Selasa, 13 September 2011

Sindrom Munchausen, Cari Simpati dengan Pura-pura Sakit

Sindrom Munchausen
Sindrom Munchausen adalah gangguan mental yang serius di mana seseorang memiliki kebutuhan mendalam atas perhatian orang lain dengan cara berpura-pura sakit atau terluka dengan disengaja. Penderita sindrom ini bisa membuat-buat gejala sakit, ingin melakukan operasi, atau mencoba mencurangi hasil tes laboratorium untuk meraih simpati.

Sindrom Munchausen mempunyai sejumlah kondisi gangguan buatan, baik dibuat-buat ataupun ditimbulkan sendiri. Gangguan buatan dapat berupa psikologis atau fisik.

Sindrom Munchausen merupakan gangguan yang misterius dan sulit untuk diobati. Bantuan medis penting untuk mencegah cedera serius hingga kematian yang mungkin disebabkan oleh tindakan membahayakan diri sendiri.

Gejala

Gejala sindrom Munchausen berkutat pada berpura-pura memiliki penyakit atau cedera untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya. Orang dengan sindrom Munchausen berusaha keras agar penipuannya tak terbongkar, sehingga mungkin sulit untuk melihat bahwa sebetulnya gejala mereka merupakan bagian dari gangguan mental yang serius.

Orang dengan gangguan ini bukan bertujuan mendapat manfaat praktis dari kondisi medisnya seperti keluar dari pekerjaan atau memenangkan gugatan. Sindrom ini juga tidak sama dengan keadaan murung.

Orang dengan dengan gangguan seperti depresi atau bipolar benar-benar percaya bahwa mereka sakit, sedangkan orang-orang dengan sindrom Munchausen tidak sakit, tetapi mereka ingin menjadi sakit.

Gejala sindrom Munchausen antara lain:
1. Mendramatisir cerita tentang masalah kesehatannya
2. Sering rawat inap
3. Gejala penyakitnya tidak konsisten atau samar-samar
4. Kondisi kesehatan memburuk tanpa alasan yang jelas
5. Bersemangat menjalani uji kesehatan atau operasi yang berisiko
6. Memiliki pengetahuan terminologi medis dan penyakit
yang luas
7. Mencari pengobatan dari banyak dokter atau rumah sakit yang berbeda
8. Memiliki beberapa pengunjung saat dirawat di rumah sakit
9. Enggan jika para profesional kesehatan berbicara dengan keluarga atau teman
10. Berdebat dengan staf rumah sakit
11. Sering meminta obat penghilang rasa sakit atau obat lain

Karena orang-orang dengan sindrom Munchausen ahli dalam berpura-pura memiliki gejala penyakit atau menimbulkan luka nyata pada diri mereka sendiri, terkadang sulit bagi para profesional medis dan orang yang bersimpati untuk mengetahui apakah penyakit yang nyata atau tidak.

Orang dengan sindrom Munchausen membuat gejala atau menyebabkan penyakit dengan beberapa cara, yaitu:

1. Membuat riwayat kesehatan palsu, seperti: mengklaim telah menderita kanker atau HIV kepada orang yang dicintai, penyedia layanan kesehatan atau bahkan kelompok-kelompok internet

2. Memalsukan gejala penyakit, seperti: sakit perut, kejang atau pingsan.

3. Membahayakan diri sendiri. Mereka mungkin melukai atau membuat diri mereka sakit, seperti: menyuntikkan diri dengan bakteri, bensin, susu, atau kotoran. Dapat juga dengan cara meminum obat untuk meniru penyakit, seperti: pengencer darah, obat kemoterapi dan obat diabetes.

4. Mencegah penyembuhan.

5. Merusakkan. Memanipulasi instrumen medis, seperti: memanaskan termometer. Bisa juga mengutak-atik tes laboratorium, seperti: mencemari sampel urin mereka dengan darah atau zat lainnya.

Penyebab

Penyebab sindrom Munchausen tidak diketahui. Orang dengan gangguan ini mungkin pernah mengalami penyakit parah ketika mereka masih muda atau mungkin pernah dilecehkan secara emosional atau fisik.

Perawatan dan obat-obatan

Pengobatan sindrom Munchausen sulit sebab tidak ada terapi standar untuk kondisi tersebut. Karena orang dengan sindrom Munchausen ingin berperan sakit, maka mereka tidak bersedia untuk mencari pengobatan. Namun jika didekati dengan cara yang halus, dibujuk dengan niat ingin menyelamatkan mukanya, orang dengan sindrom Munchausen mungkin setuju untuk dirawat oleh penyedia kesehatan mental.

Meskipun tidak ada pengobatan standar untuk sindrom Munchausen, pengobatan sering berfokus pada pengelolaan kondisi daripada mencoba untuk menyembuhkannya. Pengobatan umumnya termasuk psikoterapi dan konseling perilaku.

Jika memungkinkan, terapi keluarga juga mungkin disarankan. Obat dapat digunakan untuk mengobati gangguan mental lainnya seperti depresi atau kecemasan. Dalam kasus yang parah, rawat inap psikiatri sementara mungkin diperlukan.

Sumber: MayoClinic, psychology today

Tidak ada komentar:

Posting Komentar