Diperkirakan jumlah kematian di Indonesia yang disebabkan oleh rokok per tahunnya mencapai 300.000 orang. Rokok sudah menjadi mesin pembunuh yang sangat mematikan. Diperkirakan jumlah kematian di dunia per tahunnya mencapai 5,4 juta atau tiap 6,5 detik terjadi 1 kematian.
“Lebih dari 80 persen perokok ada di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok adalah sebesar 34,7 persen,” kata Ekowati Rahajeng yang menjabat sebagai Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan di Jakarta, Pada Selasa (29/5/12).
Ada banyak jenis racun yang terdapat dalam satu batang rokok, kurang lebih ada sekitar 4.000 jenis racun, mungkin juga bisa lebih. Racun yang ada dapat menimbulkan berbagai penyakit, banyak yang mengkaitkan antara nikotin dengan berbagai risiko penyakit seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, hipertensi, pembuluh darah, disfungsi ereksi dan infertilitas pria. Sangat jelas bahwa rokok mempunyai kontribusi terhadap penyakit tersebut.
Sejak tahun 2007 data yang ada di Riskesdas sebesar 33,4% tercatat dalam prevalensi perokok, di Indonesia tidak banyak yang berubah sejak tahun 2007. Tapi, kita perlu memberikan perhatian besar terhadap peningkatan jumlah perokok pada usia remaja.Pada tahun 2009 dilakukan survei oleh Global Youth Tobacco Survey yang menyatakan jumlah perokok dari kalangan remaja SMP sebesar 20,3%.
Jika dilakukan perbandingan dengan data tahun 1995 yang ada di Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), jumlah dari remaja yang merokok mengalami peningkatan dua kali lipat lebih.
Peningkatan juga terjadi pada jumlah perokok anak, jumlah perokok tersebut naik hingga 6 kali lipat selama kurun waktu 12 tahun yaitu pada tahun 1995 jumlahnya 71.126 anak kemudian di tahun 2007 naik menjadi 426.214 anak. Ekowati menyebutkan pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan tentang kesehatan untuk mengendalikan rokok, seperti UU No.36/2009.
“Di UU Kesehatan, pasal 113 mengatur mengenai pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif dan pasal 114 tentang peringatan kesehatan dan pasal 115 mengenai kawasan tanpa rokok,” tambah Ekowati.
Namun hingga kini peraturan pendukung yang akan dikeluarkan pemerintah belum juga disahkan oleh presiden, peraturan pendukung tersebut yaitu RPP Pengendalian Dampak Produk Tembakau, sebenarnya pembahasan sudah dilakukan sejak kemunculan UU tentang kesehatan tersebut.
Asril Rusli selaku Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementrian Kesehatan mengatakan, RPP tersebut tinggal menunggu disahkan saja karena pembahasan yang dilakukan sudah selesai, dan dalam rapat terbatas kabinet hal tersebut sudah diagendakan dengan presiden untuk melakukan pengesahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar