering terjadi, lebih keras dan dan lebih lama.
6. Pre eklampsi atau eklamsi yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
7. Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens, tetapi gejala mual dan muntah berat.
8. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
Pemeriksaan klinis
1. Palpasi abdomen Teraba uterus membesar,tidak teraba bagian janin,gerakan janin, balotemen.
2. Auskultasi Tidak terdengar denyut jantung janin.
3. Periksa dalam vagina uterus membesar, Bagian bawah uterus lembut dan tipis, serviks terbuka dapat diketemukan gelembung Mola Hidatidosa, perdarahan, sering disertai adanya Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO)
4. Pemeriksaan dengan sonde uterus (Acosta Sison), Mola Hidatidosa hanya ada gelembung-gelembung yang lunak tanpa kulit ketuban sonde uterus mudah masuk sampai 10 cm tanpa adanya tahanan.
5. Fungsi melalui dinding perut / omniosentesis / guiffredas test / aspirasi test.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sonde uterus (hanifa)
2. Tes acorta sison dengan tang abortus, gelembung mols dapat dikeluarkan
3. Peningkatan kadar beta HCG darah atau urin
4. Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern)
5. Foto torak ada gambaran emboli udara
6. Pemeriksana T3 dan T4 bila ada gejala hiotoksikosis
Diagnosis
1. Anamnesis
Perdarahan pervaginam / gambaran NOK, gejala toksemia pada trimester I dan II, hipermisis gravidarum, gejala tirotoksikosis dan gejala emboli paru
2. Pemeriksaan fisik
Uterus lebih besar dari usia kehamilan, kista lotein balotemen negatif denyut jantung janin negatif
3. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis Banding
Hampir 20% molahidatidosa komplet berlanjut menjadi choriocarcinoma. Sedangkan molahidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai tirotoksikosi atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi. Kehamilan dengan mioma uteri, Abortus, Hidramnion, dan Gemelli (kehamilan kembar).
Prinsip Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum
2. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretas dilanjutkan dengan kuret tajam. Lakukan kuretas bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah hari ketujuh.
3. Untuk memperbaiki kontraksi, sebumnya berikan uterotonik (20-40 unit oksitosin dalam 250 cc/50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%) bila tidak dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histeroktomi.
4. Histeroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga
5. Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan paritas tinggi
6. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar Beta HCG tiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai kadar Beta HCG negatif.
Follow up / pengamatan lanjut pasca evakuasi mola
Kontrol terhadap progresifitas menjadi penyakit trofoblas ganas (koriokarsinoma)
1. Profilaksis terhadap keganasan dengan sitostatika, terutama pada kelompok risiko keganasan tinggi.
2. pemeriksaan ginekologik dan B-hCG kuantitatif rutin tiap 2 minggu
pasca evakuasi sampai remisi, sesudah remisi, tetap teratur tiap 3
bulan sampai selama 1 tahun.
3. foto toraks pada awal terapi, diulang bila kadar B-hCG menetap atau meningkat.
4. kontrasepsi hormonal aman selama 1 tahun pasca remisi. Sebaiknya
menggunakan preparat progesteron oral selama 2 tahun.
5. penyuluhan pada pasien akan kemungkinan keganasan
Pencegahan
Karena pengertian dan penyebab dari mola masih belum diketahui secara pasti maka kejadian mola hidatidosa sulit untuk dicegah. Bagaimanapun juga, nutrisi ibu yang baik dapat menurunkan risiko terjadinya mola.
DAFTAR PUSTAKA
Taber Benzlon, MD. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginakologi. Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aeskula Plus.
UNPAD. 1984. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offser
Moore,Lisa,MD, 2005, Hydatidiform Mole, available at www.e-medicine.com
Fox,Harold, 1997, Gestational Trophoblastic disease, available at www.bmj.com
http://drnyol.info
http://www.klikdokter.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar