Senin, 25 Juni 2012

7 Mitos yang Terkait dengan Nyeri


Sejak manusia diciptakan sudah ada istilah nyeri. Aristoteles sebagai seorang filusuf, mengatakan bahwa nyeri datang dari kuasa roh jahat yang akan masuk ke dalam tubuh manusia lewat terjadinya luka atau cedera. Disamping itu, ia menambahkan bahwa nyeri tidak hanya sekadar sensasi saja yang dirasakan, namun juga suatu luapan emosi atau curahan jiwa yang dengan tegas dinyatakan manusia. Banyak sekali beredar mitos yang tidak dibenar di masyarakat, sehingga semua itu perlu untuk diluruskan.


Menurut dr Dwi Pantja Wibowo, SpAn KIC dari RS Premier Bintaro, menjelaskan 7 mitos nyeri yang berkembang di masyarakat:

1. Nyeri tidak dirasakan oleh bayi dan neonates. Kenyataannya, pada saat bayi dilahirkan, sebenarnya perkembangan komponen saraf sudah cukup baik, yaitu dimulai dari perifer hingga sentral. Bayi yang mengalami nyeri berkepanjangan dapat mengalami peningkatan risiko kematian atau morbiditas. “Kita yang seharusnya lebih belajar memahami nyeri pada bayi karena bayi juga bisa merasakan nyeri,” kata Pantja.

2. Nyeri pada bayi sulit dilakukan pengukuran. Kenyataanya, penggunaan beberapa metode pengukuran khusus dapat membantu untuk mengukur nyeri pada bayi. Contoh metode pengukuran yang dapat digunakan adalah dengan melihat ekspresi wajah, gerak-gerik dan irama jantung. Pantja menjelaskan, jika nyeri yang terjadi pada bayi berlangsung dengan lama dan tidak segera mendapatkan pengobatan, maka akan berdampak pada pertumbuhannya setelah ia besar dapat berubah mempunyai kepribadian orang yang berbeda.

3. Pemberian opioid atau obat golongan narkotika tidak baik untuk bayi. Kenyataannya, menurut Pantja, rasa ragu dan takut muncul dari beberapa tenaga kesehatan untuk memberikan obat ini pada bayi, mereka beralasan dapat menimbulkan kecanduan dan berhenti bernapas. Padahal, banyak terdapat obat analgetika yang dapat diberikan untuk bayi, tapi untuk penggunaannya harus sesuai dengan indikasi dan dosis yang ada. “Penggunaan opioid secara benar tidak akan menyebabkan kecanduan, kecuali dikonsumsi tanpa nyeri dan dalam waktu lama,” kata Pantja.

4. Nyeri yang terjadi pada pasien sakit kritis sulit diukur. Kenyataannya, untuk pasien sakit kritis yang tidak dapat berkomunikasi sudah dikembangkan metode pengukuran dan metode ini sudah divalidasi, contohnya BPS dan CPOT. Metode CPOT atau Critically III Pain Observation Tools memakai 4 parameter, diantaranya dengan gerakan ekstremitas aktif, gerakan ekstremitas pasif, vokalisasi dan ekspresi wajah. Sedangkan untuk metode BPS atau Behavior Pain Scale memakai 3 parameter, diantaranya gerakan ekstremitas, ekspresi wajah dan vokalisasi.

5. Nyeri berguna untuk diagnosis sehingga tidak bisa untuk dihilangkan. Kenyataannya, hingga sampai pada batas tertentu nyeri memang bermanfaat dalam membantu proses diagnosis penyakit, namun dapat berdampak buruk pada beberapa sistem organ lain jika nyeri yang terjadi dalam waktu yang panjang. Jika nyeri dibutuhkan untuk diagnosis, ada baiknya untuk segera melakukan dokumentasi dengan akurat. Untuk diagnosis juga dapat memanfaatkan bantuan alat lain, contohnya ultrasound dan yang lainnya.

6. Nyeri selalu dikeluhkan oleh pasien pascabedah. Kenyataannya, nyeri yang dialami pascabedah adalah sesuatu yang lumrah terjadi, sebelum pembedahan sebaiknya dilakukan pendekatan edukasi atau dengan memberikan analgetika preemtif dan juga menggunakan analgetika yang kuat, seperti pemanfaatan multimodal analgesia untuk mengurangi nyeri setelah pembedahan.

7. Nyeri hebat akan muncul pada pasien yang telah melahirkan, dan jika pasien tidak kuat dalam menghadapi nyeri dapat dilakukan pembedahan untuk proses persalinan. Kenyataanya, nyeri saat bersalin merupakan suatu bagian yang penting dalam proses persalinan karena di saat yang bersamaan telah terjadi proses inflamasi yang diperlukan dalam proses persalinan yang normal. Namun, jika pasien mengalami nyeri yang berlebihan dapat dilakukan pengendalian dengan pendekatan edukasi atau dengan tindakan ILA atau intervensi pada blok saraf spinal. ILA merupakan pemberian analgetik lokal untuk pasien ketika melakukan persalinan, penggunaannya sendiri dilakukan dengan cara menyuntikan ke punggung.

“Kalau alasan hanya gara-gara takut nyeri terus di-sectio (operasi caesar), buat kami praktisi nyeri rasanya kok salah ya. Seharusnya yang diatasi adalah nyerinya, bukan malah sectio. Kalau masih bisa melalui persalinan normal, kenapa harus sectio,” tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar