Kangoroo mother care (KMC) adalah kontak kulit diantara ibu dan bayi secara dini, terus menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif. Tujuannya agar bayi kecil tetap hangat. Dapat dimulai segera setelah lahir atau setelah bayi stabil.
KMC atau yang kita kenal dengan metode kangguru dapat dilakukan dirumah sakit atau di rumah setelah bayi pulang. Bayi tetap bisa dirawat dengan metode kangguru meskipun belum bisa menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
Pengertian
• Posisi kangguru : Kontak antara ibu dan bayi dari kulit ke kulit.
• nutrisi secara kangguru: ASI dini dan eksklusif
• Dukungan secara kangguru: Jangan memisahkan ibu dan bayi.
KEUNTUNGAN YANG DI DAPAT DARI METODE KANGURU BAGI PERAWATAN BAYI :
1. Meningkatkan hubungan emosi ibu dan bayi.
2. Menstabilkan suhu tubuh , denyut jantung , dan pernafasan bayi
3. Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik
4. Mengurangi stress pada ibu dan bayi
5. Mengurangi lama menangis pada bayi
6. Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi
7. Meningkatkan produksi ASI
8. Menurunkan risiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakit
9. Mempersingkat masa rawat di rumah sakit
Lama dilakukannya metode KMC (metode kangguru)
1. Dilakukan sampai bayi berat badan 2500gr atau mendekati 40 minggu atau sampai bayi merasa tidak nyaman lagi dengan metode tersebut, misalnya sering bergerak, gerakan ekstremitas (tangan dan kaki) berlebihan. Atau bila dilakukan KMC bayi menangis.
2. Bila ibu lelah dan ingin beristirahat, dapat digantikan ayah, saudara atau petugas kesehatan. Bila tidak ada yang bisa menggantikan, bayi diberi pakaian hangat dan topi dan diletakkan di boks bayi dalam ruangan yang hangat.
3. Bila bayi sudah tidak nyaman lagi dengan metode kangguru, maka ibu sebaiknya menyapih bayi, dan sebagai penggantinya dapat melakukan kontak kulit lagi pada waktu bayi sehabis mandi, atau kapan saja bayi menginginkan.
Pakaian dan posisi ibu dan bayi
1. Berilah bayi pakaian, topi, popok dan kaus kaki yang hangat.
2. Letakkan bayi di dada ibu:
- Dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu, dan lihat apakah kepala bayi sudah ada di depan dada ibu.
- Posisikan bayi dalam “frog position” yaitu fleksi pada siku dan tungkai, kepala dan dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak keatas (ekstensi).
3. Tutupi bayi dengan pakaian ibu ditambah dengan selimut yang hangat.
- Tidak perlu baju khusus bila baju yang ibu kenakan sudah cukup hangat dan nyaman selama kontak bayi dengan kulit ibu.
- Pada waktu udara dingin, kamar harus hangat.
- Bila baju ibu tidak dapat menahan berat bayi, ibu dapat menggunakan handuk atau kain, kain lebar yang elastik, atau kantong yang dibuat sedemikian rupa untuk menjaga tubuh bayi.
- Dapat pula memakai baju dengan ukuran lebih besar dari badan ibu. Bayi diletakkan diantara payudara ibu. Baju ditangkupkan kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak terjatuh.
Bagaimana dengan aktifitas ibu
1. Ibu dapat bebas bergerak walau berdiri, duduk, jalan, makan bahkan mengobrol.
2. Pada waktu tidur, metode kangguru ini dapat dilaksanakan dengan cara posisi ibu setengah duduk atau dengan meletakkan bantal di belakang punggung ibu.
Bagaimana dengan nutrisi dan pertumbuhan bayi
1. Posisi KMC ideal untuk menyusui bayi
2. Ibu dapat melakukan pemberian ASI, tidak perlu cemas hanya saja cara menyusui dan perlekatan yang benar perlu dipelajari.
3. Bila ibu tidak dapat menyusui, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
4. Pantau jumlah ASI yang diberikan oleh ibu, jangan sampai bayi dehidrasi dan berikan ASI tanpa jadwal dalam arti kapanpun bayi bisa minum ASI.
http://www.kangaroomothercare.com Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, perawat, bidan di rumah sakit rujukan dasar,2003.
Kamis, 31 Desember 2009
MEMPERTAHANKAN SUHU NORMAL BAYI
Pada bayi baru lahir yang sakit atau kecil (berat lahir < class="fullpost">
Pada prinsipnya:
1. Bayi harus tetap berpakaian atau di selimuti setiap saat, agar tetap hangat walau dalam keadaan dilakukan tindakan. Caranya
- Memakai pakaian dan mengenakan topi
- Membungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut lalu diselimuti
- Membuka hanya bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan dan tindakan.
2. Merawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang dari 25 derajat celcius dan bebas dari aliran angin.
3. Jangan meletakkan bayi di dekat benda yang dingin (misal dinding dingin atau jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau dibawah pemancar panas.
4. Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (alasi tempat tidur atau meja periksa dengan kain hangat sebelum meletakkan bayi).
5. Pada waktu memindahkan bayi, jaga bayi agar tetap hangat atau dengan melakukan kontak kulit dengan bidan/perawat/ibu.
6. Ganti popok setiap kali basah.
7. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
Pengukuran suhu tubuh
1. Bila bayi sakit dilakukan pengukuran tiap jam
2. Bila bayi kecil dilakukan pengukuran tiap 12 jam
3. Bila bayi sangat kecil dilakukan tiap 6 jam
4. Bila keadaan bayi membaik dilakukan sekali sehari
Bagaimana cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh
1. Kontak kulit dengan kulit
Baik antara ibu dengan bayi atau ayah dengan bayi bahkan keluarga. Dilakukan pada semua bayi. Tujuannya untuk menghangatkan bayi dalam waktu yang singkat.
2. Kangaroo Mother Care (KMC)/ Metode kangguru
Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan kurang dari 2500gr. Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan nafas berat). Tidak untuk ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat merawat bayinya.
3. Pemancar panas (bola lampu)
Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500gr atau lebih. Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan atau menghangatkan kembali bayi hipotermi.
4. Inkubator
Penghangatan berkelanjutan bayi dengan <1500gram>
Pada prinsipnya:
1. Bayi harus tetap berpakaian atau di selimuti setiap saat, agar tetap hangat walau dalam keadaan dilakukan tindakan. Caranya
- Memakai pakaian dan mengenakan topi
- Membungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut lalu diselimuti
- Membuka hanya bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan dan tindakan.
2. Merawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang dari 25 derajat celcius dan bebas dari aliran angin.
3. Jangan meletakkan bayi di dekat benda yang dingin (misal dinding dingin atau jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau dibawah pemancar panas.
4. Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (alasi tempat tidur atau meja periksa dengan kain hangat sebelum meletakkan bayi).
5. Pada waktu memindahkan bayi, jaga bayi agar tetap hangat atau dengan melakukan kontak kulit dengan bidan/perawat/ibu.
6. Ganti popok setiap kali basah.
7. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
Pengukuran suhu tubuh
1. Bila bayi sakit dilakukan pengukuran tiap jam
2. Bila bayi kecil dilakukan pengukuran tiap 12 jam
3. Bila bayi sangat kecil dilakukan tiap 6 jam
4. Bila keadaan bayi membaik dilakukan sekali sehari
Bagaimana cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh
1. Kontak kulit dengan kulit
Baik antara ibu dengan bayi atau ayah dengan bayi bahkan keluarga. Dilakukan pada semua bayi. Tujuannya untuk menghangatkan bayi dalam waktu yang singkat.
2. Kangaroo Mother Care (KMC)/ Metode kangguru
Untuk menstabilkan bayi dengan berat badan kurang dari 2500gr. Tidak untuk bayi yang sakit berat (sepsis, gangguan nafas berat). Tidak untuk ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat merawat bayinya.
3. Pemancar panas (bola lampu)
Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500gr atau lebih. Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan atau menghangatkan kembali bayi hipotermi.
4. Inkubator
Penghangatan berkelanjutan bayi dengan <1500gram>
CARA MENGUKUR SUHU TUBUH BAYI
Demam adalah gejala berupa naiknya suhu tubuh sebagai respon normal tubuh terhadap suatu gangguan. Suhu tubuh diukur dengan termometer, dikatakan demam bila:
1. Suhu rektal (di dalam dubur): lebih dari 38ºC
2. Suhu oral (di dalam mulut): lebih dari 37.5ºC
3. Suhu ketiak: lebih dari 37.2ºC
4. Termometer bentuk dot bayi digital: lebih dari 37.8ºC
5. Suhu telinga: mode rektal: lebih dari 38ºC; mode oral: lebih dari 37.5ºC
Suhu tubuh dikendalikan oleh suatu bagian dari otak yang disebut hipotalamus. Hipotalamus berusaha agar suhu tubuh tetap hangat (36,5-37,5 ºC ) meskipun lingkungan luar tubuh berubah-ubah. Hipotalamus mengatur suhu dengan cara menyeimbangkan antara produksi panas pada otot dan hati dan pengeluaran panas pada kulit dan paru-paru. Ketika ada infeksi, sistem kekebalan tubuh meresponnya dengan melepaskan zat kimia dalam aliran darah. Zat kimia tersebut akan merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu tubuh dan akhirnya akan menambah jumlah sel darah putih yang berguna dalam melawan kuman.
Gejala
Tergantung dari apa yang menyebabkan demam, gejala yang sering menyertai demam antara lain:
1. Berkeringat
2. Menggigil
3. Sakit kepala
4. Nyeri otot
5. Nafsu makan menurun
6. Lemas
7. Dehidrasi
Demam yang sangat tinggi, lebih dari 39,0 derajat celcius, dapat menyebabkan:
1. Halusinasi
2. Kejang
Mengukur suhu tubuh biasanya menggunakan termometer. Kalau dulu biasanya ibu hanya mengenal termometer konvensional yang terbuat dari kaca dan berisi air raksa, sekarang dikenal berbagai jenis termometer digital di pasaran, Kelebihan termometer digital dijamin akurat, karena memperlihatkan angka sampai bilangan yang terkecil dan termometer jenis ini praktis serta hasil pengukurannya sangat cepat. Tetapi kekurangan termometer digital yakni sangat rentan terhadap udara lembap dan air. Ditambah lagi harganya lebih mahal ketimbang yang konvensional.
Cara mengukur suhu tubuh bayi
Mengukur suhu tubuh bayi di ketiak (aksiler)
1. Gunakan termomater yang dapat mengukur suhu sampai 35ºC
2. Pakai termometer yang bersih
3. Upayakan bayi tetap hangat selama pengukuran dilaksanakan (misalnya menyelimuti dengan kain yang hangat atau meletakkannya diatas permukaan yang hangat).
4. Letakkan bayi dalam posisi terlentang.
5. Kocok termometer sampai angka di bawah 35ºC
6. Letakkan ujung termometer pada apeks aksila (ketiak) dan rapatkan lengan ke badan bayi atau silangkan lengan di depan dada selama minimal lima menit.
7. Cabut termometer dan baca suhunya. Bila suhu terlalu rendah untuk dicatat dalam termometer ini (kurang dari 35ºC) ukur suhu rectal.
8. Setelah selesai, basuh termometer dengan larutan pembersih klorin 0,5% sesudah digunakan.
Mengukur suhu tubuh bayi di dubur(rectum)
1. Yakinkan bahwa termometer bersih.
2. Jaga agar bayi tetap hangat selama pengukuran dilaksanakan (misalnya menyelimuti bayi dengan kain atau meletakkannya di tempat yang hangat).
3. Letakkan bayi dalam posisi terlentang.
4. Beri jeli atau pelumas pada termometer dengan menggunakan pelumas berbasis air.
5. Letakkan termometer di dalam dubur paling dalam 2 cm dan pertahankan minimal selama 3 menit.
6. Jangan meninggalkan bayi sendirian selama termometer masih di dubur bayi karena gerakan bayi dapat mengakibatkan robekan pada rektum.
7. Cabut termometer dan baca hasilnya.
8. Basuh termometer dengan larutan pembersih atau klorin 0,5% sesudah digunakan.
Mengukur suhu tubuh bayi melalui mulut:
1. Letakkan ujung termometer di bawah lidah
2. Tutup mulut selama 3 menit
3. Keluarkan termometer dari mulut dan bacalah hasilnya
Yang perlu diperhatikan lagi adalah kebutuhan cairan. Demam meningkatkan kebutuhan akan cairan. Setiap kenaikan suhu tubuh sebesar 1 derajat celcius, maka kebutuhan cairan meningkat sebanyak 12,5%. Oleh karena itu, orang yang demam tidak boleh kekurangan cairan sehingga disarankan untuk banyak minum.
Pada kasus-kasus seperti di bawah ini sangat dianjurkan untuk segera berkonsultasi dengan dokter, yaitu:
1. bayi berusia kurang dari 3 bulan dengan suhu dubur sama dengan atau lebih dari 38 derajat celcius
2. bayi berusia lebih dari 3 bulan dengan suhu dubur sama dengan atau lebih dari 38,9 derajat celcius
3. bayi yang baru dilahirkan dengan suhu dubur kurang dari 38,1 derajat celcius
4. anak berusia kurang dari 2 tahun dengan demam lebih dari 1 hari
5. anak berusia 2 tahun atau lebih dengan demam lebih dari 3 hari
6. orang dewasa dengan suhu dubur lebih dari 39,4 derajat celcius atau demam lebih dari 3 hari
7. jika demam disertai gejala-gejala seperti: sakit kepala berat, pembengkakan hebat pada tenggorokan, ruam kulit, mata menjadi sensitif terhadap cahaya terang
8. kaku pada leher dan nyeri saat kepala ditundukkan
9. gangguan kesadaran
10. muntah yang terus menerus
11. sulit bernapas atau nyeri dada
12. nyeri perut atau nyeri saat buang air kecil
sumber
Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir 2003
klikdokter
Selasa, 29 Desember 2009
ASAM FOLAT Penting Untuk Ibu Hamil
by bidan f.oka
Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya berlipa dua. Sekitar 24 – 60% wanita, baik di negara sedang berkembang maupun yang telah maju mengalami kekurangan asam folat karena kandungan asam folat di dalam makanan sehari-hari mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan wanita hamil.
Kekurangan asam folat secara marginal mengakibatkan peningkatan kepekaan, lelah berat, dan gangguan tidur. Dua kondisis pertama menyebabkan kaki kejang. Kekejangan ini biasanya timbul pada malam hari sehingga lama-kelamaan mengganggu tidur penderita, yang dikenal sebagai restless leg syndrome. Jika kekurangan asam folat bertambah parah, akan terjadi anemia yang ditandai dengan penampakan kelelahan dan depresi.
Kekurangan asam polat yang parah mengakibatkan anemia megaloblastik atau megalositik karena peran asam folat dalam metabolisme normal makanan menjadi energi, pematangan sel darah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel dan pembentukan heme. Gejala anemia jenis ini adalah diare, depresi, lelah berat, ngantuk berat, pucat dan perlambatan frekuensi nadi.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat badan lahir rendah, ablasio plasenta, dan neural tube defect. Bentuk konkret neural tube defect ialah anensefali dan spina bifida. Bayi yang mengalami kelainan yang pertama biasanya lahir mati; sementara mereka yang menderita spina bifida, jika diobati dengan tepat masih dapat hidup hingga dewasa, namun tentu saja dengan kecacatan. Untuk berjalan saja mereka memerlukan alat bantu (tongkat dan sejenisnya). CDC (communicable Disease Control and Prevention) memperkirakan sekitar 2500 bayi di Amerika Serikat terlahir dengan kecacatan demikian.
Pemberian suplementasi terbukti mampu menghapus kelainan ini. Penelitian di Universitas California membuktikan, bahwa asupan asam folat sebayak 0,4 mg sehari dapat menurunkan risiko terjadinya spina bifida dan anencephaly, meskipun kemudian dibantah oleh Czeizel dari National Institute of Hygiene, Budapest, RDA USA sebesar 0,4-0,8 mg tidak efektif dalam menurunkan cacat lahir. Perbedaan pendapat itu kemudian ditengahi oleh CDC (1991), yaitu dengan menganjurkan wanita yang pernah melahirkan bayi penderita neural tube defect, untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 4 mg sehari pada kehamilan selanjutnya. Sementara itu widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V (1993) menganjurkan dosis 5 µg/kg/hari (200) µg tanpa membatasi pernah atau tidaknya melahirkan bayi cacat.
Suplementasi sebaiknya diberikan sekitar 28 hari setelah ovulasi atau pada 28 hari pertama kehamilan, karena otak dan sumsum tulang belakang dibentuk pada minggu pertama kehamilan. Dengan demikian pemberian suplementasi harus diberikan sebelum konsepsi terjadi. Besarnya suplementasi asam folat yang dibutuhkan ibu yakni 280 µg pada trimester I, 660 µg pada trimester II, dan 470 µg pada trimester III.
Strategi pencegahan kekurangan asam folat mencakup peningkatan kesadaran akan pentingnya konsumsi makanan yang kaya akan asam folat, atau suplemen folat sebanyak 400 µg setiap hari.
Jenis makanan yang banyak mengandung asam folat antara lain ragi (1000 µg/100g), hati (250 µg/100gr), brokoli, sayur berdaun hijau, bayam, asparagus dan kacang-kacangan, misalnya kacang kering, kacang kedelai (100 µg/100g). Sumber lain adalah ikan, daging, jeruk, dan telur. Jeruk ukuran sedang atau secangkir air jeruk mengandung 70 µg; setengah cangkir brokoli masak mengandung 50 µg; telur 25 µg; dan setengah cnagkir kacang tanah mengandung 70 µg asam folat.
Sumber
Arisman MB. Gizi dalam daur kehidupan. EGC;Bandung;2003.
Berbagai sumber
Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya berlipa dua. Sekitar 24 – 60% wanita, baik di negara sedang berkembang maupun yang telah maju mengalami kekurangan asam folat karena kandungan asam folat di dalam makanan sehari-hari mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan wanita hamil.
Kekurangan asam folat secara marginal mengakibatkan peningkatan kepekaan, lelah berat, dan gangguan tidur. Dua kondisis pertama menyebabkan kaki kejang. Kekejangan ini biasanya timbul pada malam hari sehingga lama-kelamaan mengganggu tidur penderita, yang dikenal sebagai restless leg syndrome. Jika kekurangan asam folat bertambah parah, akan terjadi anemia yang ditandai dengan penampakan kelelahan dan depresi.
Kekurangan asam polat yang parah mengakibatkan anemia megaloblastik atau megalositik karena peran asam folat dalam metabolisme normal makanan menjadi energi, pematangan sel darah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel dan pembentukan heme. Gejala anemia jenis ini adalah diare, depresi, lelah berat, ngantuk berat, pucat dan perlambatan frekuensi nadi.
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat badan lahir rendah, ablasio plasenta, dan neural tube defect. Bentuk konkret neural tube defect ialah anensefali dan spina bifida. Bayi yang mengalami kelainan yang pertama biasanya lahir mati; sementara mereka yang menderita spina bifida, jika diobati dengan tepat masih dapat hidup hingga dewasa, namun tentu saja dengan kecacatan. Untuk berjalan saja mereka memerlukan alat bantu (tongkat dan sejenisnya). CDC (communicable Disease Control and Prevention) memperkirakan sekitar 2500 bayi di Amerika Serikat terlahir dengan kecacatan demikian.
Pemberian suplementasi terbukti mampu menghapus kelainan ini. Penelitian di Universitas California membuktikan, bahwa asupan asam folat sebayak 0,4 mg sehari dapat menurunkan risiko terjadinya spina bifida dan anencephaly, meskipun kemudian dibantah oleh Czeizel dari National Institute of Hygiene, Budapest, RDA USA sebesar 0,4-0,8 mg tidak efektif dalam menurunkan cacat lahir. Perbedaan pendapat itu kemudian ditengahi oleh CDC (1991), yaitu dengan menganjurkan wanita yang pernah melahirkan bayi penderita neural tube defect, untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 4 mg sehari pada kehamilan selanjutnya. Sementara itu widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V (1993) menganjurkan dosis 5 µg/kg/hari (200) µg tanpa membatasi pernah atau tidaknya melahirkan bayi cacat.
Suplementasi sebaiknya diberikan sekitar 28 hari setelah ovulasi atau pada 28 hari pertama kehamilan, karena otak dan sumsum tulang belakang dibentuk pada minggu pertama kehamilan. Dengan demikian pemberian suplementasi harus diberikan sebelum konsepsi terjadi. Besarnya suplementasi asam folat yang dibutuhkan ibu yakni 280 µg pada trimester I, 660 µg pada trimester II, dan 470 µg pada trimester III.
Strategi pencegahan kekurangan asam folat mencakup peningkatan kesadaran akan pentingnya konsumsi makanan yang kaya akan asam folat, atau suplemen folat sebanyak 400 µg setiap hari.
Jenis makanan yang banyak mengandung asam folat antara lain ragi (1000 µg/100g), hati (250 µg/100gr), brokoli, sayur berdaun hijau, bayam, asparagus dan kacang-kacangan, misalnya kacang kering, kacang kedelai (100 µg/100g). Sumber lain adalah ikan, daging, jeruk, dan telur. Jeruk ukuran sedang atau secangkir air jeruk mengandung 70 µg; setengah cangkir brokoli masak mengandung 50 µg; telur 25 µg; dan setengah cnagkir kacang tanah mengandung 70 µg asam folat.
Sumber
Arisman MB. Gizi dalam daur kehidupan. EGC;Bandung;2003.
Berbagai sumber
Kehamilan dan Vegetarian
by bidan f.oka
Kehamilan merupakan anugerah yang sangat menakjubkan bagi setiap pasangan. Untuk menjalani proses kehamilan dengan baik dibutuhkan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan ibu hamil. Tapi bagaimana dengan ibu hamil yang vegetarian?
Manusia pada umumnya tergolong pemakan semua jenis makanan atau istilahnya omnivora. Sementara vegetarian adalah kelompok eksklusif yang tidak mau menyantap daging hewan.
Kelompok ini terbagi berdasarkan jenis pangan yang diinginkan atau ditolak, menjadi vegetarian setengah hati (semi vegetarian) dan vegetarian total. Vegetarian paruhan ini menolak hanya sebagian hewan, misalnya tidak mau makan daging merah saja. Polllovegetarian hanya menyantap unggas dan tetumbuhan, sementara pascovegetarian makan ikan dan tetumbuhan. Lactovovegetarian hanya menyukai telur, susu dan hasil olahannya. Ovovegetarian hanya menyenangi telur. Lactovegetarian hanya memakan hasil olahan susu (es krim dan keju) Yang paling ekstrem tentu saja vegetarian total (vegan vegetarian) yang mengharamkan semua makanan kecuali tumbuhan.
Karakteristik para vegetarian adalah:
1. Berat badan ideal terhadap usia dan tinggi badan biasanya rendah
2. Cenderung menderita berbagai defisiensi zat gizi, seperti vitamin B12 (mengakibatkan anemia defisiansi), riboplavin, vitamin D, kalsium serta protein.
Perencanaan gizi bergantung pada jenis makanan yang dihindari serta kesiapan seseorang untuk memperoleh makanan yang fungsinya dapat saling melengkapi. Bebijian misalnya, sebaiknya disantap bersama dengan kacang. Jika makananan diracik dengan tepat, seorang vegan hanya membutuhkan suplemen B12. Namun jika menu ditata sembarangan, maka seorang ibu hamil dapat kekurangan zat gizi yang esensial seperti kalsium, seng, protein, dan riboplavin.
Vegetarian harus makan sesering mungkin untuk memenuhi kebutuhan kalori agar berat badan bertambah dan sebagai konservasi protein. Jika berat badan tidak bertambah, pekerjaan fisik harus dikurangi.
Berikut ini merupakan zat gizi yang dibutuhkan ibu hamil Vegetarian:
1. Asam Folat, ada pada sayuran berwarna hijau (bayam, kangkung, sawi, dll), polong-polongan, gandum murni, brokoli, kacang-kacangan, buah-buahan seperti jeruk, lemon. Asam Folat ini diperlukan untuk memproduksi protein dan darah, sekaligus berfungsi sebagai pertumbuhan atau pembelahan sel, membantu pembentukan hemoglobin, sintesis ARN dan ADN. Kebutuhan asam folat pada ibu hamil perharinya 600mikrogram.
2. Besi, ada pada buah kering, gandum, polong-polongan, dan sayuran berwarna hijau. Fungsinya membawa oksigen dalam darah, mencegah anemia, meningkatkan kekebalan terhadap infeksi.
3. Tembaga, ada pada kacang-kacangan, polong-polongan dan air. Fungsinya untuk membantu penggunaan zat besi dalam tubuh dan metabolisme energi dalam tubuh.
4. Kalsium, ada pada sayuran berdaun hijau, kacang mete, kacang polong, tahu, yogurt, susu kedelai. Fungsinya memperkuat tulang, gigi, membantu pembekuan darah, dan membangun otot.
5. Iodin, ada pada garam iodin, rumput laut, fungsinya untuk meningkatkan angka metabolisme basal ibu.
6. Magnesium, ada pada polong-polongan, sereal gandum, sayuran berhijau daun. Fungsinya kerja saraf dan otot, membantu tubuh memproses karbohidrat.
7. Seng, ada pada rumput laut, gandum. Fungsinya untuk pembuatan insulin, membantu sintesis protein, ARN dan ADN
8. Niasin, ada pada sereal gandum. Fungsinya untuk kesehatan kulit, saraf dan pencernaan, membantu tubuh menggunakan karbohidrat.
9. Fosfor, ada pada seral gandum dan polong-polongan. Fungsinya untuk pembentukan kerangka dan gigi janin, dan memenuhi kalsium ibu.
10. Potasium, ada pada pisang, kentang, kismis, dan yogurt. Fungsinya menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh serta kerja otot.
11. Tiamin (B1), ada pada roti dan sereal gandum. Fungsinya membantu tubuh mencerna karbohidrat.
12. Riboflavin (B2), ada pada roti, sereal, sayuran berdaun hijau. Fungsinya membantu tubuh melepaskan energi ke sel, untuk kesehatan kulit dan mata.
13. Vitamin A, ada pada sayuran bedaun hijau, sayuran jingga dan kuning, wortel, blewah. Fungsinya untuk perkembangan sel, pembentukan gigi dan pertumbuhan tulang.
14. Vitamin B6, ada pada pisang, gandum, polong-polongan. Fungsinya membantu membentuk sel-sel darah merah dan membantu proses karbohidrat, lemak, lipid dan membuat ADN
15. Vitamin B12 ada pada margarin, susu kedelai dan suplemen makanan. Fungsinya untuk pembentukan sel-sel darah mearah dan membantu menjaga saraf.
16. Vitamin C, ada pada buah-buahan sitrus, brokoli, paprika hijau, strawberry, kubis, tomat, melon, kentang. Fungsinya untuk mempercepat penyembuhan luka dan tulang, meningkatkan kekebalan terhadap infeksi.
17. Vitamin D, ada pada susu kedelai, sayuran berdaun hijau, sinar matahari. Fungsinya membantu tubuh menggunakan kalsium dan fosfor dan dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi.
18. Vitamin E, ada pada minyak sayur, sereal gandum dan sayuran berdaun hijau. Fungsinya untuk mencegah anemia pada bayi prematur, dan penting sebagai antioksidan.
Sumber
Arisman MB. Gizi dalam daur kehidupan. EGC;Bandung;2003.
Kehamilan merupakan anugerah yang sangat menakjubkan bagi setiap pasangan. Untuk menjalani proses kehamilan dengan baik dibutuhkan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan ibu hamil. Tapi bagaimana dengan ibu hamil yang vegetarian?
Manusia pada umumnya tergolong pemakan semua jenis makanan atau istilahnya omnivora. Sementara vegetarian adalah kelompok eksklusif yang tidak mau menyantap daging hewan.
Kelompok ini terbagi berdasarkan jenis pangan yang diinginkan atau ditolak, menjadi vegetarian setengah hati (semi vegetarian) dan vegetarian total. Vegetarian paruhan ini menolak hanya sebagian hewan, misalnya tidak mau makan daging merah saja. Polllovegetarian hanya menyantap unggas dan tetumbuhan, sementara pascovegetarian makan ikan dan tetumbuhan. Lactovovegetarian hanya menyukai telur, susu dan hasil olahannya. Ovovegetarian hanya menyenangi telur. Lactovegetarian hanya memakan hasil olahan susu (es krim dan keju) Yang paling ekstrem tentu saja vegetarian total (vegan vegetarian) yang mengharamkan semua makanan kecuali tumbuhan.
Karakteristik para vegetarian adalah:
1. Berat badan ideal terhadap usia dan tinggi badan biasanya rendah
2. Cenderung menderita berbagai defisiensi zat gizi, seperti vitamin B12 (mengakibatkan anemia defisiansi), riboplavin, vitamin D, kalsium serta protein.
Perencanaan gizi bergantung pada jenis makanan yang dihindari serta kesiapan seseorang untuk memperoleh makanan yang fungsinya dapat saling melengkapi. Bebijian misalnya, sebaiknya disantap bersama dengan kacang. Jika makananan diracik dengan tepat, seorang vegan hanya membutuhkan suplemen B12. Namun jika menu ditata sembarangan, maka seorang ibu hamil dapat kekurangan zat gizi yang esensial seperti kalsium, seng, protein, dan riboplavin.
Vegetarian harus makan sesering mungkin untuk memenuhi kebutuhan kalori agar berat badan bertambah dan sebagai konservasi protein. Jika berat badan tidak bertambah, pekerjaan fisik harus dikurangi.
Berikut ini merupakan zat gizi yang dibutuhkan ibu hamil Vegetarian:
1. Asam Folat, ada pada sayuran berwarna hijau (bayam, kangkung, sawi, dll), polong-polongan, gandum murni, brokoli, kacang-kacangan, buah-buahan seperti jeruk, lemon. Asam Folat ini diperlukan untuk memproduksi protein dan darah, sekaligus berfungsi sebagai pertumbuhan atau pembelahan sel, membantu pembentukan hemoglobin, sintesis ARN dan ADN. Kebutuhan asam folat pada ibu hamil perharinya 600mikrogram.
2. Besi, ada pada buah kering, gandum, polong-polongan, dan sayuran berwarna hijau. Fungsinya membawa oksigen dalam darah, mencegah anemia, meningkatkan kekebalan terhadap infeksi.
3. Tembaga, ada pada kacang-kacangan, polong-polongan dan air. Fungsinya untuk membantu penggunaan zat besi dalam tubuh dan metabolisme energi dalam tubuh.
4. Kalsium, ada pada sayuran berdaun hijau, kacang mete, kacang polong, tahu, yogurt, susu kedelai. Fungsinya memperkuat tulang, gigi, membantu pembekuan darah, dan membangun otot.
5. Iodin, ada pada garam iodin, rumput laut, fungsinya untuk meningkatkan angka metabolisme basal ibu.
6. Magnesium, ada pada polong-polongan, sereal gandum, sayuran berhijau daun. Fungsinya kerja saraf dan otot, membantu tubuh memproses karbohidrat.
7. Seng, ada pada rumput laut, gandum. Fungsinya untuk pembuatan insulin, membantu sintesis protein, ARN dan ADN
8. Niasin, ada pada sereal gandum. Fungsinya untuk kesehatan kulit, saraf dan pencernaan, membantu tubuh menggunakan karbohidrat.
9. Fosfor, ada pada seral gandum dan polong-polongan. Fungsinya untuk pembentukan kerangka dan gigi janin, dan memenuhi kalsium ibu.
10. Potasium, ada pada pisang, kentang, kismis, dan yogurt. Fungsinya menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh serta kerja otot.
11. Tiamin (B1), ada pada roti dan sereal gandum. Fungsinya membantu tubuh mencerna karbohidrat.
12. Riboflavin (B2), ada pada roti, sereal, sayuran berdaun hijau. Fungsinya membantu tubuh melepaskan energi ke sel, untuk kesehatan kulit dan mata.
13. Vitamin A, ada pada sayuran bedaun hijau, sayuran jingga dan kuning, wortel, blewah. Fungsinya untuk perkembangan sel, pembentukan gigi dan pertumbuhan tulang.
14. Vitamin B6, ada pada pisang, gandum, polong-polongan. Fungsinya membantu membentuk sel-sel darah merah dan membantu proses karbohidrat, lemak, lipid dan membuat ADN
15. Vitamin B12 ada pada margarin, susu kedelai dan suplemen makanan. Fungsinya untuk pembentukan sel-sel darah mearah dan membantu menjaga saraf.
16. Vitamin C, ada pada buah-buahan sitrus, brokoli, paprika hijau, strawberry, kubis, tomat, melon, kentang. Fungsinya untuk mempercepat penyembuhan luka dan tulang, meningkatkan kekebalan terhadap infeksi.
17. Vitamin D, ada pada susu kedelai, sayuran berdaun hijau, sinar matahari. Fungsinya membantu tubuh menggunakan kalsium dan fosfor dan dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi.
18. Vitamin E, ada pada minyak sayur, sereal gandum dan sayuran berdaun hijau. Fungsinya untuk mencegah anemia pada bayi prematur, dan penting sebagai antioksidan.
Sumber
Arisman MB. Gizi dalam daur kehidupan. EGC;Bandung;2003.
Senin, 28 Desember 2009
Jangan Takut ke Bidan..
by bidan f.oka
Menjalani kehamilan dan persalinan merupakan proses panjang yang membutuhkan perhatian ekstra serta dapat menimbulkan kecemasan. Terutama apabila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Menjalani kehamilan dengan aman membutuhkan dukungan, bukan saja dari keluarga tetapi dari tenaga kesehatan profesional yang khusus menangani kehamilan dan persalinan yaitu bidan dan dokter kandungan.
Terkadang ibu hamil dan pasangan bingung memilih memeriksakan kehamilan dan bersalin di dokter kandungan atau bidan. Masing-masing tenaga kesehatan tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Tapi kali ini saya akan membahas tentang bidan.
Bidan dalam yang dalam bahasa inggrisnya disebut midwife berarti pendamping wanita. Sedangkan dalam bahasa sansekerta bidan dikatakan wirdhan yang berarti wanita bijaksana. Sementara bidan dalam arti yang lebih serius lagi merupakan seorang wanita yang sudah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memiliki kualifikasi serta diberi izin untuk berpraktek sesuai tugas dan wewenangnya di negeri ini.
Banyak ibu-ibu hamil/bersalin memilih bidan dengan alasan lebih telaten dalam mendengarkan keluh kesah ibu, bahkan tidak jarang diskusi antara ibu dan bidan melenceng dari informasi kesehatan, misalnya ibu malah jadi curhat tentang tingkah polah sang suami sampai rahasia-rahasia mertua yang dititipkan sebagai rahasia berdua. Sebagai sesama perempuan banyak yang merasa seakan-akan sedang berbicara dengan kakak atau sesama wanita yang pastinya lebih mengerti dan empati terhadap wanita. Bidan juga lebih sabar, lebih empati, dan tidak kaku bila berhadapan dengan dengan ibu, tapi itu juga tergantung dari pribadi masing-masing bidannya.
Bidan memang diberikan hak dan tanggung jawab untuk menangani proses yang normal saja, misalnya kehamilan normal dan persalinan normal. Kecuali di daerah tersebut tidak ada dokter kandungan dan untuk meng-aksesnya membutuhkan banyak waktu sehingga mengancam keselamatan ibu dan bayinya. Bila ditemukan tanda-tanda kelainan yang mengarah pada ketidaknormalan, bidan harus berkolaborasi dengan dokter kandungan. Tapi bila ibu datang pada bidan dengan kelainan maka langsung di rujuk pada dokter kandungan. Bukan berarti bidan yang terkadang terlalu berhati-hati atau terlalu cepat merujuk pada dokter kandungan merupakan bidan yang tidak profesional, tetapi merupakan satu upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi secara cepat. Meskipun masih banyak bidan yang bangga bisa menangani kasus-kasus kehamilan dan persalinan yang tidak normal, padahal tindakan tersebut sangat berisiko dan bukan merupakan wewenangnya.
Biaya pemeriksaan di bidan lebih murah, karena tekhnologi yang digunakan juga sederhana. Tetapi cukup bisa menggambarkan kondisi kesehatan ibu. Fasilitas yang diberikan oleh bidan sudah semakin baik, dengan banyaknya Rumah Bersalin sampai rumah sakit yang dimiliki oleh bidan.
Banyak juga ibu-ibu yang takut periksa ke bidan dengan alasan kadang bidan tampak tidak cerdas dan kelihatan tidak cekatan. Padahal pendidikan kebidanan pada saat ini sudah maju pesat. Bidan-bidan senior yang dulunya hanya setingkat D1, sekarang minimal berpendidikan D3. Bahkan pendidikan kebidanan di Indonesia sudah mencapai tingkat strata dua Kebidanan. Ini membuktikan pelayanan yang diberikan oleh bidan akan semakin baik lagi. Dengan semakin banyaknya bidan dan pendidikan kebidanan, maka kualitas bidan diharapkan dapat lebih ditingkatkan lagi.
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.soc.ucsb.edu/sexinfo/images
Menjalani kehamilan dan persalinan merupakan proses panjang yang membutuhkan perhatian ekstra serta dapat menimbulkan kecemasan. Terutama apabila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Menjalani kehamilan dengan aman membutuhkan dukungan, bukan saja dari keluarga tetapi dari tenaga kesehatan profesional yang khusus menangani kehamilan dan persalinan yaitu bidan dan dokter kandungan.
Terkadang ibu hamil dan pasangan bingung memilih memeriksakan kehamilan dan bersalin di dokter kandungan atau bidan. Masing-masing tenaga kesehatan tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Tapi kali ini saya akan membahas tentang bidan.
Bidan dalam yang dalam bahasa inggrisnya disebut midwife berarti pendamping wanita. Sedangkan dalam bahasa sansekerta bidan dikatakan wirdhan yang berarti wanita bijaksana. Sementara bidan dalam arti yang lebih serius lagi merupakan seorang wanita yang sudah menyelesaikan pendidikan kebidanan dan memiliki kualifikasi serta diberi izin untuk berpraktek sesuai tugas dan wewenangnya di negeri ini.
Banyak ibu-ibu hamil/bersalin memilih bidan dengan alasan lebih telaten dalam mendengarkan keluh kesah ibu, bahkan tidak jarang diskusi antara ibu dan bidan melenceng dari informasi kesehatan, misalnya ibu malah jadi curhat tentang tingkah polah sang suami sampai rahasia-rahasia mertua yang dititipkan sebagai rahasia berdua. Sebagai sesama perempuan banyak yang merasa seakan-akan sedang berbicara dengan kakak atau sesama wanita yang pastinya lebih mengerti dan empati terhadap wanita. Bidan juga lebih sabar, lebih empati, dan tidak kaku bila berhadapan dengan dengan ibu, tapi itu juga tergantung dari pribadi masing-masing bidannya.
Bidan memang diberikan hak dan tanggung jawab untuk menangani proses yang normal saja, misalnya kehamilan normal dan persalinan normal. Kecuali di daerah tersebut tidak ada dokter kandungan dan untuk meng-aksesnya membutuhkan banyak waktu sehingga mengancam keselamatan ibu dan bayinya. Bila ditemukan tanda-tanda kelainan yang mengarah pada ketidaknormalan, bidan harus berkolaborasi dengan dokter kandungan. Tapi bila ibu datang pada bidan dengan kelainan maka langsung di rujuk pada dokter kandungan. Bukan berarti bidan yang terkadang terlalu berhati-hati atau terlalu cepat merujuk pada dokter kandungan merupakan bidan yang tidak profesional, tetapi merupakan satu upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi secara cepat. Meskipun masih banyak bidan yang bangga bisa menangani kasus-kasus kehamilan dan persalinan yang tidak normal, padahal tindakan tersebut sangat berisiko dan bukan merupakan wewenangnya.
Biaya pemeriksaan di bidan lebih murah, karena tekhnologi yang digunakan juga sederhana. Tetapi cukup bisa menggambarkan kondisi kesehatan ibu. Fasilitas yang diberikan oleh bidan sudah semakin baik, dengan banyaknya Rumah Bersalin sampai rumah sakit yang dimiliki oleh bidan.
Banyak juga ibu-ibu yang takut periksa ke bidan dengan alasan kadang bidan tampak tidak cerdas dan kelihatan tidak cekatan. Padahal pendidikan kebidanan pada saat ini sudah maju pesat. Bidan-bidan senior yang dulunya hanya setingkat D1, sekarang minimal berpendidikan D3. Bahkan pendidikan kebidanan di Indonesia sudah mencapai tingkat strata dua Kebidanan. Ini membuktikan pelayanan yang diberikan oleh bidan akan semakin baik lagi. Dengan semakin banyaknya bidan dan pendidikan kebidanan, maka kualitas bidan diharapkan dapat lebih ditingkatkan lagi.
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.soc.ucsb.edu/sexinfo/images
Kehamilan dengan Berat Badan Berlebih
by: bidan f.oka
Segala sesuatu yang berlebihan pasti akibatnya tidak baik. Kelebihan berat badan juga bisa menimbulkan risiko munculnya berbagai penyakit yang tidak diharapkan. Penyakit hipertensi, diabetes, Jantung bahkan stroke.
Berat badan yang ideal adalah dambaan semua orang. Untuk mengetahui kondisi berat badan kita berada pada tingkat kelebihan berat badan atau pada tingkatan berat badan ideal dapat diukur dengan rumus:
Berat Badan Ideal = (Tinggi Badan - 100) - ( 10% x (tinggi badan -100) )
Contohnya : Jika tinggi badan kita adalah setinggi 150 cm, maka berat badan ideal kita adalah (150 - 100) - (10% x (150 - 100) = 50 - 5 = 45 kg.
Ibu hamil yang mengalami kegemukan atau istilahnya obesitas juga dapat berisiko buruk pada kehamilan dan janin yang dikandungnya. Pada ibu, kegemukan akan membuat beban jantung jadi terlalu berat, selain itu tekanan pada pembuluh darah akan meninggi akibat tebalnya lemak. Risiko lain yang harus dihadapi adalah ibu bisa mengalami pre-eklamsia dan diabetes saat hamil (gestational diabetes). Timbunan lemak dalam tubuh dapat diubah menjadi glukosa oleh hormon kehamilan (Beta HCG/ Human Chorion Gonadotropine).
Sementara akibatnya pada bayi adalah lahir dengan berat badan besar >4 kg, hal ini dapat membahayakan ibu dengan risiko tersangkutnya bahu bayi di jalan lahir pada persalinan normal (distosia bahu), persalinan lama dan meningkatnya angka persalinan caesar. Sebaliknya bayi dapat lahir dengan berat rendah (di bawah 2 kilogram). Ini terjadi karena pasokan nutrisi janin berkurang akibat pembuluh darah ke plasenta yang menyempit, sehingga bayi tidak bisa berkembang optimal.
Pada ibu hamil dengan berat badan yang normal, idealnya mengalami kenaikan berat badan 10 - 16 kilogram selama kehamilan. Ibu hamil membutuhkan energi 17% lebih tinggi, atau rata-rata 2500 kkal/hari dibandingkan sebelum hamil. Apabila berat badan ibu sebelum hamil tergolong ideal (sesuai indeks massa tubuh), maka ia hanya perlu tambahan kalori 300 kkal/hari. Komposisi makanan sebaiknya terdiri dari 20% protein, 30% lemak, dan 50% kalori.
Untuk menghitung seberapa BB ideal Anda bertambah selama hamil, kita bisa menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT= BB sebelum hamil/Tinggi Badan (dalam M)² = Nilai IMT
Nilai IMT Status
<19,8-20>26 obesitas maka pertambahan berat badan ideal selama hamil 7 kg
Contohnya:
BB sebelum hamil 67 kg
Tinggi Badan : 154 cm
Perhitungan : 67/(1.54)² =28,25
Jadi nilai IMT-nya = 28,25 (Obesitas)
Jadi ibu dengan kondisi diatas termasuk obesitas. Sebaiknya selama hamil berat badannya hanya bertambah sekitar 7 kg.
Diet pada ibu hamil dalam artian mengurangi asupan makanan yang dibutuhkan ibu sangat tidak dianjurkan, selain nutrisi yang dibutuhkan ibu berkurang sekaligus asupan makanan buat janin juga berkurang. Dikhawatirkan tumbuh dan kembang janin nantinya menjadi terhambat.
Bagi ibu yang berat badannya berlebih (overweight) dapat menyiasatinya dengan mengurangi cara mengolah makanan dengan menggoreng atau menumis, sehingga konsumsi minyak pada ibu hamil juga berkurang. Biasakan sarapan pagi dengan kandungan makanan yang kaya nutrisi dan kurangi kandungan lemaknya. Kebiasaan tidak sarapan pagi dapat meningkatkan keinginan ibu untuk makan lebih banyak lagi (ngemil) dan biasanya makanan yang dikonsumsi tidak lagi dapat terkontrol. Ganti cemilan ibu dengan buah-buahan. Selanjutnya perbanyaklah minum air putih, minimal 8 gelas perhari. Selain cairan yang cukup memang penting untuk tubuh, dapat pula mengurangi keinginan ibu untuk ngemil.
Olahraga pada ibu hamil tidak dilarang. Tetapi dilakukan dengan tidak berlebihan. Berjalan kaki di pagi hari merupakan olahraga yang murah dan aman. Sekaligus dapat membakar kalori ibu sehingga ibu semakin segar dan fit.
Berfikirlah positif, sehingga ibu terhindar dari stress, sehingga bayi yang diharapkan dapat lahir dengan baik dan sempurna.
http://www.scienceagogo.com/news/img/pregnant_2is.jpg
Segala sesuatu yang berlebihan pasti akibatnya tidak baik. Kelebihan berat badan juga bisa menimbulkan risiko munculnya berbagai penyakit yang tidak diharapkan. Penyakit hipertensi, diabetes, Jantung bahkan stroke.
Berat badan yang ideal adalah dambaan semua orang. Untuk mengetahui kondisi berat badan kita berada pada tingkat kelebihan berat badan atau pada tingkatan berat badan ideal dapat diukur dengan rumus:
Berat Badan Ideal = (Tinggi Badan - 100) - ( 10% x (tinggi badan -100) )
Contohnya : Jika tinggi badan kita adalah setinggi 150 cm, maka berat badan ideal kita adalah (150 - 100) - (10% x (150 - 100) = 50 - 5 = 45 kg.
Ibu hamil yang mengalami kegemukan atau istilahnya obesitas juga dapat berisiko buruk pada kehamilan dan janin yang dikandungnya. Pada ibu, kegemukan akan membuat beban jantung jadi terlalu berat, selain itu tekanan pada pembuluh darah akan meninggi akibat tebalnya lemak. Risiko lain yang harus dihadapi adalah ibu bisa mengalami pre-eklamsia dan diabetes saat hamil (gestational diabetes). Timbunan lemak dalam tubuh dapat diubah menjadi glukosa oleh hormon kehamilan (Beta HCG/ Human Chorion Gonadotropine).
Sementara akibatnya pada bayi adalah lahir dengan berat badan besar >4 kg, hal ini dapat membahayakan ibu dengan risiko tersangkutnya bahu bayi di jalan lahir pada persalinan normal (distosia bahu), persalinan lama dan meningkatnya angka persalinan caesar. Sebaliknya bayi dapat lahir dengan berat rendah (di bawah 2 kilogram). Ini terjadi karena pasokan nutrisi janin berkurang akibat pembuluh darah ke plasenta yang menyempit, sehingga bayi tidak bisa berkembang optimal.
Pada ibu hamil dengan berat badan yang normal, idealnya mengalami kenaikan berat badan 10 - 16 kilogram selama kehamilan. Ibu hamil membutuhkan energi 17% lebih tinggi, atau rata-rata 2500 kkal/hari dibandingkan sebelum hamil. Apabila berat badan ibu sebelum hamil tergolong ideal (sesuai indeks massa tubuh), maka ia hanya perlu tambahan kalori 300 kkal/hari. Komposisi makanan sebaiknya terdiri dari 20% protein, 30% lemak, dan 50% kalori.
Untuk menghitung seberapa BB ideal Anda bertambah selama hamil, kita bisa menggunakan rumus Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT= BB sebelum hamil/Tinggi Badan (dalam M)² = Nilai IMT
Nilai IMT Status
<19,8-20>26 obesitas maka pertambahan berat badan ideal selama hamil 7 kg
Contohnya:
BB sebelum hamil 67 kg
Tinggi Badan : 154 cm
Perhitungan : 67/(1.54)² =28,25
Jadi nilai IMT-nya = 28,25 (Obesitas)
Jadi ibu dengan kondisi diatas termasuk obesitas. Sebaiknya selama hamil berat badannya hanya bertambah sekitar 7 kg.
Diet pada ibu hamil dalam artian mengurangi asupan makanan yang dibutuhkan ibu sangat tidak dianjurkan, selain nutrisi yang dibutuhkan ibu berkurang sekaligus asupan makanan buat janin juga berkurang. Dikhawatirkan tumbuh dan kembang janin nantinya menjadi terhambat.
Bagi ibu yang berat badannya berlebih (overweight) dapat menyiasatinya dengan mengurangi cara mengolah makanan dengan menggoreng atau menumis, sehingga konsumsi minyak pada ibu hamil juga berkurang. Biasakan sarapan pagi dengan kandungan makanan yang kaya nutrisi dan kurangi kandungan lemaknya. Kebiasaan tidak sarapan pagi dapat meningkatkan keinginan ibu untuk makan lebih banyak lagi (ngemil) dan biasanya makanan yang dikonsumsi tidak lagi dapat terkontrol. Ganti cemilan ibu dengan buah-buahan. Selanjutnya perbanyaklah minum air putih, minimal 8 gelas perhari. Selain cairan yang cukup memang penting untuk tubuh, dapat pula mengurangi keinginan ibu untuk ngemil.
Olahraga pada ibu hamil tidak dilarang. Tetapi dilakukan dengan tidak berlebihan. Berjalan kaki di pagi hari merupakan olahraga yang murah dan aman. Sekaligus dapat membakar kalori ibu sehingga ibu semakin segar dan fit.
Berfikirlah positif, sehingga ibu terhindar dari stress, sehingga bayi yang diharapkan dapat lahir dengan baik dan sempurna.
http://www.scienceagogo.com/news/img/pregnant_2is.jpg
Sabtu, 26 Desember 2009
KASUS KESEHATAN AKIBAT KRISIS KOMUNIKASI
by: bidan foka
Beberapa bulan terakhir ini, berbagai media kerap memberitakan tentang kasus mal praktek yang terjadi di rumah sakit, beberapa kasus karena kelalaian tenaga kesehatan dan tidak sedikit kasus tersebut mencuat karena krisis dan kurangnya komunikasi. Berikut adalah tinjauan dari kasus-kasus yang terkait dengan kurangnya komunikasi.
a. Kasus I
Kasus Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga beranak dua, yang menghadapi masalah karena tuduhan pencemaran nama baik atas Rumah Sakit Omni International, menarik untuk dicermati dari segi hubungan masyarakat antara institusi/lembaga/perusahaan dan masyarakat umum/pelanggan. Prita saat ini masih menjadi tahanan kota, menunggu hasil keputusan pengadilan atas tuntutan rumah sakit Omni International terhadap surat elektronik/e-mail Prita yang ia kirim ke beberapa temannya yang kemudian menyebar ke beberapa milis. Surat itu tak lain adalah bentuk keluhan Prita atas kualitas pelayanan rumah sakit Omni yang buruk. Tuntutan pencemaran nama baik muncul ketika institusi sering kali merasa dirugikan reputasinya.
Kasus Prita dapat dikategorikan sebagai krisis komunikasi dan reputasi. Dari segi hubungan masyarakat/public relations, langkah-langkah yang diambil oleh rumah sakit Omni International adalah kesalahan fatal. Langkah-langkah hukum yang diambil, keterlibatan polisi dan kejaksaan, justru akan membunuh bisnis rumah sakit Omni daripada memperbaiki dan melindungi reputasi serta bisnis rumah sakit ini. Jika memang ada proses komunikasi yang berjalan baik di rumah sakit itu, kasus semacam Prita ini justru bisa menjadikan poin penting untuk membangun ikon kebesaran rumah sakit tersebut. Biayanya tentu jauh lebih murah daripada beriklan.
Sejak awal harusnya ada pola yang memungkinkan pimpinan rumah sakit melihat bahwa Prita bisa menjadi sumber kebaikan dari rumah sakit tersebut.
Tetapi ini memang tidak mudah karena diperlukan kecerdasan Public Relation, sebuah kecerdasan yang dihasilkan dari pikiran-pikiran menyamping yang berpikir menyamping dan out of the box sehingga memungkinkan mengubah ancaman jadi peluang dan memecahkan masalah yang paling pelik pun. Ujungnya tentu saja melindungi citra perusahaan dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Bahkan sebelum memutuskan untuk mengambil jalan hukum, harusnya rumah sakit melakukan mapping intelligent tentang siapa Prita dan paham impact yang akan ditimbulkannya jika mengambil langkah hukum. Bila fungsi publik relation berjalan, yang akan terjadi selanjutnya adalah melakukan lokalisasi persoalan agar tidak sampai membuat citra atau nama baik perusahaan terancam. Karena itu, perlu melakukan langkah-langkah teknis, misalnya mulai dari content analysis, mapping opinion sampai way out yang harus dijalankan.
Dibutuhkan latihan untuk mengenali ancaman krisis komunikasi. Dalam aplikasinya, seorang yang mengendalikan fungsi komunikasi seharusnya adalah orang-orang yang sangat paham dengan media, punya keahlian komunikasi, paham tentang psikologi, dan awas terhadap perubahan mendadak di lingkungannya. Konsultan komunikasi sama pentingnya dengan konsultan hukum, tetapi belum banyak yang menyadari itu.
b. Kasus II
Beberapa waktu lalu saya melihat pelayanan kesehatan yang buruk di sebuah rumah sakit. Saat itu anak saya dirawat karena menderita tifus Di ruang yang sama, dirawat pula seorang anak dengan kasus demam berdarah. Kondisi anak itu parah. Napasnya terputus- putus dan bibirnya membiru, walau selang oksigen terpasang di hidungnya. Tentu saja keluarganya sangat panik. Sayangnya, tak satu pun petugas datang untuk memeriksa. Saya lalu mencoba mencari perawat di ruang suster. Saya melihat seorang perawat sedang berbicara di telepon. Ketika saya menyampaikan kondisi anak itu, dengan gampangnya ia mengatakan bahwa pasien tersebut bukan tanggung jawabnya. Setiap perawat menurutnya, sudah punya tanggungjawab masing-masing. Saat itu perawat yang mengurus pasien kritis ini sedang keluar ruangan. Dengan kesal saya kembali ke ruang perawatan. Ternyata anak itu sudah meninggal tanpa pertolongan petugas. Dokter pun baru datang 30 menit setelah pasien menghembuskan napas terakhir. Ia hanya menyatakan bahwa anak itu memang sudah meninggal. Saya yang merasa sebagai bagian dari keluarga itu (karena sama-sama satu ruangan), sangat menyesalkan kejadian itu. Apakah rumah sakit tersebut bisa dituntut? Apakah kematian karena petugas rumah sakit menelantarkan pasien harus didiamkan saja?".
Kejadian yang menimpa pasien diatas sangat memprihatinkan terkait buruknya pelayanan kesehatan yang diterima pasien tersebut. Apalagi keluarganya telah menaruh kepercayaan kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang diharapkan. Tetapi, perbuatan paramedis tersebut malah cenderung tidak memenuhi harapan. Sarana kesehatan, seperti rumah sakit yang memberikan pelayanan rawat jalan atau rawat inap, memiliki standar pelayanan tertentu. Standar itu menjadi acuan bagi para personel rumah sakit, baik medis (dokter) atau paramedis (perawat, petugas laboratorium, apotek dll), yang berkontribusi satu sama lain. Penetapan standar tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang memadai dan bermutu. Dengan begitu derajat kesehatan yang diharapkan bisa tercapai.
Pelayanan kesehatan diberikan melalui bentuk pengobatan dan perawatan. Petugas kesehatan, medis dan nonmedis, bertanggungjawab untuk memberi pelayanan yang optimal. Salah satu bentuk tanggungjawab petugas kesehatan yaitu tidak menelantarkan pasien. Penelantaran dapat berakibat buruk terhadap keselamatan dan kesehatan pasien. Terlebih lagi bila hal tersebut terjadi pada pasien yang perlu pemantauan dan perawatan intensif.
Pasien adalah konsumen yang berhak untuk memperoleh keselamatan dan keamanan pelayanan kesehatan. Adalah hak pasien untuk menuntut petugas kesehatan agar memberi pelayanan yang profesional dan bertanggung jawab.
Kasus diatas juga memperlihatkan kurangnya komunikasi dan kerja sama yang profesional antara perawat dan dokter. Serta tidak adanya komunikasi yang baik antara paramedis/perawat dan pasiennya. Tidak seharusnya perawat memberikan informasi yang membingungkan dan menelantarkan pasien dalam kondisi yang kurang baik, meskipun pada saat tersebut, bukanlah tanggung jawabnya. Krisis komunikasi banyak terjadi pada saat ini, sehingga tidak sedikit kasus mal praktek terjadi akibat kurangnya komunikasi.
Paramedis mempunyai andil yang sangat strategis dalam berhubungan dengan pasien, sehingga komunikasi yang baik merupakan kewajiban bagi setiap tenaga kesehatan, khususnya paramedis. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, masyarakat khususnya pasien sebagai konsumen kesehatan, memiliki perlindungan diri dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggungjawab.Konsumen kesehatan/pasien berhak atas keselamatan, keamanan, den kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut, konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan atau kesehatan. Hak pasien yang lain adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang diterima tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak RS sebagai upaya perbaikan interen RS dalam pelayanannya atau kepada lembaga yang memberi perhatian kepada konsumen kesehatan.
Deva Rachman http://www.ahmadheryawan.com Wdjajarta. Meninggal gara-gara ditelantarkan petugas rumah sakit. Diunduh dari Kompas cyber media www.kompas.com tgl: 1 Juni 2009. http://www.chsrf.ca/knowledge_transfer/images/Communication.jpg
Beberapa bulan terakhir ini, berbagai media kerap memberitakan tentang kasus mal praktek yang terjadi di rumah sakit, beberapa kasus karena kelalaian tenaga kesehatan dan tidak sedikit kasus tersebut mencuat karena krisis dan kurangnya komunikasi. Berikut adalah tinjauan dari kasus-kasus yang terkait dengan kurangnya komunikasi.
a. Kasus I
Kasus Prita Mulyasari, seorang ibu rumah tangga beranak dua, yang menghadapi masalah karena tuduhan pencemaran nama baik atas Rumah Sakit Omni International, menarik untuk dicermati dari segi hubungan masyarakat antara institusi/lembaga/perusahaan dan masyarakat umum/pelanggan. Prita saat ini masih menjadi tahanan kota, menunggu hasil keputusan pengadilan atas tuntutan rumah sakit Omni International terhadap surat elektronik/e-mail Prita yang ia kirim ke beberapa temannya yang kemudian menyebar ke beberapa milis. Surat itu tak lain adalah bentuk keluhan Prita atas kualitas pelayanan rumah sakit Omni yang buruk. Tuntutan pencemaran nama baik muncul ketika institusi sering kali merasa dirugikan reputasinya.
Kasus Prita dapat dikategorikan sebagai krisis komunikasi dan reputasi. Dari segi hubungan masyarakat/public relations, langkah-langkah yang diambil oleh rumah sakit Omni International adalah kesalahan fatal. Langkah-langkah hukum yang diambil, keterlibatan polisi dan kejaksaan, justru akan membunuh bisnis rumah sakit Omni daripada memperbaiki dan melindungi reputasi serta bisnis rumah sakit ini. Jika memang ada proses komunikasi yang berjalan baik di rumah sakit itu, kasus semacam Prita ini justru bisa menjadikan poin penting untuk membangun ikon kebesaran rumah sakit tersebut. Biayanya tentu jauh lebih murah daripada beriklan.
Sejak awal harusnya ada pola yang memungkinkan pimpinan rumah sakit melihat bahwa Prita bisa menjadi sumber kebaikan dari rumah sakit tersebut.
Tetapi ini memang tidak mudah karena diperlukan kecerdasan Public Relation, sebuah kecerdasan yang dihasilkan dari pikiran-pikiran menyamping yang berpikir menyamping dan out of the box sehingga memungkinkan mengubah ancaman jadi peluang dan memecahkan masalah yang paling pelik pun. Ujungnya tentu saja melindungi citra perusahaan dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Bahkan sebelum memutuskan untuk mengambil jalan hukum, harusnya rumah sakit melakukan mapping intelligent tentang siapa Prita dan paham impact yang akan ditimbulkannya jika mengambil langkah hukum. Bila fungsi publik relation berjalan, yang akan terjadi selanjutnya adalah melakukan lokalisasi persoalan agar tidak sampai membuat citra atau nama baik perusahaan terancam. Karena itu, perlu melakukan langkah-langkah teknis, misalnya mulai dari content analysis, mapping opinion sampai way out yang harus dijalankan.
Dibutuhkan latihan untuk mengenali ancaman krisis komunikasi. Dalam aplikasinya, seorang yang mengendalikan fungsi komunikasi seharusnya adalah orang-orang yang sangat paham dengan media, punya keahlian komunikasi, paham tentang psikologi, dan awas terhadap perubahan mendadak di lingkungannya. Konsultan komunikasi sama pentingnya dengan konsultan hukum, tetapi belum banyak yang menyadari itu.
b. Kasus II
Beberapa waktu lalu saya melihat pelayanan kesehatan yang buruk di sebuah rumah sakit. Saat itu anak saya dirawat karena menderita tifus Di ruang yang sama, dirawat pula seorang anak dengan kasus demam berdarah. Kondisi anak itu parah. Napasnya terputus- putus dan bibirnya membiru, walau selang oksigen terpasang di hidungnya. Tentu saja keluarganya sangat panik. Sayangnya, tak satu pun petugas datang untuk memeriksa. Saya lalu mencoba mencari perawat di ruang suster. Saya melihat seorang perawat sedang berbicara di telepon. Ketika saya menyampaikan kondisi anak itu, dengan gampangnya ia mengatakan bahwa pasien tersebut bukan tanggung jawabnya. Setiap perawat menurutnya, sudah punya tanggungjawab masing-masing. Saat itu perawat yang mengurus pasien kritis ini sedang keluar ruangan. Dengan kesal saya kembali ke ruang perawatan. Ternyata anak itu sudah meninggal tanpa pertolongan petugas. Dokter pun baru datang 30 menit setelah pasien menghembuskan napas terakhir. Ia hanya menyatakan bahwa anak itu memang sudah meninggal. Saya yang merasa sebagai bagian dari keluarga itu (karena sama-sama satu ruangan), sangat menyesalkan kejadian itu. Apakah rumah sakit tersebut bisa dituntut? Apakah kematian karena petugas rumah sakit menelantarkan pasien harus didiamkan saja?".
Kejadian yang menimpa pasien diatas sangat memprihatinkan terkait buruknya pelayanan kesehatan yang diterima pasien tersebut. Apalagi keluarganya telah menaruh kepercayaan kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang diharapkan. Tetapi, perbuatan paramedis tersebut malah cenderung tidak memenuhi harapan. Sarana kesehatan, seperti rumah sakit yang memberikan pelayanan rawat jalan atau rawat inap, memiliki standar pelayanan tertentu. Standar itu menjadi acuan bagi para personel rumah sakit, baik medis (dokter) atau paramedis (perawat, petugas laboratorium, apotek dll), yang berkontribusi satu sama lain. Penetapan standar tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang memadai dan bermutu. Dengan begitu derajat kesehatan yang diharapkan bisa tercapai.
Pelayanan kesehatan diberikan melalui bentuk pengobatan dan perawatan. Petugas kesehatan, medis dan nonmedis, bertanggungjawab untuk memberi pelayanan yang optimal. Salah satu bentuk tanggungjawab petugas kesehatan yaitu tidak menelantarkan pasien. Penelantaran dapat berakibat buruk terhadap keselamatan dan kesehatan pasien. Terlebih lagi bila hal tersebut terjadi pada pasien yang perlu pemantauan dan perawatan intensif.
Pasien adalah konsumen yang berhak untuk memperoleh keselamatan dan keamanan pelayanan kesehatan. Adalah hak pasien untuk menuntut petugas kesehatan agar memberi pelayanan yang profesional dan bertanggung jawab.
Kasus diatas juga memperlihatkan kurangnya komunikasi dan kerja sama yang profesional antara perawat dan dokter. Serta tidak adanya komunikasi yang baik antara paramedis/perawat dan pasiennya. Tidak seharusnya perawat memberikan informasi yang membingungkan dan menelantarkan pasien dalam kondisi yang kurang baik, meskipun pada saat tersebut, bukanlah tanggung jawabnya. Krisis komunikasi banyak terjadi pada saat ini, sehingga tidak sedikit kasus mal praktek terjadi akibat kurangnya komunikasi.
Paramedis mempunyai andil yang sangat strategis dalam berhubungan dengan pasien, sehingga komunikasi yang baik merupakan kewajiban bagi setiap tenaga kesehatan, khususnya paramedis. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, masyarakat khususnya pasien sebagai konsumen kesehatan, memiliki perlindungan diri dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggungjawab.Konsumen kesehatan/pasien berhak atas keselamatan, keamanan, den kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut, konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang mengancam keselamatan atau kesehatan. Hak pasien yang lain adalah mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang diterima tidak sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada pihak RS sebagai upaya perbaikan interen RS dalam pelayanannya atau kepada lembaga yang memberi perhatian kepada konsumen kesehatan.
Deva Rachman http://www.ahmadheryawan.com Wdjajarta. Meninggal gara-gara ditelantarkan petugas rumah sakit. Diunduh dari Kompas cyber media www.kompas.com tgl: 1 Juni 2009. http://www.chsrf.ca/knowledge_transfer/images/Communication.jpg
HAMBATAN DAN GANGGUAN KOMUNIKASI
Komunikasi sering dikutip sebagai masalah nomor satu di dalam sebuah hubungan. Jika dua perangkat komunikasi (komunikator dan komunikan) memahami hal ini, serta berusaha untuk sering berkomunikasi, maka tidak akan mengalami permasalahan yang cukup signifikan. Namun sebaliknya jika tidak memperhatikan beberapa faktor penyebab "mandulnya" dalam berkomunikasi maka kemungkinan besar lambat laun komunikasi yang dibina akan "mati". Ada sekitar sepuluh kemungkinan terjadinya blok atau hambatan komunikasi yang mungkin terjadi dalam menjalin komunikasi dua arah.
1.Bahasa
Jika seorang komunikator atau komunikan berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda, kemungkinan akan terjadi banyak kesalahpahaman bahkan terjadinya hubungan yang tidak jelas. Jika pada proses komunikasi komunikator merasa bahasa yang digunakannya tidak dipahami, maka komunikator harus sering meluangkan waktu untuk menjelaskan tentang beberapa hal yang ingin di bicarakan kepada komunikan.
2.Budaya
hambatan budaya ini menjadi hal yang sangat penting. satu pantangan bagi sang komunikator untuk beranggapan, bahwa komunikan tumbuh dengan filosofi, gaya hidup, adat istiadat yang sama. Maka kita tidak boleh "menyamaratakan" penggunaan teknik berkomunikasi kepada setiap komunikan. Hindari anggapan bahwa komunikan mempunyai pemikiran yang sama ketika menghadapi suatu permasalahan. Jika komunikator menemukan miskomunikasi dalam suatu hubungan, atau bahkan komunikan merasa tersinggung, maka cepatlah lakukan analisis mengapa komunikan punya anggapan lain terhadap pesan yang disampaikan. Hal ini bisa saja terjadi karena budaya yang berbeda yang dimiliki oleh sang komunikan. jika hal ini terjadi maka Hormati persepsi komunikan dan cobalah temukan beberapa persamaan persepsi maka disanalah peluang komunikator untuk kembali membangun komunikasi yang "nyambung".
3.Kebenaran yang semu (benar tidak salah tidak)
Salah satu hambatan utama komunikasi adalah kata-kata yang dibumbui dengan kebohongan, misalnya jika komunikator menginginkan sesuatu dari seseorang, maka seribu dalih kebohongan pun dikeluarkan untuk merayu komunikan agar memenuhi tuntutan komunikator, hal ini merupakan hal yang wajar, biasanya dilakukan untuk dijadikan suatu penegasan agar sang komunikan dapat mengerti. Misalnya pihak yang berharap berusaha mempengaruhi pihak yang diharap dalam hal ini komunikan, maka komunikator selalu berkata yang baik-baik tapi tidak benar. seharusnya komunikator berkata yang baik dan benar. serta disarankan kedua belah pihak yang terlibat harus menyadari segala sesuatu harus relevan. Jika tidak, maka proses komunikasi akan selalu mengalami hambatan. Namun perlu diperhatikan membumbui pembicaraan dengan kata-kata dusta akan mengakibatkan komuikasi yang sesaat. karena pada proses komunikasi selanjutnya komunikator pasti akan mengalami hambatan pada proses komunikasi selanjutnya. komunikator pada proses komunikasi ini, akan mengalami hambatan psikologis yaitu minimum self confidence atau kurangnya percaya diri, hal ini terjadi karena komunikator merasa khawatir, kebohongan yang telah dilakukannya diketahui di kemudian hari.
4.Penipuan
hambatan ini cukup jelas. sifat serta kata - kata yang menipu akan menjadi hambatan komunikasi untuk jangka waktu yang sangat lama, bahkan tidak akan pernah kembali terjadinya proses komunikasi. Jika sikap ini dipertahankan.
5. Tujuan yang tidak jelas
Beberapa pertanyaan yang mendasar dapat dilontarkan, Apakah komunikan dengan komunikator mempunya kesamaan dalam tujuan, harapan dan kepentingan? apakah komunikator sudah menentukan tujuan dalam setiap pesan yang disampaikan? Jika komunikator tidak jelas menetapkan tujuan pesan yang disampaikan maka komunikator dan komunikan bisa saling memainkan peran. Namun peran yang dimainkan pun harus tampak jelas. Misalnya jika seorang ayah sedang menasihati anaknya maka perannya pun jelas harus sebagai ayah, tidak harus menjadi yang lain, misalnya ketika seorang ayah menemukan kenakalan pada anaknya, karena ingin dianggap berwibawa justru mengambil peran menjadi seorang polisi, arogan. menginterogasi anaknya sendiri, hal ini tentu saja dapat menghambat proses komunikasi dua arah, si anak tidak akan terbuka tentang masalah kenakalannya, bahkan jika sikap ini dipertahankan kenakalan si anak akan menjadi-jadi karena mengalami kesalahpahaman.
6. Salah paham
Hambatan komunikasi yang paling utama pada awalnya bersumber dari dari satu hal, yaitu kesalahpahaman. Interpretasi, respon, asumsi seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan berbeda-beda, komunikan akan memahami yang komunikator katakan. Jika komunikator menelisik lebih jauh jika ada pertentangan dalam suatu proses komunikasi. Dalam hambatan ini komunikator harus menjauhi sikap menyimpan permasalahan atau kesalahpahaman yang terjadi !
7. Sisi historis atau pengalaman
Pada umumnya komunikator menjadikan filosofis dan pengalaman hidup masa lalu sebagai rujukan komunikasi agar sang komunikan mengerti. Tidak ada salahnya melakukan hal ini, terkecuali jika komunikator menjadikan pengalaman sebagai rujukan tersebut tidak dengan sikap prasangka, maksudnya memproyeksikan pengalaman hidup terdahulu untuk menjadikan solusi untuk permasalahan komunikan, karena pengalaman hidup yang dialami komunikator terdahulu tidak akan sama persis dengan yang dialami komunikan.
8. Menganggap enteng lawan bicara
Jika Komunikator merasa paling hebat dari komunikan, maka secara tidak langsung Komunikator telah merencanakan kegagalan dalam berkomunikasi, pasalnya Bagaimana mungkin seorang komunikan dapat menerima pesan yang disampaikan jika komunikator tidak memiliki rasa hormat?
9. Mendominasi pembicaraan
Mendominasi pembicaraan, hal ini sering terjadi.Seorang komunikator merasa pendapatnya paling benar sehingga tidak memberikan kesempatan komunikan untuk berbicara. Bahkan lebih jauh komunikator selalu memotong pembicaraan, padahal pesan yang disampaikan komunikan belum disampaikan secara utuh, sehingga sering terjadi kesalahpahaman. Ketika Berkomunikasi dengan seseorang hindarilah sikap mendominasi pembicaraan agar bisa saling memberikan komentar. Namun jika komunikator melihat hal ini terjadi, cobalah meminta komunikator untuk bersi keras memberikan komentar, agar komunikasi yang dijalin dapat berimbang.
10.Pihak Ketiga
Ketika melakukan dialog, komunikator sering beranggapan bahwa dia tengah berbicara dengan seseorang saja. padahal bisa saja pada kenyataannya lawan bicara merupakan ”penyambung lidah’ dari dua pihak atau bahkan berbagai pihak. Ambil satu contoh seorang pejabat tengah berbicara atau berdialog dengan beberapa wartawan, maka yang perlu diperhatikan pejabat tersebut, yaitu bersikap selektif terhadap pesan yang akan dilontarkan, karena pernyataannya tersebut akan didengar, dibaca, serta di lihat banyak orang di berbagai media. jika isi pesan tersebut mengganggu maka efek dari pesan yang disampaikan akan cukup mengganggu. bahkan feed back yang akan diterima akan dirasakan cukup mengganggu pula. Hal ini akan menjadi hambatan pada proses komunikasi selanjutnya, serta jika terus berlanjut maka yang akan terjadi adalah sangsi moral dari banyak pihak.
http://researchers.in.th/file/sudjai/Communication.jpg
MODEL-MODEL KOMUNIKASI
Model S-R
Model ini merupakan model yang paling sederhana dari model-model komunikasi lainnya. Hakikatnya terdapat pada proses aksi- reaksi, maksudnya apabila seseorang memberikan aksi maka orang yang merupakan sasaran komunikasi akan memberikan reaksi berupa respon tertentu, dalam hal ini aksi yang dilakukan dapat berbentuk verbal (kata-kata), isyarat, perbuatan atau hanya sekedar gambar
Secara luas, model ini juga menjelaskan bahwa suatu reaksi yang dilakukan dapat berhubungan dengan kegiatan komunikasi yang akan terjadi setelahnya. Dapat di asumsikan bahwa perilaku komunikasi manusia dapat diramalkan. Manusia pada model ini adalah makhluk yang statis, yang melakukan segala sesutunya akibat adanya rangsangan dari luar (stimulus) bukan berdasarkan inisiatif dan kehendak masing- masing individu.
Model Aristoteles atau Model Retoris
Pada saat Yunani sangat mengagungkan kemampuan berpidato, aristoteles muncul
dengan teori retorisnya. Teori ini memaparkan bahwa komunikasi terjadi apabila seseorang mulai menyampaikan pembicaraannya pada khalayak pendengar. Maka dapat dikatakan Aristoteles menganggap ada setidaknya 3 unsur terpenting dalam komunikasi yaitu pembicara (speaker), pesan atau isi pembicaraan (messages) , pendengar (listener ). Fokus model ini adalah pada kemampuan bicara atau pidato yang biasanya berpusat pada kekmampuan persuasi seorang pembicara yang dapat dilihat dari isi pidato, susunan pidato dan cara penyampainya, dengan tercapainya tiga hal diatas maka seseorang dapat diukur kemampuan persuasinya. Kekurangan model ini terdapat pada asumsi bahwa komunikasi adalah sutu kegiatran terstruktur yang selalu disengaja, jadi pembicara menyampaikan dan pendengar hanya mendengarkan tanpa dibahas mengenai gangguan yang mungkin terjadi dalam
proses penyampaian, efek yang akan terjadi dan sebagainya. Kemudian, model ini tidak mebahas mengenai aspek nonverbal dalam persuasi yang mungkin saja terjadi dalam suatu komunikasi.
Model Shannon dan Weaver
Model yang diciptakan oleh Shannon dan Weaver adalah model yang paling mempengaruhi model komunikasi lain. Pada model ini Shannon dan Weaver menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi terjadi pengubahan pesan oleh transmetter yang berasal dari sumber informasi menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran adalah medium pengirim pesan dari transmetter ke penerima. Bila di asumsikan dalam percakapan maka sumber informasi adalah otak (transmetter), menyampaikan sinyal berupa suara yang akan di salurkan oleh udara (channel) menuju indera pendengaran (receiver) . Selain itu yang paling penting adalah model ini mejelaskan adanya gangguan (noise) yang terjadi dalam proses komunikasi, gangguan kemdian dibagi menjadi dua bagian yaitu gangguan psikologis dan gangguan fisik. Gangguan psikologis meliputi gangguan yang berkaitan dengan pemikiran dan perasaan. Kelemahan dari model ini lagilagi adalah, komunikasi masih dianggap sebagi sesuatu yang statis dan satu arah.
Model Schramm
Schramm telah memaparkan tiga model. Model pertama mirip dengan model yang dikemukakan oleh Shanonnon dan Weaver. Pada model kedua beliau memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaranlah yang sebenarnya dikomunikasikan karena bagian dari sinyal itulah yang dianut sama opleh kedua belah pihak. Kemudian model ketiga yang diperkenalkan oleh Schramm yaitu anggapan bahwa komunikasi adalah interaksi dengan kedua pihak yang menyandi, menafsirkan, menyandi balik, mentransmisikan, dan menerima sinyal. Terjadi hubungan antara model kedua dan ketiga dimana suatu umpan balik dapat terjadi bila antara sumber dan sasaran terdapat kesamaan pengalaman mengenai hal yang sedang dikomunikasikan, semakin luas ruang lingkup pengetahuan yang sama maka semakin mudah pula komunikasi akan terjalin. Contoh sederhananya adalah masalah bahasa, seorang yang berbahasa afrika akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan seseorang berbahasa cina karena terjadi perbedaan pemahaman mengenai bahasa diantara keduanya yang sangat signifikan.
Model Westley dan Maclean
Westley dan Maclean merumuskan suatu model yang mengaitkan komunikasi antarpribadi, komunikasi massa, dan memasukkan umpan balik dalam proses komunikasi. Menurut kedua pakar ini umpan balik merupakan pembeda yang mendasar antara komunikasi antar pribadi dan komunikasi massa. Dalam komunikasi antarpribadi seorang sumber dapat mengetahui umpan balik dengan segera karena efek atau pesan yang akan dismpaikan langung akan terlihat sesaat setelah pesan tersebut sampai ke sasaran. Akan tetapi berbeda dengan komunikasi massa, umpan balik dalam komunikasi model seperti ini bersifat tertunda, karena efek yang terjadi atau sampai tidaknya pesan kepada sasaran tidak dapat secara langsung diketahui, umpan balik yang terjadi mungkin berupa respon yang akan terlihat beberapa saat kemudian.
Dalam model ini terdpat lima unsur objek oreintasi, pesan, sumber, penerima, dan umpan balik. Sumber A menyampaikan suatu objek sorotan (X) kepada B dan pada saat tertentu B akan mengumpan balik suatu pesan kepada A sebagai respon dari pesan yang disampaikan. Kemudian dalam perkembangannya kedua teoretisi ini menambahkan unsur C sebagai gatekeeper atau opinion leader (pemimpin pendapat) yang menerima pesan dari A atau ikut menyoroti objek sorotan dan kemudian menyampaikan tafsirannya sendiri mengenai objek sorotan kepada B, dalam kasus ini terjadi penyaringan karena B sebagai sasaran tidak menerima informasi secara langsung dari A, melainkan dari seorang yang telah memilihkan informasi dari sumber yang mungkin saja lebih dari satu. Model ini mencakup beberapa konsep yaitu umpan balik, perbedaan dan kemiripan komunikasi antar pribadi dengan komunikasi media serta peranan opinion leader sebagai unsur tambahan dalam komunikasi massa. Model ini juga menjelaskan mngenai dua bentuk pesan yaitu pesan yang bertujuan (purposif) dan pesan yang tidak bertujuan (unpurposif). Bertujuan disini maksudnya apakah pesan tersebut bertujuan mengubah citra penerima mengenai sesuatu yang disampaikan oleh sumber ataukah tidak.
Model Interaksional
Berbeda dengan model S-R yang lebih bersifat linier, model yang dikemukakan oleh George Herbert Mead lebih menganggap manusia merupakan makhluk yang lebih aktif reflektif, kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang lebih rumit, dan sulit diramalkan. Bukan hanya sekedar makhluk pasif yang melakukan sesutu berdasarkan stimulus dari luar tubuhnya.
Ada tiga premis yang menjadi dasar model ini.
Pertama, manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap lingkungannya.
Kedua, makna itu berhubungan langsung dengan interaksi sosial yang dilakukan individu terhadap lingkungan sosial nya.
Ketiga, makna yang diciptakan oleh sutu proses yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Jadi interaksi yang dapat mengakibatkan terbentuknya struktur masyarakat , karena interaksi dianggap sebagai faktor penting dalam penentuan perilaku manusia, hal ini berkaitan dengan anggapan bahwa interaksi sosial merupakan wadah untuk mengembangkan potensi manusiawi para manusia.
Model Newcomb
Model ini memeiliki pendekatan pada psikologi sosial mengenai interaksi antar manusia. Interaksi manusia sederhana yang melibatkan dua orang yang membicarakan satu topik, maka diantara ketiga unsur tersebut akan membentuk suatu korelasi dan menbentuk empat orientasi (sikap) yaitu:
1. orientasi A terhadap X
2. orientasi A terhadap B
3. orientasi B terhadap X
4. orientasi B terhadap A
orientasi yang terjadi bisa berupa ketertarikan positif atau negatif dan tentang sikap senang atau tidak senang. Newcomb menambahkan bahwa semua sistem memiliki keseimbangan daya dan setiap adanya perubahan orientasi terhadap suatu bagian akan menimbulkan ketidakseimbangan dalm suatu sistem.
Bisa digambarkan bila A dan B memiliki ketertarikan satu sama lain, dan begitu pula yang terjadi terhadap X maka sistem tersebut akan seimbang (simetri). Sebaliknya, bila A dan B saling menyukai namun mereka membenci X atau mereka saling membenci tapi memiliki pendapat yang sama mengenai X maka hal ini disebut asimetri. Berikut adalah
Model Tubbs
Model ini menggambarkan komunikasi yang paling mendasar, yaitu komunikasi antar dua orang. Komunikasi pada model ini diasumsikan sebagai transaksi antara kedua pelaku komunikasi sebagai sumber merangkup sebagai sasaran dari sebuah pesan, kedua proses ini bersifat timbal balik. Tanpa kita sadari bila kita melakukan sebuah aktifitas komunikasi maka sebenarnya dalam proses mengamati lawan bicara dan memberikan respon tertentu terhadap apa yang dilakukan oleh lawan bicara. Tubbs menerangkan bahwa komunikasi merupakan transaksi yang berkesinambungan, komunikasi bisa saja dimulai dari satu orang yang bisa sementara di sebut sebagai sumber akan tetapi pada kenyataannya diantara kedua pelaku komunikasi akan terjadi pengiriman dan penerimaan pesan secara terus menerus.
Bisa disimpulkan bahwa komunikasi yang terjadi di kehidupan nyaris tidak memiliki struktur utuh karena setiap komunikasi yang terjadi merupakan sambungan dari komunikasi yang terjadi sebelumnya, dan sesutu yang dianggap akhir dari komunikasi merupakan awal dari terjalinnya komunikasi selanjutnya. Selain itu Tubss juga menambahkan adanya dua macam gangguan yang bisa saja terjadi dalam proses komunikasi baik verbal maupun nonverbal, yang pertama adalah gangguan teknis dan yang kedua adalah gangguan sematik. Gangguan teknis dalam proses ini berupa gangguan yang menyebabkan sumber merasakan ada suatu perubahan dalam informasi atau rangsangan yang tiba, misalnya kesulitan mengucapkan atau kesalahan dalam mengucapkan suatu kata. Sedangkan gangguan sematik adalah kekeliruan dalam memaknai pesan yang diberikan, bisa dikatakan gangguan sematik berupa “salah persepsi”.
DAFTAR PUSTAKA
• Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar . Bandung : PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2005
• Severin J, Werner and Tankard, James W Jr. Teori komunikasi : Sejarah , Metode,
dan Terapan di Dalam Media Massa . Jakarta : Kencana , 2007
PROSES TERBENTUKNYA FILSAFAT ILMU
A. Periode Awal
Dalam upaya untuk memahami sejarah filsafat ilmu mengada di dalam dunia kita hari ini, sebaiknya kita mencari jejaknya pada pemikiran tiga filsuf terkemuka Yunani Kuno. Mereka adalah Thales, Aristoteles, Phytagoras, dan Plato.
1. Thales
Thales hidup di masa 640-546 SM. Ia hidup 200 tahun sebelum filsuf besar Yunani lainnya, Aristoteles melihat matahari bumi. Di masa hidupnya, Thales mengembangkan filsafat alam kosmologi dengan mempertanyakan asal mula, sifat dasar, dan struktur komposisi alam semesta. Dalam pendapatnya, semua yang berada di dunia berasal dari air sebagai materi dasar alam semesta. Selain itu, Thales juga secara aktif mempelajari magnetisme, listrik, astronomi, dan matematika. Oleh banyak kalangan pemikir, Thales dianugerahi identitas sebagai Bapak dari penalaran deduktif.
2. Phytagoras
Phytagoras dikenal sebagai pemikir dan tokoh matematika. Bagi Phytagoras, bilangan-bilangan merupakan intisari dari semua benda. Juga merupakan dasar pokok dari sifat benda-benda. Sehingga baginya, matematika merupakan suatu sarana atau alat bagi pengetahuan filsafati.
3. Plato
Plato merupakan murid yang baik dari Phytagoras. Selama karir kefilsufannya, Plato menegaskan pendapat-pendapat dari Phytagoras. Bagi Plato, filsuf merupakan pencinta pandangan tentang kebenaran. Sedangkan filsafat merupakan pencarian yang bersifat perekaan terhadap pandangan seluruh kebenaran. Keyakinannya terhadap filsafat ini disebut sebagai filsafat spekulatif. Plato juga mengatakan bahwa geometri merupakan pengetahuan rasional berdasarkan akal murni yang menjadi kunci ke arah pengetahuan dan kebenaran. Geometri juga berguna bagi pemahaman terhadap sifat dasar dari kenyataan terakhir. Inilah yang selanjutnya dijadikan akar oleh Aristoteles, murid yang cemerlang dari Plato.
4. Aristoteles
Episteme, merupakan konsep tentang “suatu kumpulan yang teratur dari pengetahuan rasional dengan objeknya sendiri yang tepat.” Sehingga pemahaman filsafat dan ilmu sebagai pengetahuan yang rasional berakar dari sini. Dalam pemikiran Aristoteles selanjutnya, episteme dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Praktike atau pengetahuan praktis.
2. Poietike atau pengetahuan produktif.
3. Theoreitike atau pengetahuan teoritis.
Theorietike selanjutnya juga dibagi atas tiga bagian, yaitu, mathematike (matematika), physike (fisika), dan prote philosophia (filsafat pertama). Kelak, prote philosophia merupakan pengetahuan yang menelaah peradaban yang abadi, tidak berubah, dan terpisah dari materi. Menurut Aristoteles, prote philosophia merupakan ‘leluhur’ dari metafisika.
Peranan Aristoteles terhadap filsafat yang berkaitan dengan ilmu, Aristoteles adalah yang pertama. Ia menciptakan cabang pengetahuan itu dengan melakukan analisis terhadap masalah-masalah tertentu yang timbul dari hubungannya dengan penjelasan ilmiah.
B. Abad Pertengahan
Selama Abad Pertengahan scientia biasanya ditafsir dalam arti kuat ilmu yang dikaitkan dengan episteme. Konon inilah jenis pengetahuan yang dipunyai Alah tentang dunia. Trivium (Gramatika, Retorika, dan Dialektika) dan Quadrivium (Aritmatika, Geometri, Astronomi, dan Musik), di pihak lain, memuat sejumlag studi yang dianggap sebagai ilmu-ilmu dalam arti yang kurang ketat.
C. Abad XVII
Perbincangan filsafat berhulu dari pembicaraan mengenai metodologi ilmiah, metode induktif dari Bacon dan hampiran Deduktif dari Descartes. Francis Bacon menandaskan peranan induksi dalam ilmu. Metode ini bagi Bacon merupakan jalan kebeneran, yan sisi lainnya adalah kegunaan. Ilmu-ilmu tidak mungkin tidak beragam, mencerminkan fakultas-fakultas manusiawi. Misalnya, ilmu alam berawal dari akal, sejarah berasal dari ingatan. Descartes, ilmu tidak mempunyai basis lain selain akal budi. Metode akal budi dapat diterapkan pada problem apa saja. Ilmu bagi Descartes dikaitkan dengan kepastian dan sungguh-sungguh dikaitkan dengan diktum Abad Pertengahan, bahwa ilmu sesungguhnya identik dengan pengetahuan Allah.
D. Abad XVIII
Kaum empiris, rasionalis, dan tafsiran penganut Kant mengenai fisika Newton. Sir Isaac Newton, condong kepada pandangan positivistik mengenai ilmu. Dinyatakannya, hypotheses non fingo (saya tidak menemukan hipotesis-hipotesis). Tekanannya jatuh pada pencarian pola matematis. Imannuel Kant, mengaitkan pengetahuan ilmiah dengan keputusan apriori sintetik. Berdasarkan prinsip-prinsip yang melekat pada kodrat manusia. Keputusan-keputusan demikian berhubungan hanya dengan dunia fenomenal.
E. Awal Abad XIX sampai Perang Dunia I
Pengaruh dari keyakinan Kant dalam rasionalitas khas perpaduan klasik antara Euclid dan Newton.
F. Perbincangan Abad XX
Tanggapan terhadap relativitas, mekanika kuantum, dan perubahan-perubahan mendalam lainnya dalam ilmu-ilmu kealaman; Positivisme Logis lawan Neo-Kantianisme
Dari selintas perkembangan filsafat dan ilmu yang telah diuraikan ternyata sejak zaman Yunani kuno sesungguhnya berkembang tidak hanya dua melainkan empat bidang pengetahuan yaitu, filsafat, ilmu, matematika dan logika. Masing-masing kemudian mengalami perkembangan kearah yang lebih luas.
II. Topik Dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai ruang lingkup dan topik persoalan dari filsafat ilmu dewasa ini, berikut dikutipkan rincian lengkap yang dikemukakan dalam Encyclopedia Britannica, 15 th Edition :
1. Sifat dasar dan lingkupan filsafat ilmu dan hubungannya dengan cabang-cabang ilmu lain; aneka ragam soal dan metoda-metoda hampiran terhadap filsafat ilmu.
2. Perkembangan Historis dari filsafat Ilmu
a. Masa-masa purba dan abad pertengahan: pandangan-pandangan yang silih ganti berbeda dari aliran-aliran kaum Stoic dan Epicorus serta penganut-penganut Plato dan Aristoteles.
b. Abad XVII: perbincangan mengenai metodologi ilmiah; hampiran induktif dari Bacon dan hampiran Deduktif dari Descartes.
c. Abad XVIII: Kaum empiris, rasionalis, dan tafsiran penganut Kant mengenai fisika Newton.
d. Sejak awal abad XIX samapai Perang Dunia I: pengaruh dari keyakinan Kant dalam rasionalitas khas perpaduan klasik antara Euclid dan Newton.
e. Perbincangan abad XX: tanggapan terhadap relativitas, mekanika kuantum, dan perubahanperubahan mendalam lainnya dalam ilmu-ilmu kealaman; Positivisme Logis lawan Neo-Kantianisme
3. Unsur-Unsur Usaha Ilmiah
a. Unsur-unsur empiris, konseptual, dan formal serta tafsiran teoritisnya; aneka ragam pandangan mengenai pentingnya secara relatif dari pengamatan, teori dan perumusan matematis.
b. Prosedur empiris dari ilmu, (a) Pengukuran; teori dan problem filasafati mengenai penentuan hubungan-hubungan kuantitatif, (b) Perancangan percobaan: penerapan logika induktif dan asas-asas teoritis lainnya pada prosedur praktis.
c. Penggolongan: problem taksonomi, (a) Struktur formal ilmu: problem menyusun suatu analisis formal secara murni dari penyimpulan, ilmiah; perbedaan antara dalil ilmiah dan generalisasi empiris, (b) Perubahan konseptual dan perkembangan ilmu: problem kesejarahan mengenai organisasi teoritis dari ilmu yang berubah.
4. Gerakan-gerakan pemikiran ilmiah: prosedur dasar dari perkembangan intelektual dari ilmu.
a. Penemuan ilmiah; kedudukan terujung dari formalisme yang menekankan unsur-unsur rasional dari penemuan ilmiah, dan dari irrasionalisme yang menekankan peranan ilham, perkiraan, dan kebetulan.
b. Pembuktian keabsahan dan pembenaran dari konsep dan teori baru: pandangan bahwa peramalan merupakan ujian yang menentukan dari keabsahan ilmiah; pandangan bahwa pertautan, keajegan, dan keseluruhan merupakan persyaratan penting dari suatu teori ilmiah.
c. Penyatuan teori-teori dan konsep-konsep dari ilmu-ilmu yang terpisah: usaha menyusun suatusystem aksiomatis bagi semua ilmu kealaman; problem penyederhanaan untuk mencapai suatu landasan konseptual yang ajeg bagi dua atau lebih ilmu.
5. Kedudukan filsafati dari teori ilmiah:
a. Kedudukan proposisi ilmiah dan konsep dari entitas: pandangan-pandangan aneka ragam mengenai kedudukan epistemologi dari proporsi ilmiah dan mengenai kedudukan dari konsep ilmiah.
b. Hubungan antara analisis filsafat dan praktek ilmiah: penerapan dari ajaran-ajaran filasafati dan hampiran-hampiran yang berlainan pada ilmu-ilmu yang berbeda.
6. Pentingnya pengetahuan ilmiah bagi bidang-bidang lain dari pengalaman dan soal manusia: kepentingan sosial dari ilmu dan sikap ilmiah; keterbatasan usaha manusia.
7. Hubungan antara ilmu dan pengetahuan humaniora: persoalan tentang perbedaan antara metodologi ilmiah dan metodologi humaniora.
Kutipan rincian lengkap dalam Encyclopedia Britannica, 15 th Edition tersebut merupakan upaya untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang ruang lingkup dan topik filsafat ilmu. Kutipan tersebut diambil karena terjadi banyak ‘kekayaan’ pendapat dari para pemikir untuk memberikan pendapatnya tentang ruang lingkup dan topik filsafat ilmu seperti Peter Angeles , A. Corenelius Benjamin , Arthur C. Danto , Edward H. Madden , Ernest Nagel , P.H. Nidditch , Israel Scheffler , J.J.C. Smart , dan Marx Wartofsky .
III. ILMU KOMUNIKASI DAN DASAR BEKERJANYA
3.1. Ilmu Komunikasi
Untuk memahami komunikasi sebagai ilmu yang mempelajari interaksi sosial manusia dan pernyataan manusia, kita terlebih dahulu perlu mengerti pengertian dan pemahaman ilmu.
Dari segi maknanya pengertian ilmu mencakup 3 hal, yaitu, pengetahuan, aktivitas, dan metode. Para filsuf cenderung terdapat pemahaman bahwa ilmu adalah kumpulan yang sistematis dari pengetahuan. Pengertian ilmu sebagai Pengetahuan sesuai dengan asal-usul istilah “Science” berasal dari bahasa Latin “Scientia” yang dialihkan dalam bahasa Inggris menjadi to know, to learn. Oleh sebab itu wajar kalau ada makna tambahan dari ilmu sebagai aktivitas yang mengacu pada suatu proses, serangkaian aktivitas yang dilakukan manusia.
Terdapat pula pendapat bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan. Ada lagi yang berpendapat ilmu adalah suatu cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan dari pada sebagai kumpulan teratur dari pengetahuan. Pemahaman ini sering disebut metode. Akhirnya digambarkan hubungan ketiganya. Aktivitas, metode, dan pengetahuan adalah kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan pengetahuan. Kesatuan dari ketiga adalah upaya menyusun ilmu.
Lebih jelas lagi harus dilihat bahwa 3 hal ini mempunyai 3 ciri pokok sebagai :
1. Kegiatan manusia atau proses
2. Sebagai tata tertib tindakan pikiran atau prosedur.
3. Keseluruhan hasil yang dicapai oleh produk yang dinamis dipahami sebagai aktivitas penelitian, metode kerja, dan pengetahuan sistematis.
Dalam Handout Filsafat Komunikasi yang ditulis oleh Betty Soemirat dan Asep Suryana, ilmu komunikasi bisa dideskripsikan sebagai ilmu yang ditinjau berdasarkan objek dari komunikasi, objek material dan objek formal, komponen bentuk pernyataan, dan keragaman posisi. Sebagai ilmu, komunikasi mempelajari interaksi sosial manusia dan pernyataan manusia sebagai aktivitas manusia. Pengetahuan itu kemudian diperoleh dengan cara yang teratur. Sehingga pengertian tentang ilmu komunikasi adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai interaksi sosial dan pernyataan manusia untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan.
3.3. Dasar Bekerjanya Ilmu Komunikasi
Ilmu komunikasi bekerja berdasarkan fakta, pertimbangan objektif, asas analitik, logika deduktif-hipotetik, dan logika induktif-generalisasi. Hal-hal tersebut merupakan ciri-ciri pokok ilmu komunikasi.
a. Fakta
Mengandung makna situasi atau keadaan yang terjadi, apa yang aktual, apa yang ada, dan nyata. Fakta yang dimaksud dalam ilmu komunikasi adalah fakta ilmiah. Fakta dalam ilmu komunikasi berkaitan dengan situasi interaksi manusia dan pernyataan manusia.
b. Pertimbangan objektif
Pertimbangan objektif bermakna pertimbangan yang berhubungan dengan sebuah objek. Dari sisi keilmuan, ilmu komunikasi itu bebas dari prasangka perseorangan.
c. Asas analitik
Ilmu komunikasi bekerja berdasarkan asas analitis. Ini berarti bahwa pengetahuan ilmiah itu berusaha membeda-bedakan pokok soalnya kedalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
d. Logika deduktif-hipotetik
Ilmu komunikasi bekerja atau bersumber dari suatu pandangan umum (general conclusion) ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pertanyaan dan satu kesimpulan. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.
e. Logika induktif generalisasi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Ilmu komunikasi dinyatakan sebagai ilmu yang menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai kejadian.
IV. Aspek-Aspek Dasar Filosofis Komunikasi
A. Aspek Ontologis
Dalam aspek ontologis komunikasi, dinyatakan segala sesuatu yang berkaitan dengan terbentuknya ilmu komunikasi, objek yang ditelaah oleh ilmu komunikasi, wujud hakikat dari objek ilmu komunikasi, dan hubungan objek dengan daya tangkap manusia.
Pada ruang objek ilmu komunikasi, yang dibicarakan adalah objek material dan objek formal komunikasi. Objek material komunikasi adalah sifat interaksi sosial manusia. Sedangkan objek formalnya adalah pernyataan antar manusia. Dalam hal ini, aspek ontologis menunjukkan bahwa objek kajian komunikasi berupa produksi dan penyampaian pesan berupa simbol dan isyarat. Mengenai simbol dan isyarat, Ernst Cassirer bahkan mengatakan bahwa simbollah yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Dengan demikian, manusia merupakan homo symbolicum. Maka, secara hakikat, ontologi berbicara tentang perilaku manusia yang terlibat dalam proses komunikasi, media yang digunakan, dan simbol atau isyarat yang digunakan.
Sedangkan jika kita melihat pada hubungan antara objek dan daya tangkap manusia, maka kita akan mendapatkan hubungan interaksi sosial manusia dan pernyataannya dengan daya tangkap manusia. Sesuai dengan persepsi yang diperoleh partisipan komunikasi berdasarkan proses penginderaan, merasa, dan mengolah dengan akal—berpikir—terhadap stimuli yang diterima melalui proses komunikasi.
Pada aspek ontologis juga diperlihatkan bahwa ilmu komunikasi berhubungan dengan sifat interaksi sosial manusia. Hal tersebut menyangkut pada pilihan-pilihan manusia, cara memandang manusia berdasarkan segi keadaan vs ciri pembawaannya, pengalaman manusia sebagai makhluk individu dan sebagai mahluk sosial, kontekstualitas komunikasi, dan interprestasi manusia.
B. Aspek Epistemologis
Pemahaman sederhana atas epistemologis adalah “teori pengetahuan”. Maka, dalam aspek epistemologis komunikasi seperti diterangkan dalam handout mata kuliah Filsafat Komunikasi merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang benar.
Dalam mencapai idealisasi pengetahuan yang dimaksud, maka aspek epistemologi komunikasi pada dasarnya adalah bagaimana fenomena komunikasi disusun dalam proses yang menggunakan metode ilmiah. Metode yang dimaksud adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematis, dan logis.
Prosedur mendapatkan komunikasi sebagai pengetahuan yang benar dimulai dari proses penalaran dan berpikir. Proses penalaran dan berpikir tentang fenomena komunikasi itu bisa dilakukan dari fenomena khusus ke umum—induktif—atau sebaliknya, dari fenomena yang umum ke fenomena khusus—deduktif. Juga harus diperhatikan tentang keterujian instrumen, validitas, reliabilitas, dan keabsahan data. Dari sini kemudian komunikasi sebagai ilmu mulai bisa disusun secara sistematis, dikelompokkan, dan dicari perbedaan dari persamaan atau sebaliknya.
C. Aspek Aksiologis
Deddy Mulyana dalam Ilmu Komunikasi mengatakan, “komunikasi adalah panasea universal.” Ia menjelaskan bahwa komunikasi bukan obat ajaib untuk mengatasi semua persoalan masyarakat. Komunikasi sekedar alat untuk mencapai tujuan mulia atau pun tujuan jahat. Ini merupakan penjelasan sederhana tentang aspek aksiologi komunikasi.
Aspek aksiologis diterangkan sebagai cara menggunakan ilmu pengetahuan. Jika demikian aspek aksiologi komunikasi berarti menghubungkan komunikasi yang telah disusun secara epistemologis dengan nilai-nilai seperti estetika, etika, atau agama. Aksiologi komunikasi juga berarti menghubungkan ilmu komunikasi dengan upaya penelaahan objek material dan objek formal komunikasi dengan mengindahkan kaidah-kaidah moral keilmuan. Penelaahan terhadap objek ilmu komunikasi tersebut terkait dengan prosedur operasional metode ilmiah. Apakah sesuai dengan nilai-nilai moral atau tidak.
Dalam berbagai diktat kuliah yang saya baca, Thales selalu diterangkan dan diletakkan pada urutan kedua setelah Aristoteles. Padahal Thales dikenal sebagai ilmuwan pertama dalam tradisi keilmuan di dunia dan dikenal sebagai Bapak Filsafat. Maka pada paper ujian tengah semester ini saya mengikhtiarkan untuk meletakkan posisi Thales pada urutan pertama, sebelum Phytagoras, Plato, dan Aristoteles.
2Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008.
3Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 312.
4Ibid., hlm.312
5Ibid., hlm.312-313
6The New Encyclopedia Britannica ; Propaedia: Outline of Knowledge and Guide to the Britannica, 15th Edition, 1982, Part Ten, Division III, Section 10/31, p. 728-9.
7Peter A. Angeles, Dictionary of Philosophy, 1981, p. 250., dalam Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008.
8A. Cornelius Benjamin, “Science, philosophy of”, dalam Dictionary of Philosophy, Dagobert D. Runes, ed., 1975 Edition, p.284-285., Ibid., Wisma Pandia.
9Arthur C. Danto, “ Problem of Philosophy Science”, dalam Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, Volume6, 1967, p. 296-7., Ibid., Wisma Pandia.
10Edward H. Madden,” Pierce and Current Issues in the Philosophy of Science”, dalam Raymond Klibansky, ed., Contemporary Philosophy: A Suevey, Volume II, 1968, p. 31., Ibid., Wisma Pandia.
11Ernest nagel, the Structure of Science: Problems in the Logic of Scientific Explanation, 1974, p. 14., Ibid., Wisma Pandia.
12P. H. Nidditch, ed., The Philosophy of Science, 1971, Introduction, p.2., Ibid., Wisma Pandia.
13Israel Scheffler, The anatomy of Inquiry: Philosophical Studies in The Theory of Science, 1969, p. 3 Ibid., Wisma Pandia.
14J.J.C. Smart, Between Science and Philosophy: An Introduction to the Philosophy of Science, 1968, p. 5 Ibid., Wisma Pandia.
15Marx W. wartofsky, ed., Boston Studies in Philosophy of Science, 1963, Preface, p. VII.
16Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008 Ibid., Wisma Pandia.
17Ibid
18Betty Soemirat dan Asep Suryana, Hand Out Filsafat Komunikasi, 2008.
19Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 225
20Ibid., hlm. 732
21Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Abadi, Bandung, 2003, hlm.369.
22Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2007, hlm.92.
23Betty Soemirat dan Asep Suryana, Hand Out Filsafat Komunikasi, Universitas Padjajaran, Bandung, Agustus 2008.
24Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 212
25Op.cit., Betty Soemirat dan Asep Suryana.
26Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Abadi, Bandung, 2003, hlm. 324.
27Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008.
28Op.cit., Betty Soemirat dan Asep Suryana.
29Op.cit., Deddy Mulyana, hlm. xi.
30Ibid., Deddy Mulyana, hlm. xi.
31Op.cit., Onong Uchjana Effendi, hlm. 326.
32Op.cit., Betty Soemirat dan Asep Suryana.
DAFTAR PUSTAKA
Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Abadi, Bandung, 2003, hlm. 324.
Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008.
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2007, hlm.92.
Betty Soemirat dan Asep Suryana, Hand Out Filsafat Komunikasi, Universitas Padjajaran, Bandung, Agustus 2008.
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 212
Dalam upaya untuk memahami sejarah filsafat ilmu mengada di dalam dunia kita hari ini, sebaiknya kita mencari jejaknya pada pemikiran tiga filsuf terkemuka Yunani Kuno. Mereka adalah Thales, Aristoteles, Phytagoras, dan Plato.
1. Thales
Thales hidup di masa 640-546 SM. Ia hidup 200 tahun sebelum filsuf besar Yunani lainnya, Aristoteles melihat matahari bumi. Di masa hidupnya, Thales mengembangkan filsafat alam kosmologi dengan mempertanyakan asal mula, sifat dasar, dan struktur komposisi alam semesta. Dalam pendapatnya, semua yang berada di dunia berasal dari air sebagai materi dasar alam semesta. Selain itu, Thales juga secara aktif mempelajari magnetisme, listrik, astronomi, dan matematika. Oleh banyak kalangan pemikir, Thales dianugerahi identitas sebagai Bapak dari penalaran deduktif.
2. Phytagoras
Phytagoras dikenal sebagai pemikir dan tokoh matematika. Bagi Phytagoras, bilangan-bilangan merupakan intisari dari semua benda. Juga merupakan dasar pokok dari sifat benda-benda. Sehingga baginya, matematika merupakan suatu sarana atau alat bagi pengetahuan filsafati.
3. Plato
Plato merupakan murid yang baik dari Phytagoras. Selama karir kefilsufannya, Plato menegaskan pendapat-pendapat dari Phytagoras. Bagi Plato, filsuf merupakan pencinta pandangan tentang kebenaran. Sedangkan filsafat merupakan pencarian yang bersifat perekaan terhadap pandangan seluruh kebenaran. Keyakinannya terhadap filsafat ini disebut sebagai filsafat spekulatif. Plato juga mengatakan bahwa geometri merupakan pengetahuan rasional berdasarkan akal murni yang menjadi kunci ke arah pengetahuan dan kebenaran. Geometri juga berguna bagi pemahaman terhadap sifat dasar dari kenyataan terakhir. Inilah yang selanjutnya dijadikan akar oleh Aristoteles, murid yang cemerlang dari Plato.
4. Aristoteles
Episteme, merupakan konsep tentang “suatu kumpulan yang teratur dari pengetahuan rasional dengan objeknya sendiri yang tepat.” Sehingga pemahaman filsafat dan ilmu sebagai pengetahuan yang rasional berakar dari sini. Dalam pemikiran Aristoteles selanjutnya, episteme dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Praktike atau pengetahuan praktis.
2. Poietike atau pengetahuan produktif.
3. Theoreitike atau pengetahuan teoritis.
Theorietike selanjutnya juga dibagi atas tiga bagian, yaitu, mathematike (matematika), physike (fisika), dan prote philosophia (filsafat pertama). Kelak, prote philosophia merupakan pengetahuan yang menelaah peradaban yang abadi, tidak berubah, dan terpisah dari materi. Menurut Aristoteles, prote philosophia merupakan ‘leluhur’ dari metafisika.
Peranan Aristoteles terhadap filsafat yang berkaitan dengan ilmu, Aristoteles adalah yang pertama. Ia menciptakan cabang pengetahuan itu dengan melakukan analisis terhadap masalah-masalah tertentu yang timbul dari hubungannya dengan penjelasan ilmiah.
B. Abad Pertengahan
Selama Abad Pertengahan scientia biasanya ditafsir dalam arti kuat ilmu yang dikaitkan dengan episteme. Konon inilah jenis pengetahuan yang dipunyai Alah tentang dunia. Trivium (Gramatika, Retorika, dan Dialektika) dan Quadrivium (Aritmatika, Geometri, Astronomi, dan Musik), di pihak lain, memuat sejumlag studi yang dianggap sebagai ilmu-ilmu dalam arti yang kurang ketat.
C. Abad XVII
Perbincangan filsafat berhulu dari pembicaraan mengenai metodologi ilmiah, metode induktif dari Bacon dan hampiran Deduktif dari Descartes. Francis Bacon menandaskan peranan induksi dalam ilmu. Metode ini bagi Bacon merupakan jalan kebeneran, yan sisi lainnya adalah kegunaan. Ilmu-ilmu tidak mungkin tidak beragam, mencerminkan fakultas-fakultas manusiawi. Misalnya, ilmu alam berawal dari akal, sejarah berasal dari ingatan. Descartes, ilmu tidak mempunyai basis lain selain akal budi. Metode akal budi dapat diterapkan pada problem apa saja. Ilmu bagi Descartes dikaitkan dengan kepastian dan sungguh-sungguh dikaitkan dengan diktum Abad Pertengahan, bahwa ilmu sesungguhnya identik dengan pengetahuan Allah.
D. Abad XVIII
Kaum empiris, rasionalis, dan tafsiran penganut Kant mengenai fisika Newton. Sir Isaac Newton, condong kepada pandangan positivistik mengenai ilmu. Dinyatakannya, hypotheses non fingo (saya tidak menemukan hipotesis-hipotesis). Tekanannya jatuh pada pencarian pola matematis. Imannuel Kant, mengaitkan pengetahuan ilmiah dengan keputusan apriori sintetik. Berdasarkan prinsip-prinsip yang melekat pada kodrat manusia. Keputusan-keputusan demikian berhubungan hanya dengan dunia fenomenal.
E. Awal Abad XIX sampai Perang Dunia I
Pengaruh dari keyakinan Kant dalam rasionalitas khas perpaduan klasik antara Euclid dan Newton.
F. Perbincangan Abad XX
Tanggapan terhadap relativitas, mekanika kuantum, dan perubahan-perubahan mendalam lainnya dalam ilmu-ilmu kealaman; Positivisme Logis lawan Neo-Kantianisme
Dari selintas perkembangan filsafat dan ilmu yang telah diuraikan ternyata sejak zaman Yunani kuno sesungguhnya berkembang tidak hanya dua melainkan empat bidang pengetahuan yaitu, filsafat, ilmu, matematika dan logika. Masing-masing kemudian mengalami perkembangan kearah yang lebih luas.
II. Topik Dan Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai ruang lingkup dan topik persoalan dari filsafat ilmu dewasa ini, berikut dikutipkan rincian lengkap yang dikemukakan dalam Encyclopedia Britannica, 15 th Edition :
1. Sifat dasar dan lingkupan filsafat ilmu dan hubungannya dengan cabang-cabang ilmu lain; aneka ragam soal dan metoda-metoda hampiran terhadap filsafat ilmu.
2. Perkembangan Historis dari filsafat Ilmu
a. Masa-masa purba dan abad pertengahan: pandangan-pandangan yang silih ganti berbeda dari aliran-aliran kaum Stoic dan Epicorus serta penganut-penganut Plato dan Aristoteles.
b. Abad XVII: perbincangan mengenai metodologi ilmiah; hampiran induktif dari Bacon dan hampiran Deduktif dari Descartes.
c. Abad XVIII: Kaum empiris, rasionalis, dan tafsiran penganut Kant mengenai fisika Newton.
d. Sejak awal abad XIX samapai Perang Dunia I: pengaruh dari keyakinan Kant dalam rasionalitas khas perpaduan klasik antara Euclid dan Newton.
e. Perbincangan abad XX: tanggapan terhadap relativitas, mekanika kuantum, dan perubahanperubahan mendalam lainnya dalam ilmu-ilmu kealaman; Positivisme Logis lawan Neo-Kantianisme
3. Unsur-Unsur Usaha Ilmiah
a. Unsur-unsur empiris, konseptual, dan formal serta tafsiran teoritisnya; aneka ragam pandangan mengenai pentingnya secara relatif dari pengamatan, teori dan perumusan matematis.
b. Prosedur empiris dari ilmu, (a) Pengukuran; teori dan problem filasafati mengenai penentuan hubungan-hubungan kuantitatif, (b) Perancangan percobaan: penerapan logika induktif dan asas-asas teoritis lainnya pada prosedur praktis.
c. Penggolongan: problem taksonomi, (a) Struktur formal ilmu: problem menyusun suatu analisis formal secara murni dari penyimpulan, ilmiah; perbedaan antara dalil ilmiah dan generalisasi empiris, (b) Perubahan konseptual dan perkembangan ilmu: problem kesejarahan mengenai organisasi teoritis dari ilmu yang berubah.
4. Gerakan-gerakan pemikiran ilmiah: prosedur dasar dari perkembangan intelektual dari ilmu.
a. Penemuan ilmiah; kedudukan terujung dari formalisme yang menekankan unsur-unsur rasional dari penemuan ilmiah, dan dari irrasionalisme yang menekankan peranan ilham, perkiraan, dan kebetulan.
b. Pembuktian keabsahan dan pembenaran dari konsep dan teori baru: pandangan bahwa peramalan merupakan ujian yang menentukan dari keabsahan ilmiah; pandangan bahwa pertautan, keajegan, dan keseluruhan merupakan persyaratan penting dari suatu teori ilmiah.
c. Penyatuan teori-teori dan konsep-konsep dari ilmu-ilmu yang terpisah: usaha menyusun suatusystem aksiomatis bagi semua ilmu kealaman; problem penyederhanaan untuk mencapai suatu landasan konseptual yang ajeg bagi dua atau lebih ilmu.
5. Kedudukan filsafati dari teori ilmiah:
a. Kedudukan proposisi ilmiah dan konsep dari entitas: pandangan-pandangan aneka ragam mengenai kedudukan epistemologi dari proporsi ilmiah dan mengenai kedudukan dari konsep ilmiah.
b. Hubungan antara analisis filsafat dan praktek ilmiah: penerapan dari ajaran-ajaran filasafati dan hampiran-hampiran yang berlainan pada ilmu-ilmu yang berbeda.
6. Pentingnya pengetahuan ilmiah bagi bidang-bidang lain dari pengalaman dan soal manusia: kepentingan sosial dari ilmu dan sikap ilmiah; keterbatasan usaha manusia.
7. Hubungan antara ilmu dan pengetahuan humaniora: persoalan tentang perbedaan antara metodologi ilmiah dan metodologi humaniora.
Kutipan rincian lengkap dalam Encyclopedia Britannica, 15 th Edition tersebut merupakan upaya untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang ruang lingkup dan topik filsafat ilmu. Kutipan tersebut diambil karena terjadi banyak ‘kekayaan’ pendapat dari para pemikir untuk memberikan pendapatnya tentang ruang lingkup dan topik filsafat ilmu seperti Peter Angeles , A. Corenelius Benjamin , Arthur C. Danto , Edward H. Madden , Ernest Nagel , P.H. Nidditch , Israel Scheffler , J.J.C. Smart , dan Marx Wartofsky .
III. ILMU KOMUNIKASI DAN DASAR BEKERJANYA
3.1. Ilmu Komunikasi
Untuk memahami komunikasi sebagai ilmu yang mempelajari interaksi sosial manusia dan pernyataan manusia, kita terlebih dahulu perlu mengerti pengertian dan pemahaman ilmu.
Dari segi maknanya pengertian ilmu mencakup 3 hal, yaitu, pengetahuan, aktivitas, dan metode. Para filsuf cenderung terdapat pemahaman bahwa ilmu adalah kumpulan yang sistematis dari pengetahuan. Pengertian ilmu sebagai Pengetahuan sesuai dengan asal-usul istilah “Science” berasal dari bahasa Latin “Scientia” yang dialihkan dalam bahasa Inggris menjadi to know, to learn. Oleh sebab itu wajar kalau ada makna tambahan dari ilmu sebagai aktivitas yang mengacu pada suatu proses, serangkaian aktivitas yang dilakukan manusia.
Terdapat pula pendapat bahwa ilmu adalah proses yang membuat pengetahuan. Ada lagi yang berpendapat ilmu adalah suatu cara yang teratur untuk memperoleh pengetahuan dari pada sebagai kumpulan teratur dari pengetahuan. Pemahaman ini sering disebut metode. Akhirnya digambarkan hubungan ketiganya. Aktivitas, metode, dan pengetahuan adalah kesatuan logis yang mesti ada secara berurutan. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu dan akhirnya aktivitas metodis itu menghasilkan pengetahuan. Kesatuan dari ketiga adalah upaya menyusun ilmu.
Lebih jelas lagi harus dilihat bahwa 3 hal ini mempunyai 3 ciri pokok sebagai :
1. Kegiatan manusia atau proses
2. Sebagai tata tertib tindakan pikiran atau prosedur.
3. Keseluruhan hasil yang dicapai oleh produk yang dinamis dipahami sebagai aktivitas penelitian, metode kerja, dan pengetahuan sistematis.
Dalam Handout Filsafat Komunikasi yang ditulis oleh Betty Soemirat dan Asep Suryana, ilmu komunikasi bisa dideskripsikan sebagai ilmu yang ditinjau berdasarkan objek dari komunikasi, objek material dan objek formal, komponen bentuk pernyataan, dan keragaman posisi. Sebagai ilmu, komunikasi mempelajari interaksi sosial manusia dan pernyataan manusia sebagai aktivitas manusia. Pengetahuan itu kemudian diperoleh dengan cara yang teratur. Sehingga pengertian tentang ilmu komunikasi adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai interaksi sosial dan pernyataan manusia untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan.
3.3. Dasar Bekerjanya Ilmu Komunikasi
Ilmu komunikasi bekerja berdasarkan fakta, pertimbangan objektif, asas analitik, logika deduktif-hipotetik, dan logika induktif-generalisasi. Hal-hal tersebut merupakan ciri-ciri pokok ilmu komunikasi.
a. Fakta
Mengandung makna situasi atau keadaan yang terjadi, apa yang aktual, apa yang ada, dan nyata. Fakta yang dimaksud dalam ilmu komunikasi adalah fakta ilmiah. Fakta dalam ilmu komunikasi berkaitan dengan situasi interaksi manusia dan pernyataan manusia.
b. Pertimbangan objektif
Pertimbangan objektif bermakna pertimbangan yang berhubungan dengan sebuah objek. Dari sisi keilmuan, ilmu komunikasi itu bebas dari prasangka perseorangan.
c. Asas analitik
Ilmu komunikasi bekerja berdasarkan asas analitis. Ini berarti bahwa pengetahuan ilmiah itu berusaha membeda-bedakan pokok soalnya kedalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
d. Logika deduktif-hipotetik
Ilmu komunikasi bekerja atau bersumber dari suatu pandangan umum (general conclusion) ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pertanyaan dan satu kesimpulan. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.
e. Logika induktif generalisasi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Ilmu komunikasi dinyatakan sebagai ilmu yang menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai kejadian.
IV. Aspek-Aspek Dasar Filosofis Komunikasi
A. Aspek Ontologis
Dalam aspek ontologis komunikasi, dinyatakan segala sesuatu yang berkaitan dengan terbentuknya ilmu komunikasi, objek yang ditelaah oleh ilmu komunikasi, wujud hakikat dari objek ilmu komunikasi, dan hubungan objek dengan daya tangkap manusia.
Pada ruang objek ilmu komunikasi, yang dibicarakan adalah objek material dan objek formal komunikasi. Objek material komunikasi adalah sifat interaksi sosial manusia. Sedangkan objek formalnya adalah pernyataan antar manusia. Dalam hal ini, aspek ontologis menunjukkan bahwa objek kajian komunikasi berupa produksi dan penyampaian pesan berupa simbol dan isyarat. Mengenai simbol dan isyarat, Ernst Cassirer bahkan mengatakan bahwa simbollah yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Dengan demikian, manusia merupakan homo symbolicum. Maka, secara hakikat, ontologi berbicara tentang perilaku manusia yang terlibat dalam proses komunikasi, media yang digunakan, dan simbol atau isyarat yang digunakan.
Sedangkan jika kita melihat pada hubungan antara objek dan daya tangkap manusia, maka kita akan mendapatkan hubungan interaksi sosial manusia dan pernyataannya dengan daya tangkap manusia. Sesuai dengan persepsi yang diperoleh partisipan komunikasi berdasarkan proses penginderaan, merasa, dan mengolah dengan akal—berpikir—terhadap stimuli yang diterima melalui proses komunikasi.
Pada aspek ontologis juga diperlihatkan bahwa ilmu komunikasi berhubungan dengan sifat interaksi sosial manusia. Hal tersebut menyangkut pada pilihan-pilihan manusia, cara memandang manusia berdasarkan segi keadaan vs ciri pembawaannya, pengalaman manusia sebagai makhluk individu dan sebagai mahluk sosial, kontekstualitas komunikasi, dan interprestasi manusia.
B. Aspek Epistemologis
Pemahaman sederhana atas epistemologis adalah “teori pengetahuan”. Maka, dalam aspek epistemologis komunikasi seperti diterangkan dalam handout mata kuliah Filsafat Komunikasi merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang benar.
Dalam mencapai idealisasi pengetahuan yang dimaksud, maka aspek epistemologi komunikasi pada dasarnya adalah bagaimana fenomena komunikasi disusun dalam proses yang menggunakan metode ilmiah. Metode yang dimaksud adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematis, dan logis.
Prosedur mendapatkan komunikasi sebagai pengetahuan yang benar dimulai dari proses penalaran dan berpikir. Proses penalaran dan berpikir tentang fenomena komunikasi itu bisa dilakukan dari fenomena khusus ke umum—induktif—atau sebaliknya, dari fenomena yang umum ke fenomena khusus—deduktif. Juga harus diperhatikan tentang keterujian instrumen, validitas, reliabilitas, dan keabsahan data. Dari sini kemudian komunikasi sebagai ilmu mulai bisa disusun secara sistematis, dikelompokkan, dan dicari perbedaan dari persamaan atau sebaliknya.
C. Aspek Aksiologis
Deddy Mulyana dalam Ilmu Komunikasi mengatakan, “komunikasi adalah panasea universal.” Ia menjelaskan bahwa komunikasi bukan obat ajaib untuk mengatasi semua persoalan masyarakat. Komunikasi sekedar alat untuk mencapai tujuan mulia atau pun tujuan jahat. Ini merupakan penjelasan sederhana tentang aspek aksiologi komunikasi.
Aspek aksiologis diterangkan sebagai cara menggunakan ilmu pengetahuan. Jika demikian aspek aksiologi komunikasi berarti menghubungkan komunikasi yang telah disusun secara epistemologis dengan nilai-nilai seperti estetika, etika, atau agama. Aksiologi komunikasi juga berarti menghubungkan ilmu komunikasi dengan upaya penelaahan objek material dan objek formal komunikasi dengan mengindahkan kaidah-kaidah moral keilmuan. Penelaahan terhadap objek ilmu komunikasi tersebut terkait dengan prosedur operasional metode ilmiah. Apakah sesuai dengan nilai-nilai moral atau tidak.
Dalam berbagai diktat kuliah yang saya baca, Thales selalu diterangkan dan diletakkan pada urutan kedua setelah Aristoteles. Padahal Thales dikenal sebagai ilmuwan pertama dalam tradisi keilmuan di dunia dan dikenal sebagai Bapak Filsafat. Maka pada paper ujian tengah semester ini saya mengikhtiarkan untuk meletakkan posisi Thales pada urutan pertama, sebelum Phytagoras, Plato, dan Aristoteles.
2Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008.
3Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 312.
4Ibid., hlm.312
5Ibid., hlm.312-313
6The New Encyclopedia Britannica ; Propaedia: Outline of Knowledge and Guide to the Britannica, 15th Edition, 1982, Part Ten, Division III, Section 10/31, p. 728-9.
7Peter A. Angeles, Dictionary of Philosophy, 1981, p. 250., dalam Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008.
8A. Cornelius Benjamin, “Science, philosophy of”, dalam Dictionary of Philosophy, Dagobert D. Runes, ed., 1975 Edition, p.284-285., Ibid., Wisma Pandia.
9Arthur C. Danto, “ Problem of Philosophy Science”, dalam Paul Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, Volume6, 1967, p. 296-7., Ibid., Wisma Pandia.
10Edward H. Madden,” Pierce and Current Issues in the Philosophy of Science”, dalam Raymond Klibansky, ed., Contemporary Philosophy: A Suevey, Volume II, 1968, p. 31., Ibid., Wisma Pandia.
11Ernest nagel, the Structure of Science: Problems in the Logic of Scientific Explanation, 1974, p. 14., Ibid., Wisma Pandia.
12P. H. Nidditch, ed., The Philosophy of Science, 1971, Introduction, p.2., Ibid., Wisma Pandia.
13Israel Scheffler, The anatomy of Inquiry: Philosophical Studies in The Theory of Science, 1969, p. 3 Ibid., Wisma Pandia.
14J.J.C. Smart, Between Science and Philosophy: An Introduction to the Philosophy of Science, 1968, p. 5 Ibid., Wisma Pandia.
15Marx W. wartofsky, ed., Boston Studies in Philosophy of Science, 1963, Preface, p. VII.
16Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008 Ibid., Wisma Pandia.
17Ibid
18Betty Soemirat dan Asep Suryana, Hand Out Filsafat Komunikasi, 2008.
19Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 225
20Ibid., hlm. 732
21Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Abadi, Bandung, 2003, hlm.369.
22Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2007, hlm.92.
23Betty Soemirat dan Asep Suryana, Hand Out Filsafat Komunikasi, Universitas Padjajaran, Bandung, Agustus 2008.
24Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 212
25Op.cit., Betty Soemirat dan Asep Suryana.
26Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Abadi, Bandung, 2003, hlm. 324.
27Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008.
28Op.cit., Betty Soemirat dan Asep Suryana.
29Op.cit., Deddy Mulyana, hlm. xi.
30Ibid., Deddy Mulyana, hlm. xi.
31Op.cit., Onong Uchjana Effendi, hlm. 326.
32Op.cit., Betty Soemirat dan Asep Suryana.
DAFTAR PUSTAKA
Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra Aditya Abadi, Bandung, 2003, hlm. 324.
Wisma Pandia, Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Teologi Injili Philadelphia. Diunduh pada 1 September 2008.
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2007, hlm.92.
Betty Soemirat dan Asep Suryana, Hand Out Filsafat Komunikasi, Universitas Padjajaran, Bandung, Agustus 2008.
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 2002, hlm. 212
KAIN ULOS SEBAGAI SIMBOL KOMUNIKASI SUKU BATAK
Komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya. Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain. Alat kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa komunikasi akan terisolasi
Komunikasi bertujuan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik, kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Abraham Maslow (Rakhmat, 1998:37) menyebutkan “kebutuhan akan cinta” atau “belongingness”.
Secara singkat, kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain. Kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.
Lingkungan sosial merefleksikan bagaimana orang hidup, bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain. Lingkungan sosial adalah budaya, dan bila kita ingin benar-benar memahami komunikasi, kitapun memahami budayanya.
Komunikasi ... adalah pembawa proses sosial. Ia adalah alat yang manusia miliki untuk mengatur, menstabilkan dan memodifikasi kehidupan sosialnya, ... proses sosial bergantung pada penghimpunan, pertukaran dan penyampaian pengetahuan. Pada gilirannya pengetahuan bergantung pada komunikasi (Peterson, Jensen, dan Rivers, 1965).
Dalam konteks ini dapat dirumuskan budaya sebagai panduan-panduan yang merefleksikan respons komunikatif terhadap rangsangan dari lingkungannya. Pola budaya ini merefleksikan elemen-elemen yang sama dalam perilaku komunikasi individual yang dilakukan mereka yang lahir dan diasuh dalam budaya itu.
Dengan demikian budaya sebagai seperangkat aturan terorganisasikan mengenai cara-cara yang dilakukan individu-individu dalam masyarakat berkomunikasi satu sama lain dan cara mereka berpikir tentang diri mereka dalam lingkungan mereka.
Proses yang dilalui individu-individu untuk memperoleh aturan-aturan (budaya) komunikasi dimulai pada awal kehidupan melalui proses asimilasi dan pendidikan pola-pola budaya ditanamkan ke dalam sistem saraf-saraf menjadi bagian kepribadian dan perilaku kita (Adder dalam Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 1996:138).
Proses komunikasi dalam suatu budaya berlangsung dengan penggunaan simbol-simbol. Penggunaan simbol-simbol secara populer dalam masyarakat sangat bervariasi. Simbol dipergunakan untuk mendiskusikan suatu objek, pribadi-pribadi, tindakan yang berhubungan dengan masyarakat (public interest) atau individu.
Berbagai contoh penggunaan simbol-simbol dalam kehidupan, baik dalam politik, ekonomi, ekologi, atau dalam hubungan internasional dapat diamati baik dalam bentuk bahasa, benda, atau lambang-lambang tertentu guna mempresentasikan “makna” yang melekat terkait dalam setiap kejadian (event) kehidupan itu secara luas dan intensif.
Kunci untuk memahami kualitas dan makna simbol harus dirujuk pada lingkungan dimana dia terkait dan merupakan bahagian dari lingkungan tersebut. Selanjutnya, bukan hanya kodrat (nature) dari lambang itu sendiri tetapi juga harus dilihat pada hubungan yang diperhitungkan pada saat memillih simbol itu sendiri. Pada waktu yang bersamaan kita tidak dapat melupakan keseluruhan sifat-sifat dari objek yang dipergunakan sebagai simbol, sebab objek simbol dan kelompok manusia yang mempergunakan simbol itu cenderung mempresentasikan hubungan terkoodinir dalam situasi tertentu (Usman Pelly dalam Teori Sosial Budaya, 1994:84).
Manusia sebagai makhluk yang bersimbol (animal symbolicum) dalam tatanan tertentu cenderung menciptakan suatu tanda atau lambang utama sebagai makna dalam komunikasi. Ada simbol yang dijadikan sebagai media penyampaian pesan. Namun ada pula media tradisional yang berfungsi sebagai jembatan atau sarana.
Media trandisional disini dapat berupa upacara-upacara ritual, simbol tertentu yang dijadikan alat tukar, bahkan tata kebiasaan tertentu yang bersifat kolektif. Lewat sarana-sarana atau simbol-simbo ini, dapat menghadirkan kaum kerabat atau klen saling berkumpul. Melalui upacar-upacara ritual inilah berlangsung proses komunikasi antar pribadi yang intensif.
Setiap suka di Indonesia yang terdiri dari berbagai etnik mempunyai simbol-simbol tertentu yang disepakati bersama sebagai media tradisional untuk menjalin relasi antarklen, sarana komunikasi, dan benda sakral dalam upacara-upacara. Suku batak adalah salah satu etnik di Sumatera Utara yang kaya akan simbol-simbol. Salah satu yang terkenal adalah simbol Ulos yang memainkan peranan penting dalam masyarakat Batak.
Kehidupan masyarakat suku Batak, tidak terlepas dari penggunaan kain ulos, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berbagai upacara adat. Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat batak yang berbunyi: “Ijuk pengihot ni hodong.” Ulos pengihot ni halong, yang artinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang diantara sesama.
Pada mulanya fungsi Ulos adalah untuk menghangatkan badan, tetapi kini Ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dlam segala aspek kehidupan orang Batak. Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak. Setiap ulos mempunyai ‘raksa’ sendiri-sendiri, ertinya mempunyai sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau benda tertentu.
Menurut pandangan orang-orang Batak, ada tiga sumber kehangatan (panas) bagi manusia, yaitu matahari, api, dan Ulos. Tentu tidak akan menimbulkan pertanyaan jika dikatakan bahwa matahari dan api merupakan sumber panas, tetapi tidak demikian dengan kain Ulos. Adalah wajar jika kemudian orang-orang non Batak mempertanyakan kain Ulos sebagai sumber panas atau kehangatan.
Munculnya pandangan orang-orang Batak bahwa kain Ulos merupakan sumber panas terkait dengan suhu tempat di mana orang-orang Batak membangun tempat tinggalnya. Secara geografis, tempat tinggal orang Batak berada di kawasan pegunungan yang beriklim sejuk (http://www.silaban.net). Kondisi alam ini, menyebabkan panas yang dipancarkan oleh matahari tidak cukup memberikan kehangatan, terutama ketika malam hari. Oleh karenanya, orang Batak kemudian menciptakan sesuatu yang mampu memberikan kehangatan yang melepaskan mereka dari cengkraman hawa dingin. Dalam konteks inilah kain Ulos menjadi sumber panas yang memberikan kehangatan, baik kehangatan secara fisik maupun non fisik kepada orang Batak. Kehangatan kain Ulos tidak saja melindungi tubuh orang Batak dari udara dingin, tetapi juga mampu membentuk kaum lelaki Batak berjiwa keras, mempunyai sifat kejantanan dan kepahlawanan, dan perempuannya mempunyai sifat ketahanan dari guna-guna kemandulan.
Kain Ulos lahir dari pencarian orang-orang Batak yang hidup di daerah pegunungan yang dingin. Seiring berjalannya waktu, dari sekedar kain pelindung badan, Ulos berkembang menjadi lambang ikatan kasih, pelengkap upacara adat, dan simbol sistem sosial masyarakat Batak. Bahkan, kain ini dipercaya mengandung kekuatan yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan kepada pemakainya.
Berbagai jenis dan motif kain Ulos menggambarkan makna tersendiri. Tergantung sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan tertentu. Kapan digunakan, diberikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana. Bahkan, berbagai upacara adat seperti pernikahan, kelahiran, kematian, dan ritual lainnya tak pernah terlaksana tanpa Ulos (http://www.silaban.net/). Melihat peran sentral kain ulos tersebut, nampaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kain ulos merupakan bagian (baca: pelengkap) dari kehidupan orang Batak.
Bila kain ini dipakai oleh laki-laki, bagian atasnya disebut ande-hande, sedangkan bagian bawahnya disebut singkot. Sebagai penutup kepala disebut tali-tali, bulang-bulang, sabe-sabe atau detar. Namun terkait dengan nilai-nilai sakral yang melingkupi kain Ulos, maka tidak semua Ulos dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya Ulos Jugia, Sadum, Ragi Hotang, Ragidup, dan Runjat, hanya dapat dipakai pada waktu-waktu dan upacara tertentu. Dalam keseharian, laki-laki Batak menggunakan sarung tenun bermotif kotak-kotak, tali-tali dan baju berbentuk kemeja kurung berwarna hitam, tanpa alas kaki.
Bila Ulos dipakai oleh perempuan Batak Toba, bagian bawah disebut haen, untuk penutup punggung disebut hoba-hoba, dan bila dipakai sebagai selendang disebut ampe-ampe. Apabila digunakan sebagai penutup kepala disebut saong, dan untuk menggendong anak disebut parompa. Dalam kesehariannya, perempuan Batak memakai kain blacu hitam dan baju kurung panjang yang umumnya berwarna hitam, serta tutup kepala yang disebut saong.
Secara garis besar, ada tiga cara pemakaian Ulos, yaitu: pertama, siabithononton (dipakai). Ulos yang dipakai di antaranya: ragidup, sibolang, runjat, djobit, simarindjamisi, dan ragi pangko. Kedua, sihadanghononton (dililitkan di kepala atau bisa juga di jinjing). Ulos yang penggunaannya dililit di kepala atau bisa juga ditengteng di antaranya: sirara, sumbat, bolean, mangiring, surisuri, dan sadum. Ketiga, sitalitalihononton (dililit di pinggang). Ulos yang dililitkan di pinggang di antaranya: tumtuman, mangiring, dan padangrusa. Ketiga aturan pemakaian tersebut membawa pesan bahwa menempatkan Ulos pada posisi yang tepat merupakan hal yang sangat penting, tidak saja terkait dengan keserasian dalam berpakaian tetapi juga terkait dengan makna-makna filosofis yang dikandungnya. Dengan kata lain, Ulos tidak hanya berfungsi sebagai penghangat dan lambang kasih sayang, melainkan juga sebagai simbol status sosial, alat komunikasi, dan lambang solidaritas.
Terkait Ulos sebagai ekspresi kasih-sayang, maka dikenal ungkapan mangulosi. Dalam adat Batak, mangulosi (memberikan Ulos) melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Ulos. Dalam hal mangulosi, ada aturan umum yang harus dipatuhi, yaitu mangulosi hanya boleh dilakukan kepada orang yang mempunyai status kekerabatan atau sosial lebih rendah, misalnya orang tua boleh mangulosi anaknya, tetapi sang anak tidak boleh mangulosi orang tuanya.
Demikian juga dengan Ulos yang hendak digunakan untuk mangulosi harus mempertimbangkan tujuan dari pemberian Ulos tersebut. Misalnya hendak mangulosi Boru yang akan melahirkan anak sulungnya, maka Ulos yang diberikan adalah Ulos Ragidup Sinagok. Demikian juga jika hendak mangulosi pembesar atau tamu kehormatan yang dapat memberikan perlindungan (mangalinggomi), maka Ulos yang digunakan adalah Ulos Ragidup Silingo.
Melihat begitu pentingnya fungsi Ulos dalam masyarakat Batak, maka upaya-upaya pelestarian harus segera dilakukan. Pelestarian tentunya tidak hanya dimaksudkan agar keberadaan kain tersebut tidak punah, tetapi juga merevitalisasinya sehingga memberikan manfaat (baca: kesejahteraan) bagi orang-orang Batak yang melestarikannya. Namun demikian, revitalisasi harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak melunturkan nilai-nilai yang dikandung oleh kain Ulos. Jangan sampai muncul gugatan, “Kami merasa sangat ngilu. Melihat Ulos diguntingi dan dipotong-potong. Dijadikan taplak meja, bahkan alas jok kursi untuk dihunduli. Itu pelecehan dan sangat tidak menghargai nilai budaya bangso Batak”.
Pelestarian dan revitalisasi tidak boleh hanya berorientasi pada nilai ekonomi saja, tetapi juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sehingga orang Batak tidak mengalami alienasi dan tercerabut dari akar lokalitasnya.
Secara umum, pembuatan kain Ulos terdiri dari mengani, tonum, dan manirat. Namun sebenarnya, proses pembuatannya tidak sesederhana itu karena setiap jenis Ulos membawa kerumitan-kerumitan tersendiri.
Pada dasarnya, sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahan-bahan untuk membuat kain Ulos adalah sama, yaitu kapas. Walaupun memiliki bahan dasar sama, tetapi ketika cara membuatnya berbeda, maka akan menghasilkan jenis Ulos yang berbeda, tidak saja pada jenis dan bentuknya, tetapi juga pada nilai dan fungsi yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan cara pembuatan, jenis dan fungsinya, terdapat beberapa macam Ulos, di antaranya adalah :
1. Ulos Jugia (Homitan).
Ulos Jugia disebut juga Ulos Naso Ra Pipot atau Pinunsaan. Ulos ini mengandung nilai budaya yang tinggi dan harganya sangat mahal. Oleh karenanya, Ulos ini biasanya disimpan di hombung atau parmonang-monangan (jenis lemari pada jaman dulu). Menurut kepercayaan orang Batak, Ulos ini hanya dapat dipakai oleh orang yang sudah saur matua atau naung gabe (orang tua yang sudah mempunyai cucu dari anaknya laki-laki dan perempuan). Namun walaupun telah mempunyai cucu, seseorang belum masuk kategori saur matua jika masih ada anaknya yang belum kawin atau belum mempunyai keturuan, walaupun telah mempunyai cucu dari anaknya yang lain.
Sulitnya persyaratan untuk dapat memakai Ulos Jugia menyebabkan Ulos ini menjadi benda langka sehingga banyak orang yang tidak mengenalnya. Ulos ini sering menjadi barang warisan orang tua kepada anaknya, dan nilainya sama dengan sitoppi (emas yang dipakai oleh istri raja pada waktu pesta).
2. Ulos Ragidup
Pembuatan Ulos Ragidup harus selesai dalam waktu tertentu menurut hatiha Batak (kalender Batak). Bila dimulai artia (hari pertama), maka harus selesai di tula (hari tengah dua puluh). Oleh karena pembuatannya dibatasi oleh waktu, maka pembuatan Ulos jenis ini dilakukan secara gotong royong oleh lima orang. Jumlah lima orang berdasarkan pada kain Ulos Ragidup yang terdiri dari lima bagian, yaitu: atas, bawah, kiri, kanan dan tengah. Kedua sisi, kiri dan kanan Ulos (ambi), dikerjakan oleh dua orang, demikian juga dengan bagian atas dan bawah (tinorpa). Sedangkan bagian tengah atau badan Ulos (tor) dikerjakan oleh satu orang. Sehingga secara keseluruhan Ulos ini dikerjakan oleh lima orang. Kemudian, hasil kerja kelima orang ini disatukan (diihot) menjadi satu kesatuan yang disebut Ulos Ragidup.
Warna, lukisan, serta coraknya (ragi) memberi kesan seolah-olah Ulos ini benar-benar hidup, sehingga orang menyebutnya Ragidup, yaitu lambang kehidupan. Oleh karenanya, setiap rumah tangga Batak mempunyai Ulos Ragidup. Selain lambang kehidupan, Ulos ini juga lambang doa restu untuk kebahagian dalam kehidupan, terutama dalam hal keturunan, yakni banyak anak (gabe) bagi setiap keluarga dan panjang umur (saur sarimatua). Dalam upacara adat perkawinan, Ulos Ragidup diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai Ulos Pargomgom yang maknanya adalah permohonan izin kepada Tuhan agar si pengantin dapat hidup bersama.
Ada yang berpendapat bahwa Ulos Ragidup nilainya setingkat di bawah Ulos Jugia. Namun ada juga yang beranggapan bahwa Ulos Ragidup merupakan Ulos yang paling tinggi nilainya karena selalu digunakan dalam upacara adat Batak, baik upacara duka cita maupun upacara suka-cita.
Ulos biasanya dipakai oleh golongan bangsawan (raja) dan masyarakat menengah ke atas. Pada jaman dahulu juga dipakai untuk mangupa tondi (mengukuhkan semangat) anak yang baru lahir. Selain itu, Ulos ini biasanya dipakai oleh suhut si habolonan (tuan rumah) yang sedang mengadakan upacara. Dengan memakai Ulos ini akan jelas kelihatan siapa tuan rumahnya.
Pada upacara perkawinan, Ulos ini biasanya diberikan sebagai Pansamot, yaitu pemberian dari orang tua pengantin perempuan kepada orang tua pengantin laki-laki. Di beberapa daerah, Ulos Ragidup tidak boleh dipakai oleh kaum wanita.
Jika ada orang tua yang meninggal dunia, maka Ulos Ragidup ini hanya boleh dipakai oleh anak tertua, sedangkan anak yang lainnya hanya boleh memakai Ulos Sibolang. Ulos ini juga bisa digunakan untuk Panggabei (Ulos Saur Matua) kepada cucu dari anak yang meninggal. Pada kondisi ini, Ulos Ragidup mempunyai derajat yang sama dengan Ulos Jugia.
3. Ragihotang
Ulos Ragihotang merupakan Ulos yang mempunyai ragi (corak) rotan (hotang). Ulos ini biasanya diberikan kepada sepasang pengantin, sehingga disebut juga Ulos Marjabu. Tujuan pemberian Ulos ini adalah agar ikatan batin kedua pengantin seperti rotan. Pemberian Ulos ini kepada si pengantin dengan cara disampirkan dari sebelah kanan pengantin, ujungnya dipegang dengan tangan kanan laki-laki, dan ujung sebelah kiri oleh perempuan lalu disatukan di tengah dada seperti terikat.
Ulos ini juga digunakan untuk mangulosi seseorang yang dianggap picik, dengan harapan agar Tuhan memberikannya kebaikan sehingga orang tersebut rajin berkerja. Dalam upacara kematian, Ulos ini dipakai untuk membungkus jenazah, sedangkan dalam upacara penguburan kedua kalinya, digunakan untuk membungkus tulang-belulangnya. Oleh karenanya, Ulos ini mempunyai derajat yang cukup tinggi.
4. Ulos Sadum
Ulos Sadum biasanya dipakai dalam acara-acara yang penuh keceriaan. Hal ini dikarenakan Ulos ini mempunyai ragam warna yang cerah. Begitu indahnya Ulos ini sehingga sering digunakan sebagai hiasan dinding atau diberikan sebagai kenang-kenangan, khususnya kepada pejabat yang berkunjung ke daerah Batak.
Di Tapanuli Selatan, Ulos ini biasanya dipakai sebagai panjangki/parompa (gendongan) bagi keturunan Daulat Baginda atau Mangaraja. Selain itu, Ulos ini juga digunakan sebagai alas sirih di atas piring besar (pinggan godang burangir/harunduk panyurduan) untuk mengundang (marontang) raja-raja.
5. Ulos Runjat
Ulos ini biasanya dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang ketika edang-edang (menghadiri undangan). Selain itu, Ulos ini juga dapat diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat, misalnya oleh Tulang (paman), pariban (kakak pengantin perempuan yang sudah kawin), dan pamarai (pakcik pengantin perempuan). Ulos ini juga dapat diberikan pada waktu mangupa-upa dalam acara pesta gembira (ulaon silas ni roha).
6. Ulos Sibolang
Ulos ini dapat dipakai baik ketika berduka atau bersuka cita. Untuk dipakai pada saat berduka-cita, biasanya dipilih Ulos Sibolang yang warna hitamnya menonjol, sedangkan bila bersuka cita dipilih yang warna putihnya menonjol.
Dalam upacara perkawinan, Ulos ini biasanya dipakai sebagai tutup ni ampang dan juga dapat disandang. Jika digunakan dalam upacara perkawinan, biasanya dipilih yang warna putihnya menonjol. Ulos Sibolang yang digunakan dalam upacara perkawinan, biasanya disebut Ulos Pamontari.
Oleh karena Ulos ini dapat dipakai dalam semua kegiatan adat Batak, maka Ulos ini dianggap oleh sebagian orang Batak sebagai Ulos yang paling tinggi nilai adatnya. Namun demikian, Ulos ini kurang tepat dipakai sebagai Ulos Pangupa atau Parompa.
7. Ulos Suri-suri Ganjang.
Disebut Ulos Suri-suri Ganjang (biasanya orang Batak hanya menyebutnya Ulos Suri-suri) karena coraknya berbentuk sisir memanjang. Dahulu Ulos ini dipergunakan sebagai ampe-ampe/hande-hande. Pada waktu margondang (memukul gendang) Ulos ini dipakai hula-hula untuk menyambut anak boru. Ulos ini juga dapat diberikan sebagai “Ulos Tondi” kepada pengantin. Ulos ini juga sering dipakai kaum wanita sebagai sabe-sabe. Keistimewaan Ulos ini adalah panjangnya yang melebihi Ulos biasa. Bila dipakai sebagai ampe-ampe bisa mencapai dua kali lilit pada bahu kiri dan kanan sehingga si pemakai seakan mengenakan dua Ulos.
8. Ulos Mangiring
Ulos ini mempunyai corak saling beriringan, yang melambangkan kesuburan dan kesepakatan. Oleh karenanya, Ulos ini biasanya digunakan oleh seseorang sebagai Ulos Parompa kepada cucunya. Pemberian ini sebagai simbol bahwa si cucu akan diikuti pula oleh kelahiran adik-adiknya yang akan menjadi teman seiring-sejalan.
Ulos ini juga dapat digunakan sebagai pakaian sehari-hari. Bagi kaum laki-laki dalam bentuk tali-tali (detar), sedangkan bagi kaum wanita dapat dipakai sebagai saong (tudung). Pada waktu upacara mampe goar (pembaptisan anak), Ulos ini juga dapat dipakai sebagai bulang-bulang oleh hula-hula kepada menantunya.
9. Bintang Maratur
Ulos Bintang Maratur sebagaimana namanya mempunyai ragi yang menggambarkan jejeran bintang yang teratur. Jenis ragi ini bermakna kepatuhan dan kerukunan dalam ikatan kekeluargaan. Selain itu, juga bermakna tingkatan sama rata dalam hal sinadongan (kekayaan) atau hasangapon (kemuliaan). Ulos ini dapat dipakai sebagai hande-hande (ampe-ampe), tali-tali, atau saong. Ulos ini mempunyai nilai dan fungsi yang sama dengan Ulos Mangiring.
10. Sitoluntuho-Bolean
Ulos ini biasanya hanya dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita. Tidak mempunyai makna adat kecuali bila diberikan kepada seorang anak yang baru lahir sebagai Ulos Parompa. Jenis Ulos ini dapat dipakai sebagai tambahan, yang dalam istilah adat Batak dikatakan sebagai Ulos Panoropi yang diberikan hula-hula kepada boru yang sudah terhitung keluarga jauh. Disebut Sitoluntuho karena raginya/coraknya yang berjejer tiga, merupakan “tuho” atau “tugal” yang biasanya dipakai untuk melubangi tanah guna menanam benih.
11. Ulos Jungkit
Ulos Jungkit mempunyai hiasan yang terbuat dari permata. Oleh karenanya, Ulos ini juga disebut Ulos Nanidondang atau Ulos Paruda (permata). Pada zaman dahulu, Ulos ini dipakai oleh para anak gadis dan keluarga raja-raja untuk hoba-hoba, menerima tamu pembesar kerajaan, atau pada saat melangsungkam resepsi perkawinan. Namun karena permata semakin sulit didapat, maka bentuk ragi permata pada Ulos ini diganti dengan cara manjungkit (mengkait) benang Ulos. Oleh karena proses pembuatannya sangat sulit, maka Ulos ini merupakan barang langka, dan saat ini sudah sangat sulit untuk menemukannya.
12. Ulos Lobu-Lobu
Ulos Lobu-Lobu merupakan Ulos yang digunakan untuk fungsi khusus, misalnya oleh orang yang sering dirundung kemalangan (kematian anak). Oleh karenanya, Ulos ini tidak pernah diperdagangkan dan orang yang membutuhkan biasanya memesan langsung kepada pengrajinnya. Selain itu, Ulos ini biasanya disimpan diparmonang-monangan, sehingga tidak cukup banyak orang yang mengenal jenis Ulos ini.
Bentuk Ulos ini seperti kain sarung dan rambunya tidak boleh dipotong. Ulos ini juga disebut Ulos giun hinarharan. Jaman dahulu para orang tua sering memberikan Ulos ini kepada anaknya yang sedang mengandung (hamil tua). Tujuannya agar nantinya anak yang dikandung lahir dengan selamat.
Selain keduabelas jenis tersebut, Ulos Batak masih mempunyai banyak macam dan coraknya, seperti: Ragi Panai, Ragi Hatirangga, Ragi Ambasang, Ragi Sidosdos, Ragi Sampuborna, Ragi Siattar, Ragi Sapot, Ragi si Imput ni Hirik, Ulos Bugis, Ulos Padang Rusa, Ulos Simata, Ulos Happu, Ulos Tukku, Ulos Gipul, dan Ulos Takkup. Menurut orang-orang tua, ragam Ulos Batak mencapai 57 jenis.
Menurut adat yang berkembang dalam masyarakat, setiap orang Batak akan menerima minimal tiga macam Ulos dalam hidupnya, yaitu sewaktu baru lahir (Ulos Parompa atau Ulos Paralo-Alo Tondi), kawin (Marjabu atau Hela), dan saat meninggal dunia (Ulos Saput). Oleh karena setiap orang pasti mendapatkan ketiganya, maka Ulos ini juga disebut na marsintuhu (Ulos keharusan).
Perspektif Teoritik
Manusia yang selalu mengalami perubahan, dari proses kehidupan sehari-hari sampai dengan ritual-ritual yang dilakukan dalam peringatan hal-hal yang dianggap sangat berarti, penting atau pun mempunyai nilai suci. Ritual yang dilakukan berbeda-beda bentuk dan prosesinya, hal ini mempertimbangkan ritual apa yang akan dilaksanakan. Kehidupan manusia sejak dalam kandungan, kelahiran, perkawinanan sampai dengan kematian dipenuhi oleh ritual-ritual.
Komunikasi yang bersifat ekspresif menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi). Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal (Mulyana, 2002: 21-22) Simbol non verbal ini dapat saja berupa benda yang dianggap suci (sacred).
Simbol adalah suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan respon manusia terhadap simbol adalah dalam pengertian makna dan nilainya ketimbang dalam pengertian stimulasi fisik dan alat-alat inderanya. (Mulyana, 2001 : 77). Dalam hal ini, Peirce mengamukakan bahwa simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandai (petanda) sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya (dalam Sobur, 2003: 156).
Dalam “bahasa” komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai lambang, yakni sesuatu yang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Ogden dan Richards (dalam Aminuddin, 1997: 2005-2006) menyatakan simbol memiliki hubungan asosiatif dengan pikiran atau referensi, simbol dan dunia acuan.
Sebagai peserta komunikasi, manusia itu unik karena mampu memanipulasi simbol-simbol berdasarkan kesadarannya. Mead menekankan pentingnya komunikasi, khususnya melalui mekanisme isyarat vokal (bahasa), meskipun teorinya bersifat umum. Isyarat vokal-lah yang potensial menjadi seperangkat simbol yang membentuk bahasa. Makna suatu simbol bukanlah pertama-tama ciri fisiknya, namun apa yang orang dapat dilakukan mengenai simbol tersebut. Dengan kata lain sebagaimana dikatakan Shibutani (dalam Mulyana, 2001: 77) “makna pertama-tama merupakan properti perilaku dan kedua merupakan properti objek”. Dengan demikian, semua objek simbolik menyarankan suatu rencana tindakan (plan of action) dan bahwa alasan untuk berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap suatu objek antara lain diisyaratkan oleh objek tersebut.
Lambang atau simbol yan ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas simbol yang bersifat verbal dan nonverbal (Pateda, 2001: 48). Simbol verbal adalah simbol-simbol yang digunakan sebagai alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat bicara. Sedangkan simbol nonverbal dapat berupa 1) simbol yang menggunakan anggota badan, lalu diikuti dengan lambang, 2) suara, 3) benda-benda yang bermakna kultural dan ritual.
Kajian Pustaka
Dalam rangka menjalin komunikasi yang berdasarkan pada keseragaman makna, manusia dalam interaksi sosial selalu berupaya mencocokkan apa yang ada dalam pikirannya dengan apa yang sedang terjadi pada lingkungannya, artinya manusia dalam proses komunikasi bukan sekedar penerima lambang atau simbol-simbol yang dilihat, didengar atau yang dirabanya secara pasif, melainkan individu secara aktif mencoba mengadakan interpretasi terhadap lambang, simbol atau tanda tersebut. Upaya interpretasi itu adalah bagian interaksi yan dapat dilakukan dalam rangka menjalin komunikasi antara pengirim pesan dengan penerima pesan, dan interaksi interpretasi itu tidak hanya dilakukan terhadap pesan yang disampaikan di antara peserta komunikasi tetapi interaksi interpretasi juga dilakukan terhadap dirinya sendiri, karena orang tidak hanya menyadari orang lain tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri (Poloma, 1994: 257).
Dalam interaksi individu dengan individu lainnya akan diperlukan suatu media yang akan dipergunakan simbol-simbol baik yang bersifat melekat pada diri sendiri, misalnya mimik muka, berbicara gesture yang merupakan bentuk simbol yang melekat pada diri. Sedangkan simbol yang diluar diri misalnya cara seorang menggunakan pakaian dapat merupakan sebagai petunjuk identitasnya.
Tidak semua benda yang akan menjadi simbol dari komunikasi, akan tetapi dalam suatu kondisi tertentu setiap benda yang dipergunakan akan dapat menjadi simbol komunikasi, seperti asap pada suatu saat bisa dijadikan simbol. Suku Indian di Amerika Serikat asap dapat dijadikan simbol suatu penyerangan atau persahabatan, asap tersebut dibentuk sedemikian rupa, dibentuk dengan kepulan yang meliuk-liuk.
Simbol pertama-tama bertempat dalam suatu tindakan, ketika dalam kontak hidup anta dua orang, simbol dapat hidup sendiri. Dalam kontak tersebut, tindakan sebagai simbolis merupakan suatu komunikasi yang sangat penting dan efektif. Disini simbol dipraktekkan, karena merupakan petunjuk jalan yang memberi arah kepada perjalanan kita, alat transformasi, untuk sesuatu (Van Peusen dalam Dick Hartoko, 1976: 21).
Tindakan simbolis hanya mungkin sebagai komunikasi antara manusia yang sangat sederhana, hubungan itu ditentukan dua orang, akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial cenderung untuk berkelompok, hidup dalam suatu komunitas tertentu. Simbol-simbo semakin berkembang, semakin dipahami bersama melalui interaksi yang lebih luas, simbol pun bukan menjadi milik individu lagi, akan tetapi lebih bersifat komuniter dan menjadi milik bersamadalam komunitas penduduk yang mendukung kebudayaan tertentu.
Komunitas manusia memanfaatkan suatu simbol yang sangat berperan penting untuk dapat berkomunikasi. Simbol adalah tanda yang khusus bersifat arbitrier artinya bersifat manasuka atau tidak sama dengan yang ditandai. Simbol hanya bisa dimengerti dalam konteks yang ditafsirkan oleh kebudayaan itu sendiri, bersifat cultur spesific.
Kain Ulos tidak sekedar hasil kerajinan yang mempunyai tampilan indah, tetapi juga merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Dengan kata lain, dengan mengetahui dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kain Ulos, maka kita akan mengetahui apa dan siapa orang Batak. Oleh karenanya, upaya pelestarian kain Ulos baik secara fisik maupun nilai-nilai yang dikandungnya harus segera dilakukan. Atau, generasi Batak akan teralienasi karena tercerabut dari akar lokalitasnya.
Secara garis besar, ada empat nilai yang dapat kita ambil dari kain Ulos, yaitu: kearifan lokal, keyakinan, tata aturan, dan kasih sayang.
Pertama, kain Ulos merupakan manifestasi dari pengetahuan lokal masyarakat Batak. Kondisi geografis alam tempatan orang Batak yang berhawa cukup dingin menyebabkan matahari dan api tidak cukup memberi kehangatan, kondisi ini telah menggugah orang-orang Batak untuk mencari dan menciptakan sumber kehangatan baru, yaitu kain Ulos. Oleh karenanya, penggunaan kapas sebagai bahan baku utama untuk membuat kain Ulos, bukan suatu kebetulan, tetapi merupakan proses panjang dari sebuah pencarian. Demikian juga pewarna kain yang dibuat dari bahan-bahan alami.
Kedua, pengetahuan lokal tersebut terus berkembang dan akhirnya menjadi falsafah hidup orang Batak. Menurut orang Batak, ada tiga sumber kehangatan, yaitu: matahari, api, dan Ulos. Eksistensi kain Ulos semakin kuat ketika ia menjadi bagian penting dari upacara-upacara adat yang dilakukan oleh orang Batak. Akhirnya, kain Ulos menjadi kain sakral yang menjadi simpul keyakinan orang Batak kepada Tuhan.
Ketiga, kain Ulos sebagai sumber tertib sosial (baca: tata aturan). Beragam Ulos dengan segenap raksa yang terkandung di dalamnya, jika dikaji secara serius, ternyata merupakan sumber untuk melakukan tertib sosial dalam masyarakat Batak. Ulos Jugia, Ragidup, dan Ragihotang misalnya, mengandung tata aturan bagaimana hidup bermasyarakat dan bagaimana tertib sosial dijaga dalam masyarakat. Mengapa Ulos Jugia hanya boleh dipakai oleh kakek yang telah mempunyai cucu, mengapa Ulos ragidup harus dipakai oleh tuan rumah dalam kegiatan kemasyarakatan, dan mengapa Ulos Sadum harus dijadikan alas sirih ketika menyambut raja. Dengan kata lain, keberadaan beragam jenis Ulos tersebut, merupakan cara masyarakat Batak menjaga harmoni sosial.
Keempat, kain Ulos sebagai pertanda kehangatan (baca: kasih sayang) orang Batak. Pemberian Ulos (mangulosi) agar orang yang diberikan terlepas dari serangan dingin yang menggrogoti tulang merupakan cara orang Batak mengungkapkan kasih sayangnya. Dengan memberikan Ulos, maka ia telah melindungi orang-orang yang dikasihinya.
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.indokain.com/newfall03/ulr1det.jpg&
Komunikasi bertujuan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik, kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Abraham Maslow (Rakhmat, 1998:37) menyebutkan “kebutuhan akan cinta” atau “belongingness”.
Secara singkat, kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain. Kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.
Lingkungan sosial merefleksikan bagaimana orang hidup, bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain. Lingkungan sosial adalah budaya, dan bila kita ingin benar-benar memahami komunikasi, kitapun memahami budayanya.
Komunikasi ... adalah pembawa proses sosial. Ia adalah alat yang manusia miliki untuk mengatur, menstabilkan dan memodifikasi kehidupan sosialnya, ... proses sosial bergantung pada penghimpunan, pertukaran dan penyampaian pengetahuan. Pada gilirannya pengetahuan bergantung pada komunikasi (Peterson, Jensen, dan Rivers, 1965).
Dalam konteks ini dapat dirumuskan budaya sebagai panduan-panduan yang merefleksikan respons komunikatif terhadap rangsangan dari lingkungannya. Pola budaya ini merefleksikan elemen-elemen yang sama dalam perilaku komunikasi individual yang dilakukan mereka yang lahir dan diasuh dalam budaya itu.
Dengan demikian budaya sebagai seperangkat aturan terorganisasikan mengenai cara-cara yang dilakukan individu-individu dalam masyarakat berkomunikasi satu sama lain dan cara mereka berpikir tentang diri mereka dalam lingkungan mereka.
Proses yang dilalui individu-individu untuk memperoleh aturan-aturan (budaya) komunikasi dimulai pada awal kehidupan melalui proses asimilasi dan pendidikan pola-pola budaya ditanamkan ke dalam sistem saraf-saraf menjadi bagian kepribadian dan perilaku kita (Adder dalam Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 1996:138).
Proses komunikasi dalam suatu budaya berlangsung dengan penggunaan simbol-simbol. Penggunaan simbol-simbol secara populer dalam masyarakat sangat bervariasi. Simbol dipergunakan untuk mendiskusikan suatu objek, pribadi-pribadi, tindakan yang berhubungan dengan masyarakat (public interest) atau individu.
Berbagai contoh penggunaan simbol-simbol dalam kehidupan, baik dalam politik, ekonomi, ekologi, atau dalam hubungan internasional dapat diamati baik dalam bentuk bahasa, benda, atau lambang-lambang tertentu guna mempresentasikan “makna” yang melekat terkait dalam setiap kejadian (event) kehidupan itu secara luas dan intensif.
Kunci untuk memahami kualitas dan makna simbol harus dirujuk pada lingkungan dimana dia terkait dan merupakan bahagian dari lingkungan tersebut. Selanjutnya, bukan hanya kodrat (nature) dari lambang itu sendiri tetapi juga harus dilihat pada hubungan yang diperhitungkan pada saat memillih simbol itu sendiri. Pada waktu yang bersamaan kita tidak dapat melupakan keseluruhan sifat-sifat dari objek yang dipergunakan sebagai simbol, sebab objek simbol dan kelompok manusia yang mempergunakan simbol itu cenderung mempresentasikan hubungan terkoodinir dalam situasi tertentu (Usman Pelly dalam Teori Sosial Budaya, 1994:84).
Manusia sebagai makhluk yang bersimbol (animal symbolicum) dalam tatanan tertentu cenderung menciptakan suatu tanda atau lambang utama sebagai makna dalam komunikasi. Ada simbol yang dijadikan sebagai media penyampaian pesan. Namun ada pula media tradisional yang berfungsi sebagai jembatan atau sarana.
Media trandisional disini dapat berupa upacara-upacara ritual, simbol tertentu yang dijadikan alat tukar, bahkan tata kebiasaan tertentu yang bersifat kolektif. Lewat sarana-sarana atau simbol-simbo ini, dapat menghadirkan kaum kerabat atau klen saling berkumpul. Melalui upacar-upacara ritual inilah berlangsung proses komunikasi antar pribadi yang intensif.
Setiap suka di Indonesia yang terdiri dari berbagai etnik mempunyai simbol-simbol tertentu yang disepakati bersama sebagai media tradisional untuk menjalin relasi antarklen, sarana komunikasi, dan benda sakral dalam upacara-upacara. Suku batak adalah salah satu etnik di Sumatera Utara yang kaya akan simbol-simbol. Salah satu yang terkenal adalah simbol Ulos yang memainkan peranan penting dalam masyarakat Batak.
Kehidupan masyarakat suku Batak, tidak terlepas dari penggunaan kain ulos, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam berbagai upacara adat. Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat batak yang berbunyi: “Ijuk pengihot ni hodong.” Ulos pengihot ni halong, yang artinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih sayang diantara sesama.
Pada mulanya fungsi Ulos adalah untuk menghangatkan badan, tetapi kini Ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dlam segala aspek kehidupan orang Batak. Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak. Setiap ulos mempunyai ‘raksa’ sendiri-sendiri, ertinya mempunyai sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau benda tertentu.
Menurut pandangan orang-orang Batak, ada tiga sumber kehangatan (panas) bagi manusia, yaitu matahari, api, dan Ulos. Tentu tidak akan menimbulkan pertanyaan jika dikatakan bahwa matahari dan api merupakan sumber panas, tetapi tidak demikian dengan kain Ulos. Adalah wajar jika kemudian orang-orang non Batak mempertanyakan kain Ulos sebagai sumber panas atau kehangatan.
Munculnya pandangan orang-orang Batak bahwa kain Ulos merupakan sumber panas terkait dengan suhu tempat di mana orang-orang Batak membangun tempat tinggalnya. Secara geografis, tempat tinggal orang Batak berada di kawasan pegunungan yang beriklim sejuk (http://www.silaban.net). Kondisi alam ini, menyebabkan panas yang dipancarkan oleh matahari tidak cukup memberikan kehangatan, terutama ketika malam hari. Oleh karenanya, orang Batak kemudian menciptakan sesuatu yang mampu memberikan kehangatan yang melepaskan mereka dari cengkraman hawa dingin. Dalam konteks inilah kain Ulos menjadi sumber panas yang memberikan kehangatan, baik kehangatan secara fisik maupun non fisik kepada orang Batak. Kehangatan kain Ulos tidak saja melindungi tubuh orang Batak dari udara dingin, tetapi juga mampu membentuk kaum lelaki Batak berjiwa keras, mempunyai sifat kejantanan dan kepahlawanan, dan perempuannya mempunyai sifat ketahanan dari guna-guna kemandulan.
Kain Ulos lahir dari pencarian orang-orang Batak yang hidup di daerah pegunungan yang dingin. Seiring berjalannya waktu, dari sekedar kain pelindung badan, Ulos berkembang menjadi lambang ikatan kasih, pelengkap upacara adat, dan simbol sistem sosial masyarakat Batak. Bahkan, kain ini dipercaya mengandung kekuatan yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan kepada pemakainya.
Berbagai jenis dan motif kain Ulos menggambarkan makna tersendiri. Tergantung sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan tertentu. Kapan digunakan, diberikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana. Bahkan, berbagai upacara adat seperti pernikahan, kelahiran, kematian, dan ritual lainnya tak pernah terlaksana tanpa Ulos (http://www.silaban.net/). Melihat peran sentral kain ulos tersebut, nampaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kain ulos merupakan bagian (baca: pelengkap) dari kehidupan orang Batak.
Bila kain ini dipakai oleh laki-laki, bagian atasnya disebut ande-hande, sedangkan bagian bawahnya disebut singkot. Sebagai penutup kepala disebut tali-tali, bulang-bulang, sabe-sabe atau detar. Namun terkait dengan nilai-nilai sakral yang melingkupi kain Ulos, maka tidak semua Ulos dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya Ulos Jugia, Sadum, Ragi Hotang, Ragidup, dan Runjat, hanya dapat dipakai pada waktu-waktu dan upacara tertentu. Dalam keseharian, laki-laki Batak menggunakan sarung tenun bermotif kotak-kotak, tali-tali dan baju berbentuk kemeja kurung berwarna hitam, tanpa alas kaki.
Bila Ulos dipakai oleh perempuan Batak Toba, bagian bawah disebut haen, untuk penutup punggung disebut hoba-hoba, dan bila dipakai sebagai selendang disebut ampe-ampe. Apabila digunakan sebagai penutup kepala disebut saong, dan untuk menggendong anak disebut parompa. Dalam kesehariannya, perempuan Batak memakai kain blacu hitam dan baju kurung panjang yang umumnya berwarna hitam, serta tutup kepala yang disebut saong.
Secara garis besar, ada tiga cara pemakaian Ulos, yaitu: pertama, siabithononton (dipakai). Ulos yang dipakai di antaranya: ragidup, sibolang, runjat, djobit, simarindjamisi, dan ragi pangko. Kedua, sihadanghononton (dililitkan di kepala atau bisa juga di jinjing). Ulos yang penggunaannya dililit di kepala atau bisa juga ditengteng di antaranya: sirara, sumbat, bolean, mangiring, surisuri, dan sadum. Ketiga, sitalitalihononton (dililit di pinggang). Ulos yang dililitkan di pinggang di antaranya: tumtuman, mangiring, dan padangrusa. Ketiga aturan pemakaian tersebut membawa pesan bahwa menempatkan Ulos pada posisi yang tepat merupakan hal yang sangat penting, tidak saja terkait dengan keserasian dalam berpakaian tetapi juga terkait dengan makna-makna filosofis yang dikandungnya. Dengan kata lain, Ulos tidak hanya berfungsi sebagai penghangat dan lambang kasih sayang, melainkan juga sebagai simbol status sosial, alat komunikasi, dan lambang solidaritas.
Terkait Ulos sebagai ekspresi kasih-sayang, maka dikenal ungkapan mangulosi. Dalam adat Batak, mangulosi (memberikan Ulos) melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Ulos. Dalam hal mangulosi, ada aturan umum yang harus dipatuhi, yaitu mangulosi hanya boleh dilakukan kepada orang yang mempunyai status kekerabatan atau sosial lebih rendah, misalnya orang tua boleh mangulosi anaknya, tetapi sang anak tidak boleh mangulosi orang tuanya.
Demikian juga dengan Ulos yang hendak digunakan untuk mangulosi harus mempertimbangkan tujuan dari pemberian Ulos tersebut. Misalnya hendak mangulosi Boru yang akan melahirkan anak sulungnya, maka Ulos yang diberikan adalah Ulos Ragidup Sinagok. Demikian juga jika hendak mangulosi pembesar atau tamu kehormatan yang dapat memberikan perlindungan (mangalinggomi), maka Ulos yang digunakan adalah Ulos Ragidup Silingo.
Melihat begitu pentingnya fungsi Ulos dalam masyarakat Batak, maka upaya-upaya pelestarian harus segera dilakukan. Pelestarian tentunya tidak hanya dimaksudkan agar keberadaan kain tersebut tidak punah, tetapi juga merevitalisasinya sehingga memberikan manfaat (baca: kesejahteraan) bagi orang-orang Batak yang melestarikannya. Namun demikian, revitalisasi harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak melunturkan nilai-nilai yang dikandung oleh kain Ulos. Jangan sampai muncul gugatan, “Kami merasa sangat ngilu. Melihat Ulos diguntingi dan dipotong-potong. Dijadikan taplak meja, bahkan alas jok kursi untuk dihunduli. Itu pelecehan dan sangat tidak menghargai nilai budaya bangso Batak”.
Pelestarian dan revitalisasi tidak boleh hanya berorientasi pada nilai ekonomi saja, tetapi juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sehingga orang Batak tidak mengalami alienasi dan tercerabut dari akar lokalitasnya.
Secara umum, pembuatan kain Ulos terdiri dari mengani, tonum, dan manirat. Namun sebenarnya, proses pembuatannya tidak sesederhana itu karena setiap jenis Ulos membawa kerumitan-kerumitan tersendiri.
Pada dasarnya, sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahan-bahan untuk membuat kain Ulos adalah sama, yaitu kapas. Walaupun memiliki bahan dasar sama, tetapi ketika cara membuatnya berbeda, maka akan menghasilkan jenis Ulos yang berbeda, tidak saja pada jenis dan bentuknya, tetapi juga pada nilai dan fungsi yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan cara pembuatan, jenis dan fungsinya, terdapat beberapa macam Ulos, di antaranya adalah :
1. Ulos Jugia (Homitan).
Ulos Jugia disebut juga Ulos Naso Ra Pipot atau Pinunsaan. Ulos ini mengandung nilai budaya yang tinggi dan harganya sangat mahal. Oleh karenanya, Ulos ini biasanya disimpan di hombung atau parmonang-monangan (jenis lemari pada jaman dulu). Menurut kepercayaan orang Batak, Ulos ini hanya dapat dipakai oleh orang yang sudah saur matua atau naung gabe (orang tua yang sudah mempunyai cucu dari anaknya laki-laki dan perempuan). Namun walaupun telah mempunyai cucu, seseorang belum masuk kategori saur matua jika masih ada anaknya yang belum kawin atau belum mempunyai keturuan, walaupun telah mempunyai cucu dari anaknya yang lain.
Sulitnya persyaratan untuk dapat memakai Ulos Jugia menyebabkan Ulos ini menjadi benda langka sehingga banyak orang yang tidak mengenalnya. Ulos ini sering menjadi barang warisan orang tua kepada anaknya, dan nilainya sama dengan sitoppi (emas yang dipakai oleh istri raja pada waktu pesta).
2. Ulos Ragidup
Pembuatan Ulos Ragidup harus selesai dalam waktu tertentu menurut hatiha Batak (kalender Batak). Bila dimulai artia (hari pertama), maka harus selesai di tula (hari tengah dua puluh). Oleh karena pembuatannya dibatasi oleh waktu, maka pembuatan Ulos jenis ini dilakukan secara gotong royong oleh lima orang. Jumlah lima orang berdasarkan pada kain Ulos Ragidup yang terdiri dari lima bagian, yaitu: atas, bawah, kiri, kanan dan tengah. Kedua sisi, kiri dan kanan Ulos (ambi), dikerjakan oleh dua orang, demikian juga dengan bagian atas dan bawah (tinorpa). Sedangkan bagian tengah atau badan Ulos (tor) dikerjakan oleh satu orang. Sehingga secara keseluruhan Ulos ini dikerjakan oleh lima orang. Kemudian, hasil kerja kelima orang ini disatukan (diihot) menjadi satu kesatuan yang disebut Ulos Ragidup.
Warna, lukisan, serta coraknya (ragi) memberi kesan seolah-olah Ulos ini benar-benar hidup, sehingga orang menyebutnya Ragidup, yaitu lambang kehidupan. Oleh karenanya, setiap rumah tangga Batak mempunyai Ulos Ragidup. Selain lambang kehidupan, Ulos ini juga lambang doa restu untuk kebahagian dalam kehidupan, terutama dalam hal keturunan, yakni banyak anak (gabe) bagi setiap keluarga dan panjang umur (saur sarimatua). Dalam upacara adat perkawinan, Ulos Ragidup diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai Ulos Pargomgom yang maknanya adalah permohonan izin kepada Tuhan agar si pengantin dapat hidup bersama.
Ada yang berpendapat bahwa Ulos Ragidup nilainya setingkat di bawah Ulos Jugia. Namun ada juga yang beranggapan bahwa Ulos Ragidup merupakan Ulos yang paling tinggi nilainya karena selalu digunakan dalam upacara adat Batak, baik upacara duka cita maupun upacara suka-cita.
Ulos biasanya dipakai oleh golongan bangsawan (raja) dan masyarakat menengah ke atas. Pada jaman dahulu juga dipakai untuk mangupa tondi (mengukuhkan semangat) anak yang baru lahir. Selain itu, Ulos ini biasanya dipakai oleh suhut si habolonan (tuan rumah) yang sedang mengadakan upacara. Dengan memakai Ulos ini akan jelas kelihatan siapa tuan rumahnya.
Pada upacara perkawinan, Ulos ini biasanya diberikan sebagai Pansamot, yaitu pemberian dari orang tua pengantin perempuan kepada orang tua pengantin laki-laki. Di beberapa daerah, Ulos Ragidup tidak boleh dipakai oleh kaum wanita.
Jika ada orang tua yang meninggal dunia, maka Ulos Ragidup ini hanya boleh dipakai oleh anak tertua, sedangkan anak yang lainnya hanya boleh memakai Ulos Sibolang. Ulos ini juga bisa digunakan untuk Panggabei (Ulos Saur Matua) kepada cucu dari anak yang meninggal. Pada kondisi ini, Ulos Ragidup mempunyai derajat yang sama dengan Ulos Jugia.
3. Ragihotang
Ulos Ragihotang merupakan Ulos yang mempunyai ragi (corak) rotan (hotang). Ulos ini biasanya diberikan kepada sepasang pengantin, sehingga disebut juga Ulos Marjabu. Tujuan pemberian Ulos ini adalah agar ikatan batin kedua pengantin seperti rotan. Pemberian Ulos ini kepada si pengantin dengan cara disampirkan dari sebelah kanan pengantin, ujungnya dipegang dengan tangan kanan laki-laki, dan ujung sebelah kiri oleh perempuan lalu disatukan di tengah dada seperti terikat.
Ulos ini juga digunakan untuk mangulosi seseorang yang dianggap picik, dengan harapan agar Tuhan memberikannya kebaikan sehingga orang tersebut rajin berkerja. Dalam upacara kematian, Ulos ini dipakai untuk membungkus jenazah, sedangkan dalam upacara penguburan kedua kalinya, digunakan untuk membungkus tulang-belulangnya. Oleh karenanya, Ulos ini mempunyai derajat yang cukup tinggi.
4. Ulos Sadum
Ulos Sadum biasanya dipakai dalam acara-acara yang penuh keceriaan. Hal ini dikarenakan Ulos ini mempunyai ragam warna yang cerah. Begitu indahnya Ulos ini sehingga sering digunakan sebagai hiasan dinding atau diberikan sebagai kenang-kenangan, khususnya kepada pejabat yang berkunjung ke daerah Batak.
Di Tapanuli Selatan, Ulos ini biasanya dipakai sebagai panjangki/parompa (gendongan) bagi keturunan Daulat Baginda atau Mangaraja. Selain itu, Ulos ini juga digunakan sebagai alas sirih di atas piring besar (pinggan godang burangir/harunduk panyurduan) untuk mengundang (marontang) raja-raja.
5. Ulos Runjat
Ulos ini biasanya dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang ketika edang-edang (menghadiri undangan). Selain itu, Ulos ini juga dapat diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat, misalnya oleh Tulang (paman), pariban (kakak pengantin perempuan yang sudah kawin), dan pamarai (pakcik pengantin perempuan). Ulos ini juga dapat diberikan pada waktu mangupa-upa dalam acara pesta gembira (ulaon silas ni roha).
6. Ulos Sibolang
Ulos ini dapat dipakai baik ketika berduka atau bersuka cita. Untuk dipakai pada saat berduka-cita, biasanya dipilih Ulos Sibolang yang warna hitamnya menonjol, sedangkan bila bersuka cita dipilih yang warna putihnya menonjol.
Dalam upacara perkawinan, Ulos ini biasanya dipakai sebagai tutup ni ampang dan juga dapat disandang. Jika digunakan dalam upacara perkawinan, biasanya dipilih yang warna putihnya menonjol. Ulos Sibolang yang digunakan dalam upacara perkawinan, biasanya disebut Ulos Pamontari.
Oleh karena Ulos ini dapat dipakai dalam semua kegiatan adat Batak, maka Ulos ini dianggap oleh sebagian orang Batak sebagai Ulos yang paling tinggi nilai adatnya. Namun demikian, Ulos ini kurang tepat dipakai sebagai Ulos Pangupa atau Parompa.
7. Ulos Suri-suri Ganjang.
Disebut Ulos Suri-suri Ganjang (biasanya orang Batak hanya menyebutnya Ulos Suri-suri) karena coraknya berbentuk sisir memanjang. Dahulu Ulos ini dipergunakan sebagai ampe-ampe/hande-hande. Pada waktu margondang (memukul gendang) Ulos ini dipakai hula-hula untuk menyambut anak boru. Ulos ini juga dapat diberikan sebagai “Ulos Tondi” kepada pengantin. Ulos ini juga sering dipakai kaum wanita sebagai sabe-sabe. Keistimewaan Ulos ini adalah panjangnya yang melebihi Ulos biasa. Bila dipakai sebagai ampe-ampe bisa mencapai dua kali lilit pada bahu kiri dan kanan sehingga si pemakai seakan mengenakan dua Ulos.
8. Ulos Mangiring
Ulos ini mempunyai corak saling beriringan, yang melambangkan kesuburan dan kesepakatan. Oleh karenanya, Ulos ini biasanya digunakan oleh seseorang sebagai Ulos Parompa kepada cucunya. Pemberian ini sebagai simbol bahwa si cucu akan diikuti pula oleh kelahiran adik-adiknya yang akan menjadi teman seiring-sejalan.
Ulos ini juga dapat digunakan sebagai pakaian sehari-hari. Bagi kaum laki-laki dalam bentuk tali-tali (detar), sedangkan bagi kaum wanita dapat dipakai sebagai saong (tudung). Pada waktu upacara mampe goar (pembaptisan anak), Ulos ini juga dapat dipakai sebagai bulang-bulang oleh hula-hula kepada menantunya.
9. Bintang Maratur
Ulos Bintang Maratur sebagaimana namanya mempunyai ragi yang menggambarkan jejeran bintang yang teratur. Jenis ragi ini bermakna kepatuhan dan kerukunan dalam ikatan kekeluargaan. Selain itu, juga bermakna tingkatan sama rata dalam hal sinadongan (kekayaan) atau hasangapon (kemuliaan). Ulos ini dapat dipakai sebagai hande-hande (ampe-ampe), tali-tali, atau saong. Ulos ini mempunyai nilai dan fungsi yang sama dengan Ulos Mangiring.
10. Sitoluntuho-Bolean
Ulos ini biasanya hanya dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita. Tidak mempunyai makna adat kecuali bila diberikan kepada seorang anak yang baru lahir sebagai Ulos Parompa. Jenis Ulos ini dapat dipakai sebagai tambahan, yang dalam istilah adat Batak dikatakan sebagai Ulos Panoropi yang diberikan hula-hula kepada boru yang sudah terhitung keluarga jauh. Disebut Sitoluntuho karena raginya/coraknya yang berjejer tiga, merupakan “tuho” atau “tugal” yang biasanya dipakai untuk melubangi tanah guna menanam benih.
11. Ulos Jungkit
Ulos Jungkit mempunyai hiasan yang terbuat dari permata. Oleh karenanya, Ulos ini juga disebut Ulos Nanidondang atau Ulos Paruda (permata). Pada zaman dahulu, Ulos ini dipakai oleh para anak gadis dan keluarga raja-raja untuk hoba-hoba, menerima tamu pembesar kerajaan, atau pada saat melangsungkam resepsi perkawinan. Namun karena permata semakin sulit didapat, maka bentuk ragi permata pada Ulos ini diganti dengan cara manjungkit (mengkait) benang Ulos. Oleh karena proses pembuatannya sangat sulit, maka Ulos ini merupakan barang langka, dan saat ini sudah sangat sulit untuk menemukannya.
12. Ulos Lobu-Lobu
Ulos Lobu-Lobu merupakan Ulos yang digunakan untuk fungsi khusus, misalnya oleh orang yang sering dirundung kemalangan (kematian anak). Oleh karenanya, Ulos ini tidak pernah diperdagangkan dan orang yang membutuhkan biasanya memesan langsung kepada pengrajinnya. Selain itu, Ulos ini biasanya disimpan diparmonang-monangan, sehingga tidak cukup banyak orang yang mengenal jenis Ulos ini.
Bentuk Ulos ini seperti kain sarung dan rambunya tidak boleh dipotong. Ulos ini juga disebut Ulos giun hinarharan. Jaman dahulu para orang tua sering memberikan Ulos ini kepada anaknya yang sedang mengandung (hamil tua). Tujuannya agar nantinya anak yang dikandung lahir dengan selamat.
Selain keduabelas jenis tersebut, Ulos Batak masih mempunyai banyak macam dan coraknya, seperti: Ragi Panai, Ragi Hatirangga, Ragi Ambasang, Ragi Sidosdos, Ragi Sampuborna, Ragi Siattar, Ragi Sapot, Ragi si Imput ni Hirik, Ulos Bugis, Ulos Padang Rusa, Ulos Simata, Ulos Happu, Ulos Tukku, Ulos Gipul, dan Ulos Takkup. Menurut orang-orang tua, ragam Ulos Batak mencapai 57 jenis.
Menurut adat yang berkembang dalam masyarakat, setiap orang Batak akan menerima minimal tiga macam Ulos dalam hidupnya, yaitu sewaktu baru lahir (Ulos Parompa atau Ulos Paralo-Alo Tondi), kawin (Marjabu atau Hela), dan saat meninggal dunia (Ulos Saput). Oleh karena setiap orang pasti mendapatkan ketiganya, maka Ulos ini juga disebut na marsintuhu (Ulos keharusan).
Perspektif Teoritik
Manusia yang selalu mengalami perubahan, dari proses kehidupan sehari-hari sampai dengan ritual-ritual yang dilakukan dalam peringatan hal-hal yang dianggap sangat berarti, penting atau pun mempunyai nilai suci. Ritual yang dilakukan berbeda-beda bentuk dan prosesinya, hal ini mempertimbangkan ritual apa yang akan dilaksanakan. Kehidupan manusia sejak dalam kandungan, kelahiran, perkawinanan sampai dengan kematian dipenuhi oleh ritual-ritual.
Komunikasi yang bersifat ekspresif menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi). Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal (Mulyana, 2002: 21-22) Simbol non verbal ini dapat saja berupa benda yang dianggap suci (sacred).
Simbol adalah suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan respon manusia terhadap simbol adalah dalam pengertian makna dan nilainya ketimbang dalam pengertian stimulasi fisik dan alat-alat inderanya. (Mulyana, 2001 : 77). Dalam hal ini, Peirce mengamukakan bahwa simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandai (petanda) sifatnya konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menafsirkan maknanya (dalam Sobur, 2003: 156).
Dalam “bahasa” komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai lambang, yakni sesuatu yang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Ogden dan Richards (dalam Aminuddin, 1997: 2005-2006) menyatakan simbol memiliki hubungan asosiatif dengan pikiran atau referensi, simbol dan dunia acuan.
Sebagai peserta komunikasi, manusia itu unik karena mampu memanipulasi simbol-simbol berdasarkan kesadarannya. Mead menekankan pentingnya komunikasi, khususnya melalui mekanisme isyarat vokal (bahasa), meskipun teorinya bersifat umum. Isyarat vokal-lah yang potensial menjadi seperangkat simbol yang membentuk bahasa. Makna suatu simbol bukanlah pertama-tama ciri fisiknya, namun apa yang orang dapat dilakukan mengenai simbol tersebut. Dengan kata lain sebagaimana dikatakan Shibutani (dalam Mulyana, 2001: 77) “makna pertama-tama merupakan properti perilaku dan kedua merupakan properti objek”. Dengan demikian, semua objek simbolik menyarankan suatu rencana tindakan (plan of action) dan bahwa alasan untuk berperilaku dengan suatu cara tertentu terhadap suatu objek antara lain diisyaratkan oleh objek tersebut.
Lambang atau simbol yan ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas simbol yang bersifat verbal dan nonverbal (Pateda, 2001: 48). Simbol verbal adalah simbol-simbol yang digunakan sebagai alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat bicara. Sedangkan simbol nonverbal dapat berupa 1) simbol yang menggunakan anggota badan, lalu diikuti dengan lambang, 2) suara, 3) benda-benda yang bermakna kultural dan ritual.
Kajian Pustaka
Dalam rangka menjalin komunikasi yang berdasarkan pada keseragaman makna, manusia dalam interaksi sosial selalu berupaya mencocokkan apa yang ada dalam pikirannya dengan apa yang sedang terjadi pada lingkungannya, artinya manusia dalam proses komunikasi bukan sekedar penerima lambang atau simbol-simbol yang dilihat, didengar atau yang dirabanya secara pasif, melainkan individu secara aktif mencoba mengadakan interpretasi terhadap lambang, simbol atau tanda tersebut. Upaya interpretasi itu adalah bagian interaksi yan dapat dilakukan dalam rangka menjalin komunikasi antara pengirim pesan dengan penerima pesan, dan interaksi interpretasi itu tidak hanya dilakukan terhadap pesan yang disampaikan di antara peserta komunikasi tetapi interaksi interpretasi juga dilakukan terhadap dirinya sendiri, karena orang tidak hanya menyadari orang lain tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri (Poloma, 1994: 257).
Dalam interaksi individu dengan individu lainnya akan diperlukan suatu media yang akan dipergunakan simbol-simbol baik yang bersifat melekat pada diri sendiri, misalnya mimik muka, berbicara gesture yang merupakan bentuk simbol yang melekat pada diri. Sedangkan simbol yang diluar diri misalnya cara seorang menggunakan pakaian dapat merupakan sebagai petunjuk identitasnya.
Tidak semua benda yang akan menjadi simbol dari komunikasi, akan tetapi dalam suatu kondisi tertentu setiap benda yang dipergunakan akan dapat menjadi simbol komunikasi, seperti asap pada suatu saat bisa dijadikan simbol. Suku Indian di Amerika Serikat asap dapat dijadikan simbol suatu penyerangan atau persahabatan, asap tersebut dibentuk sedemikian rupa, dibentuk dengan kepulan yang meliuk-liuk.
Simbol pertama-tama bertempat dalam suatu tindakan, ketika dalam kontak hidup anta dua orang, simbol dapat hidup sendiri. Dalam kontak tersebut, tindakan sebagai simbolis merupakan suatu komunikasi yang sangat penting dan efektif. Disini simbol dipraktekkan, karena merupakan petunjuk jalan yang memberi arah kepada perjalanan kita, alat transformasi, untuk sesuatu (Van Peusen dalam Dick Hartoko, 1976: 21).
Tindakan simbolis hanya mungkin sebagai komunikasi antara manusia yang sangat sederhana, hubungan itu ditentukan dua orang, akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial cenderung untuk berkelompok, hidup dalam suatu komunitas tertentu. Simbol-simbo semakin berkembang, semakin dipahami bersama melalui interaksi yang lebih luas, simbol pun bukan menjadi milik individu lagi, akan tetapi lebih bersifat komuniter dan menjadi milik bersamadalam komunitas penduduk yang mendukung kebudayaan tertentu.
Komunitas manusia memanfaatkan suatu simbol yang sangat berperan penting untuk dapat berkomunikasi. Simbol adalah tanda yang khusus bersifat arbitrier artinya bersifat manasuka atau tidak sama dengan yang ditandai. Simbol hanya bisa dimengerti dalam konteks yang ditafsirkan oleh kebudayaan itu sendiri, bersifat cultur spesific.
Kain Ulos tidak sekedar hasil kerajinan yang mempunyai tampilan indah, tetapi juga merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Dengan kata lain, dengan mengetahui dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam kain Ulos, maka kita akan mengetahui apa dan siapa orang Batak. Oleh karenanya, upaya pelestarian kain Ulos baik secara fisik maupun nilai-nilai yang dikandungnya harus segera dilakukan. Atau, generasi Batak akan teralienasi karena tercerabut dari akar lokalitasnya.
Secara garis besar, ada empat nilai yang dapat kita ambil dari kain Ulos, yaitu: kearifan lokal, keyakinan, tata aturan, dan kasih sayang.
Pertama, kain Ulos merupakan manifestasi dari pengetahuan lokal masyarakat Batak. Kondisi geografis alam tempatan orang Batak yang berhawa cukup dingin menyebabkan matahari dan api tidak cukup memberi kehangatan, kondisi ini telah menggugah orang-orang Batak untuk mencari dan menciptakan sumber kehangatan baru, yaitu kain Ulos. Oleh karenanya, penggunaan kapas sebagai bahan baku utama untuk membuat kain Ulos, bukan suatu kebetulan, tetapi merupakan proses panjang dari sebuah pencarian. Demikian juga pewarna kain yang dibuat dari bahan-bahan alami.
Kedua, pengetahuan lokal tersebut terus berkembang dan akhirnya menjadi falsafah hidup orang Batak. Menurut orang Batak, ada tiga sumber kehangatan, yaitu: matahari, api, dan Ulos. Eksistensi kain Ulos semakin kuat ketika ia menjadi bagian penting dari upacara-upacara adat yang dilakukan oleh orang Batak. Akhirnya, kain Ulos menjadi kain sakral yang menjadi simpul keyakinan orang Batak kepada Tuhan.
Ketiga, kain Ulos sebagai sumber tertib sosial (baca: tata aturan). Beragam Ulos dengan segenap raksa yang terkandung di dalamnya, jika dikaji secara serius, ternyata merupakan sumber untuk melakukan tertib sosial dalam masyarakat Batak. Ulos Jugia, Ragidup, dan Ragihotang misalnya, mengandung tata aturan bagaimana hidup bermasyarakat dan bagaimana tertib sosial dijaga dalam masyarakat. Mengapa Ulos Jugia hanya boleh dipakai oleh kakek yang telah mempunyai cucu, mengapa Ulos ragidup harus dipakai oleh tuan rumah dalam kegiatan kemasyarakatan, dan mengapa Ulos Sadum harus dijadikan alas sirih ketika menyambut raja. Dengan kata lain, keberadaan beragam jenis Ulos tersebut, merupakan cara masyarakat Batak menjaga harmoni sosial.
Keempat, kain Ulos sebagai pertanda kehangatan (baca: kasih sayang) orang Batak. Pemberian Ulos (mangulosi) agar orang yang diberikan terlepas dari serangan dingin yang menggrogoti tulang merupakan cara orang Batak mengungkapkan kasih sayangnya. Dengan memberikan Ulos, maka ia telah melindungi orang-orang yang dikasihinya.
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.indokain.com/newfall03/ulr1det.jpg&
Langganan:
Postingan (Atom)