Menurut Prof Ahmad Sulaeman, selaku Pakar Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Manusia, dari Institut Pertanian Bogor, mengatakan bahwa masyarakat perlu mewaspadai buah yang diimpor, beliau menilai bahwa buah-buahan yang diimport mempunyai kandungan pestisida yang bisa berpengaruh terhadap kesehatan terutama untuk perkembangan organ reproduksi.
“Harga buah impor yang dijual di supermarket Indonesia kadang lebih murah dibanding harga di negara asalnya. Hal ini tentu saja membuat kita heran sekaligus bertanya, mengapa buah tersebut bisa dijual dengan harga murah?,” ujar Sulaeman.
Sulaeman menjelaskan lebih lanjut tentang kecurigaannya terhadap buah-buahan yang diimpor ini. Di Roterrdam Belanda terdapat satu terminal buah yang di dalamnya terdapat gudang pendingin untuk menyimpan buah, dan luas dari terminal buah ini hampir sama dengan luas Bandara Soekarno Hatta. Buah yang disimpan dapat mencapai 2 tahun, dan ada juga yang hanya mencapai 6 bulan.
Kulit buah akan dilapisi lilin supaya buah dapat tahan terhadap suhu dingin, tidak keriput dan juga tidak kering, katanya. Ditambahkan juga fungisida di dalam lilin supaya buah tidak mudah berjamur. Menurutnya, telah ditunjukkan dari berbagai hasil penelitian bahwa jenis fungisida yang ditambahkan ialah jenis vinclozolin yang mempunyai sifat anti androgenik, sifat ini sama dengan Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT).
Anti androgenik ini dapat menyebabkan efek kemandulan serangga. Untuk DDT sendiri merupakan jenis insektisida yang dulu pernah booming dan banyak yang menyanjungnya karena cara kerjanya yang sangat baik untuk menanggulangi penyakit yang disebarkan oleh vektor serangga, katanya.
“Tetapi kini penggunaan DDT di banyak negara di dunia terutama di Amerika Utara, Eropa Barat dan juga di Indonesia telah dilarang,” kata Sulaeman.
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa, kandungan residu pestisida yang dikonsumsi melalui makanan dapat menyebabkan demaskulinisasi, walaupun dikonsumsi dalam jumlah kandungan yang rendah. Demaskulinisasi sendiri ialah terganggunya perkembangan dari organ reproduksi. Oleh sebab itu, akhir-akhir ini banyak ditemui kasus transgender atau kelamin ganda, katanya.
Sulaeman menyatakan pendapat, bahwa dampak dari revolusi hijau pertama yaitu banyak ditemuinya kasus kelamin ganda saat ini. Ternyata kasus ini tidak terjadi di Indonesia saja, namun terjadi di beberapa Negara.
Kita perlu mewaspadai paparan pestisida buah terhadap anak. Di Meksiko ada sebuah penelitian yang mencoba membandingkan antara anak yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi pangan tanpa pestisida (organik) dengan yang disemprot pestisida (non organik). Hasilnya menunjukkan, anak yang terpapar pestisida tidak mempunyai kemampuan untuk menggambar, walupun untuk menggambar garis sederhana. Sebaliknya untuk anak yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi pangan tanpa pestisida (organik) dapat menggambar dengan baik, kata Sulaeman.
Selanjutnya, untuk ibu yang sudah terpapar pestisida dimungkinkan dapat menularkan beberapa risiko penyakit kepada anaknya, contohnya penyakit leukemia dan autisme. Oleh sebab itu, dihimbau kepada masyarakat untuk mulai beralih mengkonsumsi buah-buahan lokal, contohnya bisbul, manggis, nangka, dll. “Sayangnya, pasar buah kita, terutama di supermarket, masih didominasi oleh buah impor,” katanya.
Sulaeman menjelaskan, 60% sampai 80% dari 225 jenis sayur dan buah yang terdapat di swalayan adalah buah impor. “Kecuali di Bali, komponen lokalnya masih tinggi. Tapi umumnya buah yang ada di ’supermarket’ di Indonesia, 60-80 persen masih impor,” katanya.
Oleh karena itu, ia menegaskan kembali untuk konsumen buah perlu bijak dalam memilih buah dan selalu waspada, terlebih untuk yang menyukai buah impor, contohnya pir, apel dan anggur. “Apalagi jika sedang ada promo buah impor dengan harga yang sangat murah,” ujar Sulaeman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar