Baiknya amalan dhohir seseorang seharusnya menunjukkan baiknya hatinya. Akan tetapi, banyak diantara kita yang menyelisihi kaidah ini. Kita begitu bersemangat memperbanyak dan memperbagus amalan di depan manusia, akan tetapi begitu mudahnya melakukan kemaksiatan disaat sendirian. Kita lebih malu kepada manusia dan tidak malu kepada Allah ta’ala. Lalu apa yang akan kita jawab dihadapan Allah kelak.. Kita berlindung kepada Allah dari sifat-sifat kemunafikan.
Definisi Nifaq
Nifaq secara istilah berarti menampakkan keimanan kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan kepada hari akhir, akan tetapi menyembunyikan sesuatu yang menjadi kebalikannya, baik seluruhnya maupun sebagiannya. Definisi yang lain adalah seorang menampakkan secara dhohir amalan yang disyariatkan tetapi menyembunyikan perkara yang haram yang menyelisihi dhohirnya.
Di dalam AlQur’an banyak disebutkan bahaya sifat nifaq. Diantaranya Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafiq itu adalah orang-orang yang fasiq.” [QS. At-Taubah: 67]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Mereka adalah orang-orang yang keluar dari jalan kebenaran dan masuk ke jalan kesesatan”(Tafsir Ibnu Katsir).
Allah ta’ala juga menjadikan orang-orang munafiq(nifaq akbar) lebih jelek daripada orang-orang kafir. Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu tempatnya di keraknya neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” [QS. An-Nisaa’: 145].
Sungguh terdapat perbedaan yang sangat besar antara seorang mukmin dan orang munafik. Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Seorang mukmin memadukan antara ihsan(amalan yang baik) dan rasa takut(kalau amalnya tidak diterima). Adapun seorang munafik memadukan antara perbuatan jelek dan perasaan aman dari adzab Allah.”
Nifaq dibagi menjadi 2 yaitu nifaq akbar dan nifaq asghar.
1. Nifaq Akbar
Yaitu seorang menampakkan islam di depan manusia dan menyembunyikan kekufurannya. Mereka melakukan amalan-amalan islam, seperti sholat, puasa, zakat, haji, dan yang lainnya. Akan tetapi didalam hatinya tidak beriman kepada Allah ta’ala, tidak beriman atau membenci syariat nabiNya, atau tidak beriman kepada kitabNya, atau tidak beriman kepada adzab kubur, atau tidak mau mengimani bahwa nashrani dan yahudi termasuk orang kafir, atau tidak mau mengimani bahwa agama islam adalah agama yang sempurna, atau keyakinan-keyakinan sesat lainnya yang menyelisihi syariat islam.
Nifaq akbar disebut juga nifaq ‘Itiqodi, karena berkaitan dengan keyakinan. Hukumnya adalah mengeluarkan dari islam sebagaimana syirik akbar dan kufur akbar. Bahkan orang munafiq jenis ini termasuk sejelek-jelek orang kafir. Karena kekafirannya ditambah dengan kedustaan dan penipuan. Mereka lebih berbahaya daripada orang-orang kafir karena bisa merusak islam dari dalam. Amalan dhohir mereka adalah amalan orang-orang yang tunduk dan menerima islam, sedangkan hati mereka adalah hati orang-orang yang memerangi islam. Allah ta’ala berfirman tentang mereka, ”Di antara manusia ada yang mengatakan, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir, padahal mereka itu sesungguhnya bukanlah orang-orang yang beriman”(QS. Al-Baqarah : 8).
Diantara amal orang yang melakukan nifaq akbar adalah mengejek Allah, RasulNya dan kitab AlQur’an, berpaling dari syariat islam, menolong orang kafir untuk memerangi kaum muslimin, gembira dengan kemunduran islam atau kekalahan kaum muslimin, serta mencela para ulama dan orang-orang shalih karena ulama dan orang sholeh tersebut berpegang teguh kepada agama islam.
2. Nifaq Asghar
Yaitu jika seseorang melakukan perbuatan orang-orang munafiq, akan tetapi di dalam hatinya masih ada keimanan kepada Allah ta’ala. Nifaq Asghar sering disebut nifaq ‘amali, karena berkaitan dengan amal perbuatan. Hukum dari nifaq jenis ini adalah haram dan termasuk dosa besar, akan tetapi tidak sampai mengeluarkannya dari agama islam.
Diantara amalan-amalan nifaq asghar adalah berdusta secara sengaja, mengingkari janji dengan sengaja, mengkhianati amanah dengan sengaja, dan melampaui batas dalam berdebat. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, “Ada 4 hal yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang munafiq sejati, dan jika terdapat padanya salah satu dari sifat tersebut, maka ia memiliki satu karakter kemunafikan hingga ia meninggalkannya. Jika dipercaya ia berkhianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika berdebat ia melampaui batas.” (HR. Bukhari nomor 34 dan Muslim nomor 58).
Kemudian sifat orang munafiq yang lain adalah sedikit amalan ketaatannya, malas ketika melakukan ibadah yang wajib, dan riya’ terhadap amalan ibadahnya tersebut. Allah ta’ala berfirman, “ Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah. Dan Allah akan membalas tipu daya mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. (QS. An-Nisa’ : 142).
(Diringkas dari kitab Tadzhib Tashil Aqidah Islamiyyah, Syeikh Abdullah bin abdul aziz al Jibrin, cetakan pertama, hal 105-109 dan hal 176-178)
Sholatlah dengan berjama’ah di masjid
Terdapat sebuah hadist Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, yang menceritakan sifat orang munafiq pada masa nabi dan para shahabatnya, dimana mereka meninggalkan sholat isya’ dan subuh secara berjama’ah di masjid. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651). Saudaraku rahimakumullah, janganlah sampai kita mengikuti sifat orang munafiq dahulu hingga kita menjadi bagian dari mereka. Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 6025). Dan untuk laki-laki muslim, telah diwajibkan untuk mengerjakan sholat wajib secara berjama’ah di masjid. Diantara keutamaannya adalah sebagaimana Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat di seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656). Demikian untuk sholat wajib yang lainnya juga mempunyai banyak keutamaan jika dikerjakan secara berjama’ah di masjid.
Mewaspadai sifat-sifat orang munafik
Saudaraku yang dirahmati Allah, kita telah mengetahui bahaya sifat munafiq dan berbagai macam amalan orang munafiq. Maka hendaknya kita senantiasa memeriksa diri kita, sudah sejauh mana kita menghindari perbuatan tersebut. Dan kita tidak boleh merasa aman dari sifat kemunafikan sebagaimana para Shahabat rodhiyallahu ‘anhu tidak merasa aman darinya. Padahal mereka jauh lebih tinggi kualitas imannya dan amalnya dibandingkan dengan kita.
Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata, “Aku telah bertemu dengan tiga puluh shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka semua merasa khawatir kalau dirinya tertimpa kemunafikan.”
Dan hendaknya kita malu kepada Allah ta’ala yang mengawasi seluruh perbuatan kita. Jangan sampai kita menunjukkan keshalihan kita didepan manusia, sementara disaat sendiri, begitu mudah menerjang larangan-larangan Allah ta’ala.
Penutup
Demikianlah nasihat ini ditujukan untuk diri penulis sendiri dan untuk kaum muslimin semuanya. Marilah kita berusaha mengikhlaskan semua ibadah kita kepada Allah dan berusaha mengikuti petunjuk Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dalam semua sisi kehidupan kita. Marilah kita membersihkan dan memperbaiki keadaan hati kita dan amalan dhohir kita. Semoga kita diberikan tambahan keimanan dan ilmu yang bermanfaat. Dan semoga kita senantiasa dimuliakan oleh Allah di dunia dan diakhirat. Washolallahu ‘ala Muhammad, wa ‘ala alihi wa ashaabihi wasallam. (Ferdiansyah Aryanto).
buletin.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar