Selasa, 01 November 2011

Jaminan Persalinan... Antara Realisasi dan Harapan

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Selanjutnya pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Kemudian pada ayat (3) bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Selanjutnya pada pasal 6 ditegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

Intinya setiap individu atau warga negara berhak untuk hidup sehat dan pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin kesehatan setiap warga negaranya. Namun saat ini banyak masyarakat kurang mampu tidak bisa mengakses pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak setiap warga negara. Sehat menjadi suatu komoditi yang sulit untuk dijangkau, tidak hanya keterjangkauan biaya, tapi kualitas layanan juga menjadi perhatian yang serius. Hal ini jugalah yang menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan data SDKI 2007, AKI saat ini mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 34 per 1000 kelahiran hidup, artinya dalam 1000 persalinan ada sekitar 3 ibu yang meninggal.

Kehamilan dan kelahiran adalah proses normal yang terjadi pada setiap perempuan, maka seharusnya tidak boleh ada ibu yang meninggal karena kehamilan, persalinan maupun masa setelah persalinan. Banyak upaya yang sudah dilakukan pemerintah, salah satunya adalah peningkatan pendidikan bidan, mulai dari pendidikan diploma I menjadi diploma III, namun hal ini dirasa masih kurang cukup untuk bisa menekan AKI di Indonesia. Penyebaran tenaga kesehatan atau bidan dirasa skurang merata pada setiap daerah, selain itu hal lain seperti tiga terlambat atau empat terlalu juga menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu.

Rendahnya pendidikan di masyarakat, budaya dan ekonomi menjadikan sebagian masyarakat masih memilih bersalin pada tenaga non kesehatan (dukun). Hasil Riskesdas 2010, juga menunjukan bahwa persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%, sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baru mencapai 69,3%. Hal ini menunjukan bahwa sekitar 31% persalinan masih ditolong oleh dukun. Kurangnya biaya menjadi salah satu alasan masyarakat untuk memilih bersalin pada dukun.

Dalam upaya mencapai target MDG’s point 4 dan 5 untuk menurukan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran dan AKB manjadi menjadi 23 per 1000 kelahiran menjadi fokus utama pemerintah saat ini. Selain peningkatan pendidikan bidan, program lain yang baru dicanangkan oleh pemerintah adalah Jaminan Persalianan (JAMPERSAL). Dengan jampersal masyarakat yang kurang mampu dapat melakukan pemeriksaan kehamilan, melakukan persalinan dan pemeriksaan nifas pada tenaga kesehatan tanpa dipungut biaya. Sejak dicanangkannya jampersal pada pertengahan tahun 2011, bukan tanpa kendala. Permasalahan saat ini bukan lagi pada masyarakat yang mengkases jampersal melainkan kepada tenaga kesehatan sebagai pelaksana jampersal. Penggantian biaya jampersal kepada bidan dirasakan kurang manusiawi, dan terdapat perbedaan sesuai dengan kebijakan masing-masing daerah,  terlebih proses klaim yang memakan waktu beberapa bulan dan dana yang diklaim tidak langsung dapat dicairkan karena melalui beberapa tahapan. Hal ini tentunya menyebabkan tenaga kesehatan dalam posisi yang sulit, disatu sisi ada kewajiban untuk memberikan asuhan pada perempuan baik saat hamil, bersalin maupun masa sesudahnya tapi di sisi lain mereka juga butuh penghargaan atas jasa yang diberikan.

Kualitas pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam pengelolaan pasien jampersal menjadi sebuah pertanyaan, bagaimanakah kualitas layanan yang diberikan ke pasien jika penghargaan yang diterima tidak sesuai? dan hal ini sangat merugikan masyarakat sebagai penerima layanan, Gratis Sih tapi... banyak kendala dalam pengurusan administrasi, belum lagi kesan dipersulit atau diperlambat dalam menerima pelayanan kesehatan. Lalu Bagaimanakah dengan kualitas layanan tenaga dukun yang mampu memberikan asuhan dari mulai ibu hamil sampai perawatan ibu dan bayi 40 hari setelah melahirkan dengan biaya seadanya?

Pertanyaan terakhir adalah apakah jampersal mampu memberikan kontribusi terhadap penurunan AKI? jawabannya masih terlalu prematutur, dibutuhkan keseriusan pemerintah dan tenaga kesehatan dalam melaksanakan program jampersal. Dukungan pemerintah daerahpun menjadi faktor utama keberhasilan program jampersal di masyarakat. Karena bidan yang merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan kesehatan terdepan seharusnya mendapat imbalan jasa yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sehingga asuhan yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan standar yang seharusnya.

( segerahamil.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar