Rabu, 06 Januari 2010
KEBIDANAN SECARA AKSIOLOGI
Aksiologis keilmuan menyangkut nilai-nilai yang berkaitan dengan pengetahuan ilmiah baik secara internal, eksternal maupun sosial. Nilai internal berkaitan dengan wujud dari kegiatan ilmiah dalam memperoleh pengetahuan tanpa mengesampingkan fitrah manusia
Nilai eksternal menyangkut nilai-nilai yang berkaitan dengan penggunaan pengetahun ilmiah. Nilai sosial menyangkut pandangan masyarakat yang menilai keberadaan suatu pengetahuan dan profesi tertentu. Penerapan pengetahuan sangat tergantung kepada manusia yang meramalkannya. Oleh karena itu, kode etik profesi merupakan suatu persyaratan mutlak bagi keberadaan suatu profesi. Kode etik profesi ini pada hakikatnya bersumber dari nilai internal dan ekternal dari disiplin keilmuan. Bangsa Indonesia berbahagia karena kebidanan sebagai suatu profesi di bidang kesehatan telah memiliki kode etik yang mutlak diaplikasikan ke dalam praktik klinik kebidanan.
Ilmu Kebidanan merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya (Oxford English Dictionary, 1933). Ilmu Kebidanan terutama membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilan, persalinan puerperium baik pada keadaan normal maupun abnormal.
Tujuan Ilmu Kebidanan yaitu agar setiap kehamilan yang diharapkan dan berpuncak pada ibu dan bayi yang sehat. Juga berusaha keras mengecilkan jumlah kematian wanita dan bayi sebagai akibat proses reproduksi atau jumlah kecacatan fisik, intelektual dan emosional yang diakibatkannya.
Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk keuntungan/berfaedah bagi manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia dan kelestarian/keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti bahwa ilmu merupakan milik bersama, dimana setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti ilmu tidak mempunyai konotasi parokial seperti ras, ideologi atau agama.
KODE ETIK DAN KODE ETIK KEBIDANAN A. KODE ETIK
Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan demikian dokter, perawat, bidan, guru dan sebagainya yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik.
a. Pengertian Kode Etik
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnyA di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.
b. Kode Etik Profesi
Sejak zaman sebelum masehi dunia kedokteran sudah mengenal kode etik yang dipergunakan untuk melaksanakan praktek kedokteran pada zaman itu. Kode etik merupakan suatu kesepakatan yang diterima dan dianut bersama (kelompok tradisional) sebagai tuntutan dalam melakukan praktik. Kode etik ini disusun oleh profesi berdasarkan keyakinan dan kesadaran profesional serta tanggung jawab yang berakar pada kekuatan moral dan kemampuan manusia.
Kode etik profesi merupakan suatu pernyataan komprehensif yang memberikan tuntutan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktek dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman dimana nilai-nilai peradaban semakin komplek, kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai pegangan satu-satunya dalam menyelesaikan masalah etik. Untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum. Benar atau salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada profesi.
c. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi. Secara umum tujuan menciptakaan kode etik adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjunjung tingi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar atau masyarakat mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Yang dimaksud kesejahteraan adalah ialah kesejahteraan materiil dan spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan materiil anggota profesi kode etik umumnya menetapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi
3. Untuk meningkatkan pengabdian para angota profesi
Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaiman cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi. Dari uraian di atas, jelas bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota dan meningkatkan mutu profesi serta meningkatkan mutu organisasi profesi.
d. Dimensi Kode Etik
a) Anggota profesi dan klien/pasien
b) Anggota profesi dan sistem kesehatan
c) Anggota profesi dan profesi kesehatan
d) Sesama anggota profesi
Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntutan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan kesejahteraan, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya.
e. Prinsip Kode Etik
1. Menghargai otonomi
2. Melakukan tindakan yang benar
3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan
4. Memberlakukan manusia secara adil
5. Menjelaskan dengan benar
6. Menepati janji yang telah disepakati
7. Menjaga kerahasiaan
f. Penerapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam konggres IBI. Kode etik suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin ilmu di kalangan profesi, jika semua orang yang menjalankan profesi yang sama tergabung dalam suatu organisasi profesi. Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan profesi maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sangsi
B. KODE ETIK KEBIDANAN
1. Pendahuluan
Pola pikir manusia Indonesia dari tahun ke tahun terus berkembang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dari hari ke hari semakin cepat sehubungan dengan derasnya era informasi.
Kemajuan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan antara lain mahalnya pelayanan medik. Selain itu terjadi pula perubahan tata nilai dalam masyarakat, yaitu masyarakat semakin kritis memandang masalah yang ada termasuk menilai pelayanan yang diperolehnya.
Saat ini masyarakat acapkali merasakan ketidakpuasan terhadap pelayanan bahkan tidak menutup kemungkinan mengajukan tuntutan ke muka pengadilan. Apabila seorang bidan merugikan pasien dan dituntut oleh pasien tersebut akan merupakan berita yang menarik dan tersebar luas di masyarakat melalui media elektronik dan media massa lainnya. Hal tersebut menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan. Untuk itu dibutuhkan suatu pedoman yang menyeluruh dan integratif tentang sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang bidan yaitu kode etik kebidanan.
2. Pengertian
a. Definisi Bidan
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktik
b. Definisi Kode Etik
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
c. Kode Etik Bidan
Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disahkan dalam Konggres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan pada Konggres Nasional IBI ke XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berperilaku, Kode Etik Bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah dan tujuan bab.
Secara umum Kode Etik tersebut berisi 7 bab. Ketujuh bab dapat dibedakan atas tujuh bagian yaitu :
1) Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
2) Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
3) Kewajiban bidan terhadap teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
4) Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
5) Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
6) Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
7) Penutup (1butir)
3. Kode Etik Bidan Indonesia Mukadimah
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa didorong oleh keinginan yang tulus demi tercapainya :
a. Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
b. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
c. Tingkat kesehatan yang optimal bagi setiap warga negara Indonesia
Maka Ikatan Bidan Indonesia sebagai organisasi profesi kesehatan yang menjadi wadah persatuan dan kesatuan para bidan di Indonesia menciptakan kode etik Bidan Indonesia yang disusun atas dasar penekanan keselamatan klien diatas kepentingan lainnya.
Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai anggota tim kesehatan secara profesional dan sebagai anggota tim kesehatan demi tercapainya cita-cita pembangunan nasional di bidang kesehatan pada umumnya, KIA/KB dan kesehatan keluarga pada khususnya.
Mengupayakan segala sesuatunya agar kaumnya pada detik-detik yang sangat menentukan pada saat menyambut kelahiran insan generasi secara selamat, aman dan nyaman merupakan tugas sentral dari para bidan.
Menelusuri tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang terus meningkat sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat, sudah sewajarnya kode etik bidan ini berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan ideal dan Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai landasan operasional.
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan profesional. Bidan senantiasa berupaya memberikan pemeliharaan kesehatan yang komprehensif terhadap remaja putri, wanita pra nikah, wanita pra hamil, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui, bayi dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi insan Indonesia yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap memperhatikan kebutuhan pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Beberapa kewajiban bidan yang diatur dalam pengabdian profesinya adalah :
a. Kewajiban terhadap klien dan masyarakat
1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya
6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.
b. Kewajiban terhadap tugasnya
1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kenutuhan klien, keluarga dan masyarakat
2) Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan
3) Setiap bidan harus menjamin kerahasian keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan kepentingan klien.
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap teman sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
d. Kewajiban bidan terhadap profesinya
1) Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayan yang bermutu kepada masyarakat
2) Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
1) Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
2) Setiap bidan harus berusaha secara terus-menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
f. Kewajiban bidan terhadap pemerintah Nusa, Bangsa dan Tanah Air
1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat
2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
g. Penutup
Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia. Disempurnakan dan disahkan dalam Konas IBI ke XII tahun 1998 di Denapasar Bali.
APLIKASI AKSIOLOGI DALAM KEBIDANAN
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.
Pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Kemudian pada tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia ( di Rumah Sakit Militer Belanda). Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang militer Belanda (Dr. W. Bosch) lulusan ini kemudian bekerja di rumah sakit juga di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Kursus untuk dukun masih berlangsung sampai dengan sekarang yang memberikan kursus adalah bidan. Perubahan pengetahuan dan ketrampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lain di nusantara ini. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) di mana bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan antenatal, post natal dan pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi dan penyuluhan gizi. Sedangkan luar BKIA, bidan memberikan pertolongan persalinan di rumah keluarga dan pergi melakukan kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari pasca persalinan.
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung dan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana baik di luar gedung maupun di dalam gedung. Pelayanan kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu mencakup empat kegiatan yaitu pemeriksaan kehamilan, pelayanan keluarga berencana, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini melalui instruksi Presiden secara lisan pada sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas sert pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pembinaan dukun bayi. Dalam kaitan tersebut, bidan di desa juga menjadi pelaksana pelayanan kesehatan bayi dan keluarga berencana yang pelaksanaannya sejalan dengan tugas utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam, hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproductive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan palayanan bidan. Area tersebut meliputi :
A. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus
B. Family Planning
C. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
D. Kesehatan reproduksi remaja
E. Kesehatan reproduksi pada orang tua/usia lanjut
Era globalisasi menuntut adanya perubahan cara pandang pada segala bidang termasuk juga kebidanan. Salah satu tujuan pelayanan kebidanan adalah meningkatkan kesejahteraan keluarga pada masa childbearing. Proses adaptasi keluarga pada masa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemahaman tentang ilmu dan teknologi masyarakat. Ketika proses childbearing tidak berubah namun masyarakat kita telah berubah, sehingga bidan harus mampu berfikir kritis, berespon secara tepat terhadap perubahan, trend dan isyu pelaksanaan pelayanan kebidanan.
1) Nilai eksternal yang berkaitan dengan pengetahuan ilmiah
Dilihat dari kegunaan ilmu kebidanan yang berkaitan dengan kemajuan teknologi. Area spesifik kemajuan teknologi yang mempengaruhi pelayanan kebidanan adalah berkaitan dengan fertilitas, konseling genetika dan uji diagnostik antenatal dan intranatal.
a. Fertilitas
Dahulu, konsepsi terjadi begitu saja tanpa diatur dan diperkirakan, namun sekarang dapat diatur dan direncanakan dengan baik. Prosedur in vitro vertilization, inseminasi buatan, ibu pengganti serta cloning manusia telah dilakukan, meskipun sejauh ini masih muncul dilema etik dan moral pada masyarakat kita.
b. Konseling genetika
Konseling genetika telah dianjurkan kepada calon pasangan untuk mencegah kelainan genetika (kecacatan) pada keturunannya.
c. Tes diagnostik
Test diagnostik dalam kebidanan berkembang sangat pesat, memungkinkan kita menentukan status janin dalam uterus seperti amniocentesis, USG dan monitor janin elektrik.
2) Nilai sosial yang menyangkut pandangan masyarakat yang menilai keberadaan suatu pengetahuan atau profesi kebidanan.
Budaya adalah sistem kompleks yang melibatkan pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, nilai, kebiasaan, peran, sikap, dan perilaku. Budaya diturunkan dari generasi ke generasi baik secara formal dan informal. Masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti persepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pada dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar.
Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
a. Misalnya saja masih ada yang menganggap bahwa colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara, colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi.
b. Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan- pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan. Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah. Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
berbagai sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar