Kamis, 31 Mei 2012
Pakai Barang 'Palsu' Demi Penampilan
Dalam dunia fesyen barang kualitas nomor dua (KW) sudah menjadi 'makanan' empuk para penggila mode.
Karenanya, untuk memenuhi hasrat penggila belanja banyak produk fesyen seperti tas, jam, bahkan sepatu yang beredar dipasaran dengan brand yang sama, namun kualitas bebeda alias imitasi.
Namun pernahkan terpikir bahwa menggunakan barang 'palsu' atau KW sama seperti Anda 'membeli' sebuah fesyen?
"Pembelian item fesyen imitasi atau lebih terkenal dengan istilah KW sebagian besar dimaksudkan agar gengsi mereka sama dengan yang mampu membeli tas Asli, tanpa memperdulikan manfaat yang ada," kata Psikolog Universitas Indonesia Tri Suwardhani, Kamis (31/5)
Tri menjelaskan, berbagai barang yang dibeli biasa tidak benar-benar dibutuhkan. Tujuan pembelian barang itu juga hanya untuk gaya-gayaan dan mengangkat derajat dan gengsi si pemiliknya.
"Gaya belanja seperti ini bisa disebut juga sebagai 'konsumsi gengsi'," jelas Tri.
Menurut Tri, lebih baik beli barang asli tapi bukan merk ternama daripada beli barang palsu. Selain tidak ingin membohongi diri, juga dibiasakan agar memiliki budaya tidak terlalu merasa 'branded mind'.
Sementara itu Wakil Direktur Utama Institute of Economics Chinese Academy bagian Ilmu Sosial, Yang Chunxue, mengatakan konsumsi gengsi ini dipicu oleh contoh buruk dari orang-orang sukses yang senang memamerkan harta kekayaan.
Saat ini banyak sekali orang golongan menengah yang bersedia menghabiskan setengah dari gaji bulanan mereka hanya untuk satu pakaian bermerk.
"Yang pasti bukan kabar baik baik ekonomi nasional dalam jangka panjang," kata Yang.
"Pertama, tidak banyak merek lokal yang populer di mata anak muda, sehingga membuat kreatifitas pengusaha lokal menjadi terbatas sehingga akhirnya lebih baik menjadi importir merek-merek luar," katanya.
"Kedua, hal ini bertentangan dengan pemasukan nasional. Konsumsi yang berlebihan tidak hanya mengahambur-hamburkan uang pribadi, tetapi juga uang negara," tambahnya.
Yang setuju moral sosial yang baik adalah kunci menghalau fenomena yang bisa disebut konsumsi gengsi ini juga konsumsi yang berlebihan.
Akan tetapi, menurut pandangan Chun, konsumsi gengsi ini tidak sepenuhnya buruk. Kuncinya adalah mengatur tingkat pengaruhnya. Masyarakat harus tahu barang apa yang mereka butuhkan, dan kenapa mereka harus membeli barang tersebut.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar