Rabu, 26 Oktober 2011

A. DETEKSI DINI KOMPLIKASI MASA POST NATAL (MASA NIFAS).


1. Perdarahan pervagina
Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum atau post partum hemorargi atau hemorargi post partum atau PPH adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan.

Hemorargi post partum primer adalah mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran.


Penyebab:
a. Uterus atonik (terjadi karena misalnya: plasenta atau selaput ketuban tertahan).
b. Trauma genetalia (meliputi penyebab spontan dan trauma akibat pelaksanaan atau gangguan, misalnya kelahiran yang menggunakan peralatan termasuk sectio caesaria, episiotomi).
c. Koagulasi intravascular disetaminata.
d. Inversi uterus.

Hemorargi post partum sekunder adalah mencakup semua kejadian PPH yang terjadi antara 24 jam setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa post partum.

Penyebab:
1. Fragmen plasenta atau selaput ketuban tertahan.
2. Pelepasan jaringan mati setelah persalinan macet (dapat terjadi di serviks, vagina kandung kemih, rectum).
3. Terbukanya luka pada uterus (setelah sectio caesaria, ruptur uterus).

Penatalaksanaan:
Hemorargi post partum primer.
Hemorargi post partum atonik.
1. Pijat uterus agar berkontraksi dan keluarkan bekuan darah.
2. Kaji kondisi pasien (denyut jantung, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, kontraksi uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang sudah keluar. Jika pasien dalam kondisi syok, pastikan jalan nafas dalam kondisi terbuka, palingkan wajah hilang.
3. Berikan oksitosin (oksitosin untuk 10 iu IV dan ergometrin 0,5 IV. Berikan melalui IM apabila tidak bisa melalui IV).
4. Siapkan donor untuk tranfusi, ambil darah untuk cross cek, berikan NaCl 11/15 menit apabila pasien mengalami syok), pada kasus syok yang parah gunakan plasma ekspander.
5. Kandung kemih selalu dalam kondisi kosong.
6. Awasi agar uterus tetap berkontraksi dengan baik. Tambahkan 40 iu oksitosin dalam 1 liter cairan infus dengan tetesan 40 tetes/menit. Usahakan tetap menyusui bayinya.
7. Jika perdarahan persisten dan uterus tetap relaks, lakukan kompresi bimanual.
8. Jika perdarahan persisten dan uterus tetap berkontraksi dengan baik, pastikan laserasi jalan lahir.
9. Jika ada indikasi mungkin terjadi infeksi maka berikan antibiotik.
10. Lakukan pencatatan yang akurat.

Penatalaksanaan lanjutan:
Pantau kondisi pasien selama24-48 jam.

Hal yang harus di hindari:
1. Jangan pernah meninggalkan pasien sendiri sampai perdarahan telah terkendali dan keadaan umum telah stabil.
2. Pada kasus PPH atonik jangan pernah memasukkan pack vagina.
3. Jika penolong berada si rumah perlu dilakukan rujukan.
Hemorargi post partum traumatik
1. Pastikan asal perdarahan.
2. Ambil darah untuk cros check dan lakukan sek kadar HB.
3. Pasang infus IV, NaCl atu Rl jika pasien mengalami syok.
4. Pasien dalam posisi litotomi dan penerangan yang cukup.
5. Perkirakan darah yang hilang.
6. Periksa denyut nadi, tekanan darah dan kondisi umum.
7. Jahit robekan.
8. Berikan antibiotik.
9. Membuat catatan yang akurat.

Hemorargi post partum sekunder
Prioritas dalam penatalaksanaan hemorargi post partum sekunder (sama dengan penatalaksanaan hemorargi post partum primer).
1. Masukkan pasien ke rumah sakit sebagai salah satu kasusu kedaruratan.
2. Lakukan massase uterus, jika uterus masih teraba.
3. Berikan oksitosin.
4. Siapkan donor untuk transfusi.
5. Awasi uterus agar tetap berkontraksi dengan baik.
6. Berikan antibiotik.
7. Jika mungkin siapkan pasien untuk pemeriksaan segera dibawah pengaruh anastesi.

2. Infeksi masa nifas.
Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecahan ketuban atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat dua atau lebih dari hal-hal berikut ini:
a. Nyeri pelvik.
b. Demam 38,5 0C atau lebih.
c. Rabas vagina yang abnormal.
d. Rabas vagina yang berbau busuk.
e. Keterlambatan dalam penurunan uterus.

Bakteri penyebab sepsis puerpuralis:
1. Streptokoccus.
2. Stafilokoccus.
3. E. Coli.
4. Clostridium tetani.
5. Clostridium welchi.
6. Clamidia dan gonocokkus.

Bakteri endogen.
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rectum tanpa menimbulkan bahaya. Bahkan jika tekhnik steril di gunakan dalam persalinan, infeksi ini masih dapat terjadi akibat bakteri endogen. Bakteri endogen dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika:
a. Bakteri ini masuk kedalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen pemeriksaan pelvik.
b. Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/ laserasi atau jaringan mati.
c. Bakteri masuk sampai kedalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
Bakteri eksogen.

Bakteri ini masuk kedalam vagina dari luar yaitu:
a. Malalui tangan dan alat yang tidak steril.
b. Melaluui substansi.
c. Malalui aktivitas seksual.

Tanda dan gejala sepsis puerpuralis.
a. Demam.
b. Nyeri pelviks.
c. Nyeri tekan di uterus.
d. Lokia berbau menyengat.
e. Terjadi keterlambatan dalam penurunan uterus.
f. Pada laserasi terasa nyeri., bengkak dan mengeluarkan darah.

Faktor terjadi sepsis puerpuralis.
a. Anemia/kurang gizi.
b. Higieneyang buruk.
c. Tekhnik asptik yang buruk.
d. Manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir.
e. Adanya jaringan mati pada jalan lahir.
f. Inersi tangan, instrumen atau pembalutyang tidak steril.
g. Ketuban pecah lama.
h. Pemeriksaan vagina yang sering.
i. Kielahiran melalui SC.
j. Laserasi vagina/serviks yang tidak di perbaiki.
k. PMS yang di derita.
l. Hemorragi post partum.
m. Tidak imunisasi tetanus.
n. Diabetes mellitus.

Faktor resiko di masyarakat.
a. Tidak adanya transportasi dan sarana lain.
b. Jarak yang jauh dari fasilitas kesehatan.
c. Status kesehatan wanita yang rendah.
d. Kurangnya pengetahuan tentang sepsis puerpuralis.

Faktor di pelayanan kesehatan.
a. Pemantauan suhu badan yang tidak adekuat setelah persalinan lama dan kelahiran.
b. Tidak adanya asepsis selama persalinan.
c. Pemeriksaan bakteriologis yang tidak adekuat dengan antibiotik yang tepat atau intervensi operatif selanjutnya.
d. Ketidaktersediaan antibiotik yang tepat.

3. Kelainan payudara.
1. Bendungan air susu ibu.
Selama 24-48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi lakteal, payudara sering mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut bendungan air susu atau “caked breast”, sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup hebat dan bisa disertai dengan kenaikan suhu. Kelainan tersebut menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan penggembungan limfatik dalam payudara, yang merupakan prekuser regular untuk terjadi laktasi. Keadaan ini bukan merupakan overdestensi sistem lakteal oleh susu.

Penatalaksanaan:
a. Keluarkan ASI secara manual/ASI tetpa diberikan pada bayi.
b. Menyangga payudara dengan BH yang menyokong.
c. Kompres dengan kantong es.
d. Pemberian analgesik.

2. Mastitis.
Inflamasi perinkimatosa glandula mammaemerupakan komplikasi ante partum yang jarang terjadi tetapi kadang-kadang dijumapi dalam masa nifas dan laktasi.
Gejala mastitis supuratif jarang terlihat sebelum akhir minggu pertama masa nifas dan umumnya baru ditemukan setelah minggu ketiga atau keempat. Bendungan yang mencolok biasanya mendahului inflamasi dengan keluhan pertamanya berupa menggigil atau gejala grigor yang sebenarnya, yang segera di ikuti oleh kenaikan suhu tubuh dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Payudara kemudian menjadi keras serta kemerahan, dan pasien mengeluhkan rasa nyeri.

Gejala mastitis.
a. Gejala mastitis non-infeksius adalah:
1) Ibu memperhatikan adanya “bercak panas”, atau area nyeri tekan yang akut.
2) Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras didaerah nyeri tekan tersebut.
3) Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja.

b. Gejala mastitis infeksius adalah :
1) Ibu mengeluh lemah dan sakit pada otot seperti flu.
2) Ibu dapat mengeluh sakit kepala.
3) Ibu demam.
4) Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara.
5) Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya.
6) Terjadi pembengkakan pada payudara.

Penatalaksanaan.
Bila payudara tegang dan kemerahan maka:
a. Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
b. Sangga payudara.
c. Kompres dingin.
d. Bila diperlukan, berikan paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
e. Ibu harus di dorong menyusui meskipun ada pus.
f. Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik untuk mengurangi demam dan nyeri.
g. Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi (>39 0C), periksa kultur susu terhadap kemungkinan adanya infeksi streptokokal.
h. Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika demam dan gejala berkurang.
i. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA- 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar