Pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya ketimbang tidak tahu sama sekali. Karena itu, salah kaprah akan informasi seks di mata remaja, tentunya harus diluruskan. Kalau tidak, bisa jadi remaja akan menganggap bahwa berhubungan intim sebelum menikah bukanlah sesuatu yang perlu diperhatikan dengan serius.
Salah kaprah ini bisa terlihat dari pendapat beberapa remaja. Misalnya, ada yang berpikir bahwa persetubuhan yang hanya terjadi sekali, tidak akan menimbulkan kehamilan. Atau, meloncat-loncat atau mandi sampai bersih segera setelah melakukan hubungan seksual, bisa mencegah kehamilan.
Pengetahuan seks yang hanya setengah-setengah itu, tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba, tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi. Kesalahan ini antara lain seperti anggapan bahwa berciuman atau berenang di kolam renang yang “tercemar” sperma bisa mengakibatkan kehamilan, mimpi basah dikira mengidap penyakit kotor, kecil hati gara-gara ukuran penis kecil, atau sering melakukan onani bisa menimbulkan impotensi.
Beberapa akibat yang tentunya memprihatinkan ialah terjadinya pengguguran kandungan dengan berbagai risikonya, perceraian pasangan keluarga muda, atau terjangkitnya penyakit menular seksual, termasuk HIV yang kini sudah mendekam di tubuh ratusan orang di Indonesia.
Data yang dikumpulkan dr Boyke Dian Nugraha, DSOG, ahli kebidanan dan penyakit kandungan pada RS Dharmais, menunjukkan bahwa 16%-20% dari remaja yang berkonsultasi kepadanya telah melakukan hubungan seks pranikah.
Sementara itu, Dra Yulia S. Singgih Gunarsa, psikolog dan konselor di sebuah sekolah swasta di Jakarta, juga melihat adanya fenomena tentang makin banyaknya pasangan remaja yang berhubungan dengan calo jasa pengguguran kandungan di Jakarta Pusat dan penggunaan obat-obat pencegah kehamilan.
Bandingkan dengan temuan Marlene M. Maheu, Ph.D., psikolog yang berpraktek di California, AS, bahwa setiap tahun terdapat 1 dari 18 gadis remaja Amerika Serikat hamil sebelum menikah dan 1 dari 5 pasien AIDS tertular HIV pada usia remaja.
Oleh karena itulah, menurut dr Boyke, pendidikan seks secara intensif sejak dini hingga masa remaja tidak bisa ditawar-tawar lagi. Apalagi mengingat sebagian besar penularan AIDS terjadi melalui hubungan seksual.
Survai oleh WHO tentang pendidikan seks membuktikan, pendidikan seks bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seks sembarangan, yang berarti pula mengurangi tertularnya penyakit-penyakit akibat hubungan seks bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar