Rabu, 10 Agustus 2011

Leptospirosis, Tidak Hanya Berasal dari Tikus

Infeksi oleh bakteri Leptospira interrogans mendapat nama yang berbeda-beda di berbagai tempat. Nama alternatif untuk Leptospirosis termasuk mud fever, swamp fever, sugar cane fever and Fort Bragg fever. Kasus yang lebih parah dari Leptospirosis disebut sindrom Weil atau icterohemorrhagic fever. Penyakit pada hewan dan dapat menjadi masalah yang sangat serius dalam industri peternakan. Kuman Leptospira telah ditemukan pada anjing, tikus, ternak, kelinci, landak, sigung, posum, katak, ikan, ular, burung tertentu dan serangga.

Hewan yang terinfeksi akan menularkan bakteri dalam urinenya yang bertahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Di Amerika Serikat, tikus dan anjing lebih sering dikaitkan dengan infeksi Leptospirosis pada manusia daripada hewan lainnya, sedangkan di Indonesia sebagian besar masyarakat menganggap penularan Leptospirosis berasal dari kencing tikus.

Penyebab

Leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira interrogans. Manusia dianggap 'accidental hosts' dan menjadi terinfeksi Leptospira interrogans oleh karena kontak dengan urine (melalui kontak dengan tanah, air, atau tanaman yang telah terkontaminasi oleh urin) dari binatang yang terinfeksi.

Leptospira interrogans dapat bertahan selama enam bulan di luar ruangan. Kuman Leptospira dapat memasuki tubuh lewat luka atau kerusakan kulit lainnya atau melalui selaput lendir (seperti bagian dalam mulut dan hidung).

Setelah melewati barrier kulit, bakteri memasuki aliran darah dan dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh. Infeksi menyebabkan kerusakan pada lapisan dalam pembuluh darah. Hati, ginjal, jantung, paru-paru, sistem saraf pusat dan dapat juga mempengaruhi mata.

Gejala

Gejala infeksi Leptospira terjadi dalam 7-12 hari setelah paparan bakteri. Gejala leptospirosis seringkali tidak spesifik.

1. Gejala fase pertama (Fase bacteremic)

Berlangsung 3-7 hari dengan gejala, antara lain:
a. Demam dengan temperatur 100-105°F (37,8-40,6°C)
b. Sakit kepala parah
c. Nyeri otot
d. Nyeri perut
e. Menggigil
f. Mual
g. Muntah
h. Nyeri punggung
i. Sendi nyeri
j. Kekakuan leher
k. Kelelahan ekstrim
l. batuk
m. Kadang terjadi ruam-ruam di kulit

Setelah tahap pertama penyakit, periode bebas gejala yang singkat dapat terjadi pada sebagian besar pasien.

2. Gejala fase kedua (fase imun) bervariasi pada setiap pasien, antara lain:

a. Demam ringan
b. Sakit kepala
c. Muntah
d. Ruam-ruam pada kulit

Pada fase kedua umumnya juga terjadi aseptic meningitis (gejala meliputi sakit kepala dan fotosensitifitas (mata sensitif terhadap cahaya). Leptospira dapat mempengaruhi mata yaitu membuat mata berwarna keruh dan kekuningan, serta penglihatan kabur.

Pengobatan

Leptospirosis umumnya diobati dengan obat antibiotik, antara lain:
1. Golongan Penisilin
2. Doxycycline (Monodox)
3. Eritromisin (E-Mycin, Ery-Tab).

Pasien dengan kondisi parah akan memerlukan rawat inap untuk perawatan dan pemantauan. Obat lain untuk mengatasi nyeri, demam, muntah, kehilangan cairan, perdarahan, perubahan mental, dan tekanan darah rendah juga dapat diberikan oleh dokter yang menangani.

Pencegahan

Orang yang beresiko sangat tinggi (seseorang yang sering bekerja di tanah basah atau peternakan) dapat melakukan premedikasi atau pencegahan dengan 200 mg Doksisiklin sekali seminggu.

Beberapa cara untuk menghindari infeksi Leptospirosis, antara lain:

1. Hindari berenang atau berendam di kolam atau sungai yang terletak di dekat peternakan.
2. Mensterilisasi (merebus) air sebelum minum atau memasak.
3. Mengontrol keberadaan tikus di sekitar rumah.
4. Jika memiliki hewan peliharaan, pastikan sudah divaksin leptospira.
5. Mengenakan pakaian pelindung (sarung tangan, sepatu bot, celana panjang, dan kemeja lengan panjang) ketika bekerja di tanah basah, kebun atau peternakan.

Sumber: StateUniversity, WebMD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar