Kamis, 31 Mei 2012

Proses Keperawatan Pada Klien Section Caesarea


Proses keperawatan adalah pendekatan ilmiah dalam pemecahan masalah dam memerlukan keterampilan melakukan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatandan bertujuab untuk mengeidentifikasi dan mendapatkan data pasien berdasarkan kebutuhab dasar manusia dan memberikan gambaran mengenai keadan pasien.
Tahap pengkajian terdiri dari kegiatan yaitu pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosa keperawatan.
a.       Pengumpulan Data
Langkah ini merupakan langkah awal dan dasar dari proses keperawatan. Dalam pengkajian data dikumpulkan secara lengkap dari berbagai sumber, antara lain dari klien, keruarga, pemeriksan medis maupun catatan kesehatan klian.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi dari klien meliputi unsur Bio- Psiko- sosial- spiritual secara komfrehensif
Data yang dikumpulkan terdiri atas :
1)      Identitas
a)      Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status marital, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat, no medrec, diagnosa medis dan alamat
b)      Identitas Penanggungjawab
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
2)      Riwayat Kesehatan
a)      Keluhan Utama
Berupa keluhan yang dirasakan klien pada saat dilakukan pengkajian. Biasanya pada klien post partum dengan tindakan SC mengeluh adanya rasa sakit kepala akibat anestesi, nyeri pada luka insisi.
b)      Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai dirawat dirumah sakit. Berkaitan dengan keluhan utama yang dijabarkan dengan PQRST yang meliputi hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Kualitas dan kuantitas dari keluhan, penyebaran serta tingkat kegawatan atau skala dan waktu.
c)      Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah menderita penyakit yang sama pada kehamilan sebelumnya atau ada faktor predisposisi terhadap kehamilan.  
d)     Riwayat Penyakit Keluarga
Ditanyakan pada klien atau keluarganya, apakah ada keluarga klien yang mempunyai penyakit keturunan, penyakit menular dan ada yang pernah mengalami hal seperti sekarang ini. Ditunjukan dengan genogram
e)      Riwayat Ginekologi dan Obstetri
(1)   Riwayat Ginekologi
(a)    Riwayat Menstruasi
Meliputi usia mulai haid atau menarche, lamanya haid, siklus haid, banyaknya, darah, keluhan, sifat darah.
(b)   Riwayat Perkawinan
Umur berapa waktu menikah (usia suami dan kien), sudah berapa lama menjalani pernikahan dan  berapa lama.
(c)    Riwayat Keluarga Berencana
Alat kontrasepsi yang dipakai apa, adakah gangguan yang dirasakan, kapan mulai berhenti dan apa alasannya.
(2)   Riwayat Obstetri
(a)    Riwayat Kehamilan, Persalinan dan nifas yang lalu
Meliputi tanggal partus, umur kehamilan, jenis persalinan, penolong, tempat, kelainan bayi, berat lahir bayi, kelainan masa nifas, keadaan masa nifas, keadaan anak sekarang apakah sehat atau meninggal.
(b)   Riwayat Kehamilan Sekarang
Tanyakan pada klien tentang HPHT nya.Apakah klien memeriksakan kehamilannya dimana, berapa kali, teratur apa tidak, mendapat imunisasi lengkap atau tidak, keluhan yang dirasakan saat hamil, diet selama hamil, adakah perdarahan, berapa berat badan sebelum hamil, selama hamil, sesudah melahirkan dan penambahan berat badan saat hamil.
(c)    Riwayat Persalinan Sekarang dengan sectio caesarea
Jam berapa masuk kamar operasi, berapa lama operasi, apakah anak dalam keadaan hidup atau mati, berat badan dan panjang bayi waktu lahir, jenis anastesi yang digunakan, jenis operasi yang digunakan, berapa perdarahan yang keluar, berapa jumlah dieresis.

3)      Pemeriksaaan Fisik
a)      Keadaan Umum
Biasanya klien tampak lemah, kesadaran compos mentis atau terjadi penurunan kesadaran yang diakibatkan efek anestesis.
b)      Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas meningkat lebih dari 24x/menit jika terjadi nyeri, irama nafas vesikuler, kesimetrisan gerakan dada, keadaan jalan nafas bersih. Biasanya pada pasien dengan anestesi umum sering mempunyai keluhan batuk.


c)      Sistem Kardiovaskuler
Apakah ada peningkatan vena jugularis, konjungtiva anemis karena adanya pendarahan saat persalinan post sectio caesarea, tetapi jika terjadi pendarahan hebat dapat disertai dengan adanya penurunan hemoglobin yang tajam, capiraly time dapat terjadi penurunan akibat gangguan perpusi pada perifer, tekanan darah dapat meningkat jika disertai dengan riwayat pre-eklamsi berat yaitu sistol 140 atau lebih dan diastolic 100 atau lebih.
Selama minggu post partumnya, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor – factor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama poet partum, kadar fibrinogen dan plasma akan menurun tetapi darah akan lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan factor pembekuan darah.
d)     Sistem Pencernaan
Mukosa bibir akan terjadi kering akibat anestesi, bising usus tidak ada atau lemah jika post anestesi dapat terjadi mual atau muntah ini disebabkan oleh efek sentral dari anastesi atau akibat iritasi lambung oleh obat yang tertelan, sehingga menimbulkan nyeri tekan di efigastrium dan akan terjadi konstipasi satu sampai tiga hari post sectio caesarea akibat aktivitas usus terhambat
e)      Sistem Perkemihan
Pada pasien post sectio caesarea dapat terjadi vasokontriksi pada pembuluh darah ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat mengekibatkan  produksi urine menurun. Pada hari kedua masih terpasang dower cateter, bagaimana produksi urinnya, warna urine.


f)       Sistem Reproduksi
(1)   Payudara
Pada hari kedua post partum baik normal maupun post section caesarea keadaan payudara sama dengan saat hamil, kira-kira hari ketiga payudara menjadi besar, keras dan nyeri yang menandakan permulaan sekresi air susu dan kalau areola payudara dipijat, keluarlah caiaran putih dari putting susu, ditambah dengan klien belum menetekan sehingga payudara bengkak.
(2)   Uterus
Pada persalinan normal maupun pada persalinan post sectio caesarea setelah plasenta lahir konsistensi uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil ( involusi ) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Tetapi pada post operasi sectio casarea mungkin akan terjadi perlambatan akibat dari adanya luka operasi pada uterus.
(3)   Vulva
Tentukan karakteristik, warna, pertama post partus, jenis lochia.
(4)   Perineum
Pada pasien post sectio caesarea tidak akan ada perubahan atau perlukaan.
g)      Sistem Muskuloskeletal
Ekstremitas atas dan bawah
Pada pasien sectio caesarea dapat terjadi kelemahan sebagai dampak anestesi yang mendefresikan sistem saraf pada musculoskeletal sehingga menurunkan tonus otot, dan kaji diastasis abdominalis sertakaji apakah ada tanda-tanda tromboplebitis yang diakibatkan kurangnya mobilitas fisik.
h)      Sistem Integumen
Biasanya dilihat turgor kulitnya, keadaan rambut mulai dari kebersihan dan distribusi. Dilihat apakah ada strie gravidarum, linea alba dan apakah luka post operasi pada abdomen klien.
i)        Sistem Endokrin
Pada hari kedua payudara dapat menghasilkan  colostrums sedangkan pada hari ketiga colostrum diganti dengan adanya air susu. Hormon yang dihasilkan placenta tidak ada, kelenjar pitulitari mengeluarkan prolaktin sebagai efeknya adalah pembuluh darah pada payudara menjadi bengkak berisi darah, menyebabkan hangat, bengkak dan rasa sakit, sel-sel penghasil susu berfungsi dibuktikan dengan keluarnya air susu
j)        Sistem Persyarafan
(1) Tidak terjadi penurunan kesadaran pada sectio caesarea karena menggunakan anestesi spinal ataupun umum.
(2)  Nervus I (Olfaktorius)
Apakah Penciuman klien baik atau tidak.
(3)   Nervus II (optikus)
Apakah penglihatan klien normal atau berkurang saat setelah meahirkan. dapat terlihat dari arah lateral 600C.
(4)  Nervus III,IV dan VI (okulomotorius, loclearis, abdusen)
Apakah Klien dapat menggerakan kedua bola matanya ke segala arah, reflek cahaya kanan dan kiri positif, berdilatasi ketika dikenai cahaya pupil isokor.
(5)  Nervus V (Trigeminus)
Apakah Klien dapat merasakan sensasi raba dari arah prontal ke mandibula, klien dapat mengunyah dengan baik.


(6)  Nervus VII (Fasialis)
Apakah Klien dapat merasakan pahit saat meminum obat, klien dapat tersenyum dan mengerutkan dahi.
(7)  Nervus VIII (Vestibulocochlearis)
Apakah Pendengaranya baik. klien dapat dapat menjawab semua pertanyaan perawat, klien dapat mendengarkan detik jam tangan dalam jarak 2cm.
(8)  Nervus X (Vagus)
Klien bisa berbicara dengan jelas.
(9)  Nervus IX dan X (Glosofaringeus dan fagus)
Tonsil klien tidak bengkak, kemampuan menelan baik, pengecapan baik dibuktikan dengan klien dapat membedakan rasa dari makanan yang klien makan. Klien dapat berbicara dengan jelas.
(10)  Nervus XI (asesorius)
Apakah Klien dapat menoleh kesamping dan melawan tahanan perawat klien dapat mengangkat bahunya dan dapat menggerakan bahunya secara abduksi dan aduksi.
(11)    Nervus XII (hipoglosus)
Apakah Klien dapat menggerakkan lidahnya kesegala arah.

4)      Pola Aktivitas
a)      Pola Nutrisi
(1)   Makan
Biasanya pada klien post sectio caesarea mengalami mual akibat pengaruh anestesi tetapi nanti hilang denagan sendirinya.
(2)   Minum
Minum pada klien post sectio caesarea biasanya baik, dianjurkan klien banyak minum.

b)      Pola Eliminasi
Pada klien post sectio caesarea biasanya pemenuhan eliminasi BAK tidak terganggu. Pada hari ke 2 post sectio caesarea klien masih terpasang kateter. Pemenuhan eliminasi BAB biasanya terganggu karena kondisi klien yang lemah dan sakit pada daerah abdomen sehingga klian takut untuk BAB.
c)      Pola Istirahat Tidur
Karena klien merasa nyeri pada daerah luka operasi, maka biasanya tidur klien kurang dari kebutuhan. Hal ini juga bias disebabkan oleh cemas yang akan datang dari klien
d)     Pola Personal Hygine
Karena kondisi klien yang lemah dan ditambah adanya luka operasi pada abdomen. Biasanya pemenuhan personal hygene (mandi, cuci rambut gosok gigi gunting kuku) pada klie terganggu.
5)      Aspek Psikologis
a)      Keadaan emosi
Biasanya pada klien post section cesarean, emosi saat dirawat sedih sehubungan dengan hospitalisasi, ibu menjadi depresi, mudah menangis karena ibu mengalami nyeri pada luka operasi, nyeri payudara jika klien tidak menyusui sehingga ibu membutuhkan pendamping atau bantuan dalam memenuhi ADLnya.
b)      Tingkat kecemasan
Cemas meningkat ditandai dengan wawasan persepsi diri terhadap lingkungan menjadi menurun atau bias diakibatkan bonding attachment.



6)      Aspek Sosial
Sosialisasi klien dan keluarga, Tim kesehatan dan lingkungan sekitarnya baik.Apakah klien ikut aktif dalam suatu kegiatan organisasi masyarakat atau tidak.Bagaiman dukungan keluarga terhadap kesembuhan.
7)      Aspek Seksual
Apakah klien merasakan akan lebih harmonis akan kehadiran anak, apakah klien merasa lebih diperhatikan oleh suami dan keadaan sekarang ,apakah klien merasa perannya sebagai istri dan ibu lebih meningkat atau menurun.
8)      Konsep Diri
Apakah sikap klien yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuh yang termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang yaitu tentang ukuran, fungsi, persepsi dan pengalaman baru, dan bagai mana seharusnya klien berprilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan. Serta mempunyai harga diri yang tinggi yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat walaupun melakukan kesalahan, kegagalan,  tetap menjadi sesorang yang penting dalam keluarga. Dan dimana seseorang diharapkan oleh lingkungan social, dan pembentukan identitas dimulai sejak lahir.
9)      Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin terjadi penurunan (< 10 gr % kalau terjadi pendarahan),hematokrit, eritrosit, lekosit.
b.      Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dengan menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relavan untuk membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien. ( Effendi, 1995 : 24 )
Analisa data yaitu proses intelektual yang meliputi kegiatan  menyelidiki, mengklasifikasi dan mengelompokan data. Setelah itu mencari kemungkinan penyebab dan dampak serta menentukan masalah atau penyimpangan yang terjadi.
2.      Penentuan Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan. ( Nursalam, 2001: 35)
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien post sectio caesarea menurut Doenges, 2001 diantaranya :
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien post sectio caesarea hari ke 2 menurut Doenges, 2001 diantaranya :
a.       Proses keluarga, perubahan, ikatan berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya, intervensi pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan/interaksi, kebanggaan diri negatif) ditandai dengan keragu-raguan untuk menggendong/berinteraksi dengan bayi, mengungkapkan masalah/kesulitan koping terhadap situasi, tidak menghadapi pengalama traumatik secara konstruktif.
b.      Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal.
c.       Menyusui tidak efektif berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu
d.      Resiko tinggi cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (hipotensi, ortostatik, terjadinya HKK atau eklampsia); efek-efek anesthesia; tromboembolisme, profil darah abnormal (anemia, sensitivitas rubella inkompabilitas Rh)
e.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb, prosedur invasive dan/atau peningkatan pemajanan lingkungan rupture ketuban lama, malnutrisi.
f.       Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek-efek hormonal (perpindahan cairan/peningkatan aliran plasma ginjal), trauma mekanis, edema jaringan, efek-efek anestesia.
g.      Resiko kekurangan cairan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan/penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan (muntah, diaforesi, peningkatan haluaran urin, dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi)
h.      Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggunaan cairan, efek-efek infuse oksitosin, adanya HKK atau eklampsia.
i.        Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti), efek-efek progesterone, dehidrasi, kelebihan analgesia atau anesthesia, diare prapersalinan, kurang masukkan, nyeri perineal/rectal.
j.        Resiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukian peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan system pendukung, persepsi tidak realistis.
k.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan repon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan

 3.      Perencanaan
      Perencanaan adalah salah satu tahap dari proses keperawatan termasuk menentukan prioritas dan menentukan metode yang digunakan untuk penyelesaian masalah. (Nursalam, 2001 : 105)
a.       Proses keluarga, perubahan, ikatan berhubungan dengan perkembangan transisi/ peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya intervensi pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan/interaksi, kebanggaan diri negatif)
Hasil yang diharapkan yaitu klien akan menggendong bayi, bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan. Mendokumentasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat. Mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.
Intervensi
Rasional
1.       Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir. Bantu sesuai kebutuhan



2.       Berikan kesempatan untuk ayah/pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi dan bantu dalam perawatan bayi sesuai kemungkinan situasi

3.       Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi, perhatikan perilaku yang dianggap menandakan ikatan dan kedekatan dalam budaya tertentu.





4.       Berikan kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayi.


5.       Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran caesarea, kebanggaan diri orang tua dan persepsi tentang pengalaman kelahiran, reaksi awal mereka terhadap bayi, dan pertisipasi mereka pada pengalaman kelahiran

6.       Anjurkan dan bantu dalam menyusui tergantung pada pilihan klien dan kenyakinan/praktik budaya

1.       Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan

2.       Membantu memudahkan ikatan / kedekatan diantara ayah dan bayi




3.       Pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukan pola progresif dari perilaku dengan cara menggunakan ujung jari pada awalnya untuk menggali ekstremitas bayi dan berlanjut pada penggunaan telapak tangan sebelum mendekap bayi dengan seluruh tangan dan lengan

4.       Konflikasi tidak teratasi selam proses pengenalan awal orang tua-bayi dapat mempunyai efek-efek negatif jangka panjang pada masa depan hubungan orang tua-anak

5.       Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada kejadian penuh stres seputar kelahiran anak dan orientasikan mereka sendiri terhadap realita sebelum mereka dapat memfokuskan pada bayi

6.       Kontak awal mempunyai efek positif pada durasi menyusui, kontak kulit dan mulainya tugas-tugas ibu meningkatkan ikatan

b.   Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anastesi, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen ditandai dengan melaporkan nyeri insisi, kram (nyeri penyerta), sakit kepala, abdomen kembung, nyeri tekan payudaraperilaku melindungi/distraksi, wajah menahan nyari
Hasil yang diharapkan yaitu klien akan mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi nyeri dengan tepat, mengungkapkan berkurangnya nyeri, tampak rileks, mampu tidur/istirahat denagn tepat
Intervensi
Rasional
1.       Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikanisyarat verbal dan non verbal seperti meringis, kaku dan gerakn melindungan atau terbatas

2.       Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat

3.       Evaluasi tekanan darah dan nadi pertahankan perubahan perilaku


4.       Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya. Anjurkan penggunaan teknik relaksaso dengan teknik pernafasn dan distraksi


5.       Kolaborasi dalam pemberian analgetik setiap 3-4 jam, berlanjut dari rute oral
1.       Membedakan karakteristik khusus dari nyeri membantu membedakan nyeri pasca operasi dari terjadinya komplikasi

2.       Meningkatkan peemcahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas dan ketakutan karena ketidaktahuan dan memberikan rasa control
3.       Pada bayak kien, nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah dan nadi meningkat. Analgesic dapat menurunkan tekanan darah
4.       Merileksasikan otot dan mengalihkan perhatikan dari sensasi nyeri meningkatjan kenyaman dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, meningkatkan rasa sejahtera
5.       Analgesic yang di control pasien memberikan penghilangan nyeri cepat tanpa efek samping


c.    Menyusui tidak efektif berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.Resiko tinggi infeksi, faktor resiko meliputi trauma jaringan/kulit rusak, penurunan hemoglobin, prosedur invasif atau peningkatan pemaparan lingkungan, pecah ketuban lama atau malnutrisi.
Hal yang diharapkan klien Ungkapan ibu akan tingkat kepuasan, observasi proses menyusui, respon penambahan berat badan dan dapat menyusui secara efektif dengan produksi asi keluar banyak.
Intervensi
Rasional
1.    Kaji pengetahuan klien tentang menyusui sebelumnya

2.    Tentukan system pendukung  yang tersedia pada klien, dan sikap pasngan/keluarga





3.    Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan puting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan factor-faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.

4.    Demonstrasikan dan tinjau ulang tekhnik-tekhnik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusui dan lama menyusui.
5.    Kaji puting klien: anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.


6.    Instruksikan klien menghindari penggunaan sabun atau penggunaan bantalan bra berlapis plastic, dan mengganti pembalut bila basah atau lembab.

7.    Instruksikan klien untuk menghindari penggunaan sabun pelindung putting kecuali khusus diindikasikan







8.       Berikan pelindung payudara khusus untuk klien menyusui dengan putting masuk atau datar. Anjurkan penggunaan kompres es sebelum menyusui dan latihan putting susu dengan memutar diantara ibu jari dan dan jari tengah dan menggunakan tekhnik Hoffman.
1.    Membantu mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perwatan
2.    Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil. Sikap dan komentar negative mempengaruhi upaya-upaya dan dapat menyebabkan klien menolak untuk mencoba menyusui.
3.    Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah putting susu pecah dan luka, memberikan kenyamana, dan membuat peran ibu menyusui. Pamflet dan buku-buku menyediakan sumber yang dapat dirujuk klien sesuai kebutuhan.
4.    Posisi yang tepat biasanya mencegah luka puting, tanpa memperhatikan lamanya menyusui
5.    Identifikasi dan intervensi dini dapat mencegah/membatasi terjadinya luka atau pecah putting, yang dapat merusak proses menyusui.
6.    Sabun dapat menyebabkan area payudar kering. Mempertahankan putting dalam media lembab meningkatkan pertumbuhan bakteri dan kerusakan kulit.
7.    Ini telah diketahui menambah kegagalan laktasi. Pelindung mencegah mulut bayi mengarah untuk kontak dengan putting susu, yang mana perlu untuk melanjutkan pelepasan prolaktin (meningkatkan produksi susu) dan dapat mengganggu atau mencegah tersedianyasuplai susu yang adekuat.
8.     Mangkuk laktasi/pelindung payudara, latihan, dan kompres es membantu membuat putting lebih ereksi; teknik Hoffman melepaskan perlengketan, yang menyebabkan inverse putting

d.   Resiko tinggi cedera berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (hipotensi, ortostatik, terjadinya HKK atau eklampsia); efek-efek anesthesia; tromboembolisme, profil darah abnormal (anemia, sensitivitas rubella inkompabilitas Rh).
Hasil yang diharapkan klien mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan factor-faktor risiko/melindungi diri dan bebas dari komplikasi.
Intervensi
Rasional
1.    Tinjau kadar hemoglobin (Hb) darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan

2.    Anjurkan ambulasi dini kecuali pada klien yang mendapat anestesi subaraknoid, yang mungkin tetap berbaring selama 6-8 jam, tanpa penggunaan bantal atau meninggikan kepala, sesuai indikasi protocol dari kembalinya sensasi/control otot.

3.    Biarkan klien duduk di lantai atau kursi dengan keopala diantara kaki, atau berbaring pada posisi datar, bila ia merasa pusing

4.    Kaji klien terhadap hiperrefleksia, nyeri kuadran kanan atas (KKaA), sakit kepala, atau gangguan penglihatan. Pertahankan kewaspadaan kejang, dan berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi.
5.    Inspeksi ekstremitas bawah terhadap tanda-tanda tromboflebitis (mis, kemerahan, kehnagatan, nyeri/nyeri tekan). Perhatikan adata tidaknya tanda-tanda Homan.





6.    Berikan kompres panas local; tingkatkan tirah baring dengan meninggikan tungkai yang sakit.

1.   Anemia atau kehilangan darah mempredisposisikan pada sinkope klien karena ketidakadekuatan pengiriman oksigen ke otak.
2.   Meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena ke ekstremitas bawah, menurunkan resiko pembentukan thrombus yang dihubungkan dengan statsis. Meskipun posisi rekumben setelah anestesi subaraknoid controversial, ini dapat membantu mencegah kebocoran CSS dan sakit kepala lanjut
3.   Membantu mempertahankan atau meningkatkan sirkulasi dan pengiriman oksigen ke otak.

4.   Bahaya eklampsia karena HKK ada diatas 72 jam postpartum, meskipun literature menunjukkan kondisi konvulsi mental terjadi selambat-lambatnya hari kelima postpartum

5.   Peningkatan produksi split fibrin (kemungkinan pelepasan dari sisi plasenta), penurunan mobilitas trauma, sepsis, dan aktivasi berlebihan dari pembekuan darah setelah kelahiran memberi kecenderungan terjadinya tromboflebitis pada klien. Tanda Homan mungkin menyertai thrombus vena dalam, tetapi mungkin tidak ada pada flebitis superficial
6.   Merangsang sirkulasi dan menurunkan penumpukan pada vena di ekstremitas bawah, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
e.       Resike. Resiko tinggi infeksi, faktor resiko meliputi trauma jaringan/kulit rusak, penurunan hemoglobin, prosedur invasif atau peningkatan pemaparan lingkungan, pecah ketuban lama atau malnutrisi.
Hal yang diharapkan klien akan mendemonstrasikan teknik – teknik untuk menurunkan resiko atau meningkatkan penyembuhan, menunjukan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan, bebas dari infeksi, tidak demam dan urine jernih kuning pucat.
Intervensi
Rasional
1.       Anjurkan dan gunakan teknik mencucitangan dengan cermat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut parineal, dan linen terkontaminasi dengan tepat.
2.       Tinjau hemoglobin dan hematokrit prenatal, perhatikan adanya kondisi yang mempredisposisikan klien pada insfeksi pasca partum.
3.       Kaji status nutrisi klien, perhatikan berat badan sebelum hamil dan penambahan berat badan prenatal.


4.       Dorong masukan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin dan besi.




5.       Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi.

6.       Perhatikan catatan operasi untuk penggunaan drain dan sifat dari insisi. Bersihkan luka dan balutan bila basah.
7.       Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan kemerahan, edema, nyeri, eksudat atau gangguan penyatuan.
8.       Observasi suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.

9.       Inspeksi sekitar infuse terhadap tanda eritema atau nyeri tekan.
10.    Evaluasi kondisi puting, perhatikan adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan.
11.    Kolaborasi dalam pemberian antibiotic khusus untuk proses infeksi yang teridentifikasi
1.       Membantu mencegah atau membatasi penyebaran insfeksi.



2.       Anemia, diabetes dan persalinan yang lama sebelum kelahiran caesarea meningkatkan risiko insfeksi dan perlambatan penyembuhan.
3.       Klien yang berat badannya 20 % dibawah berat normal atau yang anemia atau malnutrisi, lebih rentan terhadap infeksi pasca partus dan memerlukan diet khusus.
4.       Mencegah dehidrasi memaksimalkan volume sirkulasi dan aliran rutin. Protein dan vitamin C diperlukan untuk pembentukkan kalogen, besi diperlukan untuk sinestesis hemoglobin.
5.       Balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran caesarea membantu melindungi luka dari cedera atau kontaminasi.
6.       Lingkungan lembab merupakan media paling baik untuk pertumbuhan bakteri.
7.       Tanda-tanda ini menandakan infeksi luka, biasanya disebabkan oleh streptoccus, stapilococus atau spesien pseudomonas.
8.       Demam setelah pasca operasi hari ketiga, leukositosis, dan takhikardi menunjukan infeksi.
9.        Menandakan insfeksi local.

10.    Terjadi fisura/pecah-pecah putting memperbesar risiko mastitis.

11.    Perlu untuk mematikan organisme.
f.       Eliminasi urin, perubahan berhubungan dengan trauma/ diversi mekanis, efek – efek hormonal, efek – efek anastesi ditandai dengan peningkatan pengisian/ distensi kandung kemih, perubahan dalam jumlah/ frekuensi dalam berkemih.
Hasil yang diharapkan klien akan mendapatkan pola berkemih yang optimal setelah pengangkatan kateter, mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih
Intervensi
Rasional
1.       Perhatikan dan catat jumlah, warna, dan konsentrasi drainase urin.


2.       Tes urin terhadap albumin dan aseton. Bedakan antara proteinuria bengan hipertensi karena kehamolan dengan proses normal.



3.       Berikan cairan peroral misalnya 6-8 gelas/hari bila tepat.

4.       Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus, lokasi dan jumlah aliran lochea.





5.       Intruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek – efek anastesi berkurang



6.       Pertahankan infus intravena selama 24 jam setelah pembedahan, sesuai indikasi. Tingkatkan jumlah cairan infus bila keluaran 30 ml/jam atau kurang.
7.       Lepaskan kateter sesuai indikasi.

8.       Pantau hasil tes laboratorium, seperti urin 24 jam untuk protein total, asam urat sesuai indikasi.
1.       Oliguria disebabkan oleh kelebihan kehilangan cairan, ketidak adekuatan penggantian cairan, atau efek – efek anti diuretic dan infuse oksitosin.
2.       Proses katalitik berkenaan dengan involusi uterus dapat mengakibatkan proteinuria normal (1+) selama dua hari pertama pasca partus. Aseton dapat menandakan dehidrasi berkenaan dengan persalinan yang lama dan/atau kelahiran lama.
3.       Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal, dan membantu mencegah stasis kandung kemih.
4.       Aliran plasma ginjal, yang meningka 25-50% selama priode prenatal, tetap tinggi pada minggu pertama pasca partus mengakibatka pengisian kandung kemih. Distensi kandung kemih dapat dikaji dengan derajat perubahan posisi uterus.
5.       Melakukan latihan kegel 100 kali perhari meningkatkan sirkulasike perineum, membantu memulihkan dan menyembuhkan tonus oto pubokoksigeal, dan mencegah atau menurunkan stress inkontinensia.
6.       Biasanya 3 liter cairan, adekuat untuk menggantikan kehilangan dan mempertahankan aliran ginjal atau pengeluaran urin.

7.       Kateter aman dilepaskan antara 6-12 jam pasca partus.
8.       Bila kadar stroid menurun setelah kelahiran, fungsi ginjal, dibuktikan oleh BUN dan kliren kreatinin, mulai kembali pada normal mulai satu minggu, perubahan anatomic memerlukan waktu samapai satu bulan untuk sampai kenormal.
g.         Resiko kekurangan cairan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan/penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan berlebihan (muntah, diaforesi, peningkatan haluaran urin, dan kehilangan tidak kasat mata meningkat, hemoragi)
Hasil yang diharapkan adalah Tetap normotensif dengan masukan cairan dan haluaran urin seimbang, dan Hb/Ht dalam kadar normal
Intervensi
Rasional
1.    Catat kehilangan cairan pada waktu kelahiran; tinjau ulang riwayat intrapartal.




2.    Evaluasi lokasi dan kontraktilitas fundus uterus, jumlah lochea vagina, dan kondisi perineum setelah 2 jam pada 8 jam pertama, bila tepat, kemudian 8 jam selama sisa waktu di rumah sakit.





3.    Dengan perlahan masase fundus bila uterus menonjol.
4.    Perhatikan adanya rasa haus; berikan cairan sesuai toleransi.

5.    Evaluasi status kandung kemih; tingkatkan pengosongan bila kandung kemih penuh.
6.    Pantau suhu



7.    Pantau nadi



8.    Kaji tekanan darah TD sesuai indikasi.







9.    Evaluasi masukan cairan dan haluaran urin selama diberikan infuse I.V., atau sampai pola berkemih normal terjadi.
10. Evaluasi kadar Hb/Ht pada catatan pranatal; bandingkan dengan kadar pascanatal









11.   Pantau pengisian payudara dan suplai ASI bila menyusui
12.    Gantikan cairan yang hilang dengan infuse I.V. yang mengandung elektrolit.
1.    Potensial hemoragi atau kehilangan darah berlebihan pada waktu kelahiran yang berlanjut pada periode pascapartum dapat diakibatkan dari persalinan yang lama, stimulasi oksitosin, tertahannya jaringan, uterus overdistensi, atau anestesi umum.
2.    Diagnosa yang berbeda mungkin diperlukan untuk menentukan penyebab kekurangan cairan dan protocol asuhan. Uterus yang relaks atau menonjol dengan peningkatan aliran lochea dapat diakibatkan dari kelelehan miometrium atau tertahannya jaringan plasenta. Segera setelah kelahiran, fundus harus keras dan terlokalisasi pada umbilikalis, dan kemudian involusi kira-kira satu buku jari perhari.
3.    Merangsang kontraksi uterus dapat mengontrol perdarahan.
4.    Rasa haus mungkin merupakan cara homeostatis dari penggantian cairan melalui peningkatan rasa haus.
5.    Kandung kemih penuh mengganggu kontraktilitas uterus dan menyebabkan perubahan posisi dan relaksasi fundus.
6.    Peningkatan suhu dapat memperberat dehidrasi; bila suhu 100,40 F (380 C) pada 24 jam pertama setelah kelahiran dan terulang bselama 2 hari, ini mungkin menandakan infeksi.
7.    Takikardi dapat terjadi, memaksimalkan sirkulasi cairan, pada kejadian dehidrasi atau hemoragi
8.    Peningkatan TD mungkin karena efek-efek obat vasopresor oksitosin atau terjadinya HKK yang baru atau sebelumnya. Penurunan TD mungkin tanda lanjut dari kehilangan cairan berlebiahan, khususnya bila disertai dengan tanda-tanda lain atau gejala-gejala syok.
9.    Membantu dalam analisa keseimbangan cairan dan derajat kekurangan.

10.Hb/Ht biasanya kembali ke normal 3 hari. Hb tidak boleh turun lebih dari 2 g/100 ml kecuali kehilangan darah berlebihan. Peningkatan kadar Ht kembali normal pada hari ketiga sampai ke tujuh postpartum, karena kehilagan plasma pada penurunan sel darah berlebihan yang terjadi selama 72 jam pertama. Namun peningkatan ini mungkin justru menandakan kelabihan perpindahan cairan intravascular ke ruang ekstraselular.
11.Klien dehidrasi tidak mampu menghasilkan ASI adekuat.
12.    Membantu menciptakan volume darah sirkulasi dan menggantikan kehilangan Karena kelahiran dan diaforesis
h.      Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan setelah kelahiran plasenta, ketidaktepatan penggunaan cairan, efek-efek infuse oksitosin, adanya HKK atau eklampsia.
Hasil yang diharapkan klien menunjukkan TD dan nadi dalam batas normal, bebas dari edema dan gangguan penglihatan, dengan bunyi nafas bersih.
Intervensi
Rasional
1.    Pantau TD dan andi. Auskultasi bunyi napas, perhatikan batuk berdahak, bising (rales) atau ronki. Perhatikan adanya dispnea atau stridor.


2.    Pantai masukan cairan dan haluaran urin; ukur berat jenis.
3.    Kaji adanya lokasi, dan luasnya edema.






4.    Tes terhadap adanya proteinuria dengan dipstick setiap 4 jam.



5.    Evaluasi keadaan neurologis klien. Perhatikan hiperfleksia, peka rangsang, atau perubahan kepribadian.

6.    Pasang kateter indwelling sesuai indikasi.

7.       Berikan furosemid (Lasix) sesuai indikasi.
1.    Kelebihan beban sirkulasi dmanifestasikan dengan peningkatan TD dan nadi, dan akumulasi cairan pada paru-paru. Peningkatan TD dapat juga dihubungkan dengan HKK dan retensi cairan berkenaan dengan infuse oksitosin.
2.    Menandakan kebutuhan cairan/keadekuatan terapi
3.    Bahaya eklampsia atau kejang ada selama 72 jam, tetapi dapat terjadi secara actual selambat-lambatnya 5 hari setelah kelahiran. Obat-obatan dapat menutupi tanda-tanda sakit kepala yang disebabkan oleh edema serebral.
4.    Proteinuria postpartum 1+ adalah normal, karena proses katalitik involusi uterus. Kadar 2+ atau lebih besar mungkin dihubungkan dengan spasme glomerulus karena HKK.
5.    Intoksikasi serebral adalah indicator awal dari kelebihan retensi cairan.


6.    Mungkin diperlukan untuk memantau haluaran urin setiap jam bila dibutuhkan oleh kondisi klien.
7.    Furosemid bekerja pada ansa Henle untuk meningkatkan haluaran urin dan menghilangkan edema pulmonal
i.        Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, dehidrasi, kurang masukan efek-efek progesteron) ditandai dengan laporan rasa penuh abdomen/rectal atau tekanan, mual, defekasi kurang dari kebiasaanya, mengejan saat defeasi, penurunan bising usus.
Hal yang diharapkan klien akan mendemonstrasikan kembalinya metilitas usus dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus, mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya/ optimal dalam 4 hari pasca partus.
Intervensi
Rasional
1.       Auskultasi terhadap adanya bising usus pada ke empat kuadran setiap 4 jam setelah kelahiran cesarea.

2.       Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidak nyamanan

3.       Anjurkan cairan oral yang adekuat (mis,6-8 gelas/hari). Anjurkan peningkatan diet makanan kasar dan buah – buahan.
4.       Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal tingkat ambulasi dini.




5.       Identifikasi aktivitas – aktivitas di mana klien dapat menggunakannya di rumah untuk merangsang kerja usus.

6.       Kolaborasi untuk pemberian pelunak feses atau katartik ringan.

7.       Berikan sabun hipertonik atau kecil untuk enema

1.       Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral, biasanya bising usus terdengar samar pada hari ke dua, dan aktif pada hari ke tiga.
2.       Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.
3.       Makan kasar dan meningkatkan cairan yang menghasilkan bulk, merangsang eliminasi dan mencegah kontipasi defekasi.
4.       Latihan kaki mengencangkan otot- otot abdomen dan memperbaiki motilitas abdomen. Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan peristaltic dan pengeluaran gas, dan menghilangkan atau mencegah nyeri karena gas.
5.       Membantu dalam menciptakan kembali pola evakuasi normal dan meningkatkan kemandirian.

6.       Melunakkan feses, merangsang peristaltic, dan membantu mengembalikan fungsi usus.
7.       Meningkatkan evakuasi usus dan mehilangkan distensi karena gas.

j.        Resiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukian peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan system pendukung, persepsi tidak realistis.
Hasil yang diharapkan klien mengungkapkan ansietas dan respon emosional. Mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi. Mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan.
Intervensi
Rasional
1.    Anjurkan diskusi oleh klien/pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran.

2.    Kaji terhadap gejala depresi yang fana (“perasaan sedih” pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (mis, ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat). Berikan informasi tentang kenormalan kondisi ini dan yang berhubungan dengan perubahan suasana hati dan emosi yang labil.
3.    Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, system pendukung, dan rencana untuk bantuan domestic pada saat pulang




4.    Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategis untuk koping terhadap bayi baru lahir. Diskusikan respon emosional yang normal yang terjadi setelah pulang.
5.    Evaluasi dan dokumentasikan interaksi klien-bayi. Perhatikan adanya atau tidak adanya perilaku ikatan (kedekatan).
6.       Anjurkan pengungkapan perasaan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keraguan-raguan tentang kemampuan menjadi orang tua khususnya bila keluarga berisiko tinggi terhadap maslaah-masalah menjadi orang tua.
7.       Berikan kesempatan pada klien untuk meninjau ulang keputusan untuk melepaskan anak.
1.    Membantu klien/pasangan bekerja melalui proses dan mempelajari realitas dari pengalaman fantasi.
2.    Membantu klien untuk mengungkapkan perasaannya dan tanda gejala dari depresi, dengan memberikan informasi klien menjadi lebih tenang.





3.    Membantu dalam mengkaji kemampuan klien untuk mengatasi stress. Kemampuan untuk mengatasi secara positif juga dipengaruhi oleh reaksi ayah. Dukungan emosi dan fisik yang diberikan oleh keluarga besar atau bantuan dari rumah bantuan lainnya dapat memudahkan koping.
4.    Memberikan motivasi, dukungan dan membantu klien dalam merawat anak akan lebih menenangkan klien karena kalien sudah mengetahui bagaimana menjadi seorang ibu.


5.    Membantu klien untuk mengetahui perkembangan atau eratnya ikatan diantara Ibu dan bayi.

6.    Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan professional yang tepat.
7.    Membantu klien unuk memutuskan pilihan yang tepat.

k.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan repon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan
Hasil yang diharapkan mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota baru. Melaporan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat
Intervensi
Rasional
1.  Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan dan jenis kelahiran
2.  Kaji factor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat. Organisasikan perawatan untuk meminimalkan gangguan dan memberi istirahat serta periode tidur yang ekstra. Anjurkan untuk mengungkapkan pengalaman melahirkan. Berikan lingkungan yang tenang.
3.  Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali ke rumah.

4.  Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.

5.  Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain.


6.       Berikan obat-obatan (mis, analgesik)
1.    Persalinan atau kelahiran yang lama dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan.
2.    Membantu meningkatkan istirahat, tidur, dan relaksasi dan menurunkan rangsangan. Bila ibu tidak terpenuhi kebutuhan tidurnya “lapar/tidur” dapat terjadi, memperpanjang proses perbaikan dari periode pascapartum.,

3.    Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh serta mengatasi kelelahan yang berlebihan.
4.    Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI, dan penurunan reflex secara psikologis.
5.    Multipara dengan anak dirumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya.
6.    Mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan tidur sesuai kebutuhan
                  Sumber : Rencana Asuhan Keperawatn Maternitas, Doengoes, 2001
4. Pelaksanaan
Implementasi merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap ini dilaksanakan setelah rencana tindakan disusun. Selama pelaksanan tindakan perawatan disesuaikan dengan rencana tindakan perawatan. Perawatan perlu memfalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kebutuhan klien saat ini. Perawat harus sudah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
1.      Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan rencana perawat dalam memenuhi kebutuhan klien, tahap ini merupakan proses yang memerlukan sejauhmana tujuan tercapai. Evaluasi dibagi menjadi 2 yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanankan tindakan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan khusus disamping itu juga sangat membantu dalam menentukan perubahan-perubahan untuk memperbaiki untuk memperbaiki perencanaan untuk perawatan selanjutnya.

Evaluasi dapat dilakukan sebagai pola pikir, dengan menggunakan pendekatan SOAP :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan
A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontraindikasi dengan masalah yang ada
P  : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada     respon klien.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar